Kamis, 25/04/2024 13:35 WIB

ICW Ungkap Penyebab Laporan Pelanggaran Etik KPK Meningkat

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan hal pertama ialah hilangnya nilai keteladanan dari pada Pimpinan Lembaga Anti Korupsi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.

Jakarta, Jurnas.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mwnyebutkan dua hal penyebab maraknya pelaporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan hal pertama ialah hilangnya nilai keteladanan dari pada Pimpinan Lembaga Anti Korupsi.

"Betapa tidak, pada level pimpinan saja, khususnya Ketua KPK, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dua kali pelanggaran kode etik. Mulai dari bertemu pihak yang berperkara sampai menunjukkan gaya hidup mewah, " kata Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (25/6).

"Belum lagi ditambah dengan pemeriksaan etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang besar kemungkinan akan terbukti melanggar kode etik karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara, " tambah Kurnia.

Penyebab kedua, lanjut Kurnia, hukuman etik yang dijatuhkan oleh Dewan Pengawas KPK tidak mencerminkan pemberian efek jera. Ia pun mencontohkan, putusan terhadap Firli Bahuri yang semestinya dapat dikenakan pelanggaran berat namun hanya diganjar dengan teguran tertulis.

"Jadi, sederhananya Dewan Pengawas gagal dalam mengirimkan pesan tegas untuk seluruh insan KPK," tegas Kurnia.

Di luar itu, ICW semakin tidak melihat kinerja konkret dari Dewan Pengawas. Sebab, seringkali hal-hal yang ditangani bertolak belakang dengan fakta sebenarnya.

"Misalnya saja untuk putusan tahun 2020 lalu terhadap Aprizal (eks Plt DirDumas KPK) yang semestinya dikenakan terhadap Ketua KPK, " ucap Kurnia.

Selain itu, terdapat pula putusan yang dijatuhkan kepada Ketua WP KPK Yudi Purnomo dalam polemik penyidik Rossa Purbo Bekti. Dewan Pengawas juga kerap gagal dalam menggali kebenaran materiil dari suatu peristiwa.

"Ambil contoh dalam persidangan kode etik Firli Bahuri lalu. Kala itu, Dewan Pengawas tidak mencermati lebih lanjut perihal kwitansi penyewaan helikopter yang kental dengan nuansa gratifikasi," terang Kurnia.

Terakhir, proses penanganan dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas juga lambat. Sebut saja pelaporan sejumlah pegawai non aktif KPK terkait dengan Tes Wawasan Kebangsaan.

"Jika saja Dewan Pengawas objektif dan independen, semestinya putusan etik sudah dapat dijatuhkan kepada seluruh Pimpinan KPK, " ujar Kurnia.

Diketahui, Dewan Pengawas KPK menerima 37 laporan dugaan pelanggaran kode etik insan komisi sepanjang semester I tahun ini. Jumlah tersebut bertambah dari tahun sebelumnya yang hanya 30 laporan.

KEYWORD :

KPK ICW Kode Etik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :