Kamis, 25/04/2024 22:52 WIB

Tak Efektif Turunkan Prevalensi Perokok Anak, PP 109/2012 Harus Segera Direvisi

meski dengan adanya PP 109/2012 prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun di Indonesia malah meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen atau sekitar 3,2 juta anak pada 2018.

Illustrasi rokok

Jakarta, Jurnas.com - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dinilai tak efektif dalam menurunkan tingkat prevalensi perokok anak.

Hal itu disampaikan Perwakilan Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (Kompak) sekaligus pengacara FAKTA Indonesia Tubagus Haryo Karbiyanto dalam acara Temu Berkala "CSO & Kaum Muda Menjawab Mitos Tentang Revisi PP 109 Tahun 2012" yang diinisiasi Yayasan Lentera Anak, Jumat (04/06).

Tubagus menilai, meski dengan adanya PP 109/2012 prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun di Indonesia malah meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen atau sekitar 3,2 juta anak pada 2018.

Menurutnya, hal itu sudah cukup menjadi dasar dan bukti bahwa PP Nomor 109/2012 memang tidak efektif dan harus segera direvisi demi menyelamatkan masa depan bangsa.

"Dengan adanya revisi PP nomor 109/2012 ini diharapkan mampu menurunkan tingkat pravalensi perokok anak di Indonesia," harapnya.

Tubagus menambahkan bahwa PP Nomor 109 Tahun 2012 adalah bentuk dari pelemahan regulasi karena yang terjadi adalah pasal-pasal dan ayat-ayat yang ada di PP merupakan hasil kompromi atau pelemahan dari suatu draf yang tadinya kuat sehingga dari 2009 ke 2012 perlu waktu tiga tahun untuk berjibaku untuk mewujudkan PP itu.

"Revisi PP ini sebenarnya sudah mulai Tahun 2018, tapi Tahun 2021 ini sempat mandek juga dengan berbagai alasan yang diutarakan salah satunya karena fokus penanganan covid, dsb," tuturnya.

Dengan mandeknya revisi PP Nomor 109/2012, katanya, menuturkan mulai muncul "anggapan" bahwa revisi itu tidak penting. "Padahal justru kunci pengendalian jumlah perokok anak ada pada revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 yang mengatur pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan," tuturnya.

Senada dengan Tubagus, ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri juga mendesak percepatan revisi PP nomor 109 tahun 2012 lantaran Indonesia saat ini sudah darurat perokok anak.

Menurut Faisal, tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah perokok anak saat semakin tinggi. Bahkan, katanya, usia perokok anak saat ini semakin belia.

"Perokok belia kita meningkat dan menyedihkan lagi perokok pemula makin belia atau makin muda. Kalau dulu di usia 15-19 tahun hampir mencapai dua digit, sekarang perokok pemual semakin belia di angka 10-11 tahun. Ini bukti penetrasi industri rokok di Indonesia semakin merajalela," ujarnya.

Faisal menambahkan, kematian karena rokok sudah menjadi nomor dua di dunia. Ini tentu menjadi sebuah kekhawatiran akan investasi sumber daya manusia ke depannya.

"Yang dibutuhkan sekarang adalah aktion, kita tidak bisa menunda-nunda lagi karena Indonesia sudah darurat rokok," tuturnya.

KEYWORD :

Perokok Anak PP 109 Industri Rokok




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :