Jum'at, 19/04/2024 17:56 WIB

Kisruh Risma Ancam Pindahkan ASN ke Papua, Karyono: Tidak Dalam Konteks Rasisme

Dipengaruhi oleh karakter personal yang sensitif melihat kondisi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan

Karyono Wibowo, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI)

Jakarta, Jurnas.com - Pengamat Sosial Politik, Direktur Eksekutif Indonesian Publik Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai konteks pernyataan Menteri Sosial Tri Rismaharini bahwa ia bisa memindahkan ASN Kemensos ke Papua, penekanannya adalah masalah kinerja ASN yang dinilai lambat dan kurang peka terhadap situasi.

Kegeraman muncul saat Risma mengunjungi Balai Wyataguna yaitu Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Wyata Guna Bandung untuk melihat dapur umum dalam rangka mendukung program PPKM Darurat.

Ia melihat dapur ini hanya dikerjakan dari tim Tagana dan petugas lainnya. Sementara ia melihat ASN Kementerian Sosial hanya bekerja di dalam kantornya masing-masing.

Pada saat itulah muncul pernyataan spontanitas yang bernada ancaman akan memindahkan ASN Kementerian Sosial yang tak cekatan saat membantu di dapur umum untuk dipindahkan ke Papua.

Jika menyimak kronologi dan konteks pernyataan tersebut, kata Karyono, maka substansinya lebih pada peningkatan kedisiplinan dan kepekaan sosial ASN. Penekanannya lebih pada persoalan antara niat untuk memperbaiki kinerja ASN dengan karakter kepemimpinan Risma yang meledak-ledak dan emosional.

"Konteks pernyataan Risma sebenarnya dipengaruhi oleh karakter personal yang sensitif dan temperamental ketika melihat kondisi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan," jelasnya.

Meski begitu, lanjutnya, dalam konteks etika komunikasi, pernyataan tersebut tetap kurang etis. Diksi tersebut semestinya tidak perlu disampaikan, apalagi secara terbuka.

"Pernyataan yang akan memindahkan ASN ke Papua bisa diartikan sebagai bentuk ancaman yang menakut-nakuti meskipun di balik itu tujuannya adalah untuk memotivasi ASN agar lebih baik kinerjanya," jelas Karyono.

Karyono juga menyebut pernyataan Risma tersebut dipengaruhi oleh anekdot yang sudah menjadi fenomena sosial, dimana selama ini memang ada kekhawatiran di kalangan ASN maupun pegawai swasta jika dipindah di Papua.

"Kekhawatiran semacam itu tidak asing karena sudah lama menjadi perbincangan. Tetapi diksi kata Papua dalam konteks ini bukan sebagai penghinaan yang berbau rasialis. Konteks Papua lebih dipahami karena kondisi geografis yang jauh dan ekstrem," tegas Karyono yang juga aktivis PA-GMNI ini mengakui bahwa

Selain itu, tidak dipungkiri dalam persepsi publik, dahulu Papua dipandang masih terbelakang. Terlalu jauh ketimpangannya dengan wilayah lain. Sehingga ASN maupun pegawai swasta berharap jangan sampai ditugaskan ke Papua.

Tapi mungkin berbeda lagi persoalannya, jika ada ASN maupun pegawai swasta asal Papua yang bekerja dan merantau ke daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan atau daerah lainnya. Boleh jadi mereka justru senang jika dipindahkan ke Papua karena kampung halamannya dan dekat dengan keluarga, tapi bisa juga sebagian lebih memilih di luar Papua.

Kembali pada perdebatan publik tentang diksi yang digunakan Risma yang mengatakan; "....saya bisa pindahkan kalian ke Papua".

Bagi Karyono, diksi ini memang sensitif untuk disalahartikan, apalagi yang menyampaikan adalah pejabat, tokoh politik, atau figur publik. Maka tak heran sejumlah pihak menyalahartikannya untuk tujuan tertentu. Bahkan Veronica Koman dan sejumlah pihak menghubungkannya dengan rasisme.

"Meskipun dalam hemat saya, mengaitkan pernyataan Risma dengan rasisme terlalu jauh, berlebihan dan diluar konteks (out of context)," tandas Karyono.

Hanya saja, memang di satu sisi diksi yang digunakan Risma membuka celah untuk disalahpahami. Terlebih sangat mudah untuk dipolitisir. 

Tapi terlepas dari itu, Karyono menilai jika melihat rekam jejak kepepimpinan mantan walikota Surabaya itu memang memiliki karakter kepemimpinan yang tegas tapi dengan sifat emosional dan meledak-ledak gaya bicaranya.

Baginya, karakter kepemimpinan seperti ini bisa menjadi kekuatan sekaligus kelemahan. Bisa menjadi kekuatan karena selain cepat populer, dapat membuat jera ASN dan para anak buahnya.

"Tapi kelemahannya, bisa menimbulkan sentimen negatif dari sejumlah pihak. Jadi memang ada plus minusnya," tuntas Karyono Wibowo, Direktur Eksekutif IPI.

KEYWORD :

Karyono Wibowo Menteri Sosial Tri Rismaharini Papua kepemimpinan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :