Selasa, 16/04/2024 14:09 WIB

Menakar Kebijakan Dibalik Impor Beras

Anggota DPR RI Komisi IV, Panggah Susanto menilai, jika kebijakan tersebut bisa diambil bila melihat stok berdasarkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Proyeksi stok CBP tahun 2021 per tanggal 1 Maret 927.862 ton.

Anggota DPR RI Komisi IV, Panggah Susanto

Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah tengah berencana untuk melakukan impor beras pada tahun 2021 ini. Langkah tersebut diambil guna menjaga stok kebutuhan dalam negeri yang terus berkurang disebabkan keadaan nasional seperti penyediaan pangan saat darurat dan menjaga stabilitas harga di pasar.
 
Meski banyak menuai protes, skema yang bakal dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kemenko Perekonomian untuk rencana impor beras sebanyak 1-1,5 Juta Ton tidak terlepas dari memperhatikan masa panen dalam negeri.
 
Menyikapi hal ini, Anggota DPR RI Komisi IV, Panggah Susanto menilai, jika kebijakan tersebut bisa diambil bila melihat stok berdasarkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Proyeksi stok CBP tahun 2021 per tanggal 1 Maret 927.862 ton, stok tertinggi diperkirakan bulan Juli 1.435.246 ton dan 31 Desember 2021 diperkirakan stok akhir 1.018.033 ton.
 
Artinya, menurut Panggah, ada semacam rencana untuk menjaga ketahanan pangan yang dilakukan pemerintah. Dimana, ketahanan pangan itu intinya ketersediaan pangan secara tepat jumlah, kualitas, waktu dan harga.
 
“Tentu hal ini harus diutamakan produksi dari dalam negeri, namun manakala ketersediaan dalam negeri kurang oleh banyak faktor tentu dapat dipenuhi dari import,” kata Panggah, Jumat (19/3).
 
Menurutnya, jatuhnya pilihan importasi ini tentu sudah melalui perhitungan dan pertimbangan seksama oleh pemerintah, salah satu indikatornya adalah menipisnya jumlah stok dan kenaikan harga di tingkat konsumen.
 
“Kita ketahui bersama awal tahun banyak sekali bencana yang melanda di tanah air. Tentu ketersediaan pangan saat darurat dibutuhkan. Cuaca ekstrim juga sedang kita hadapi diberbagai daerah, faktor-faktor yg bisa mengurangi produksi pertanian dalam negeri," kata Panggah.
 
Terkait sikap Bulog yang menolak rencana impor beras, kata politisi Golkar ini, sebaiknya perlu didudukkan dengan mempertimbangkan segala aspek ketersediaan, kebutuhan, kecukupan stock, di semua wilayah, karena tdk semua wilayah itu mengalami surplus beras, dalam keadaan normal tidak lebih dari 10 wilayah provinsi yang mengalami surplus, selebihnya 24 wilayah devisit. Itu pentingnya akurasi data  antara Kementerian terkait dengan Bulog.
 
Sebelumnya, pada 26 Januari 2021 lalu pembahasan mengimpor beras telah dibahas pada Rakortas (rapat koordinasi terbatas) yang dipimpin oleh Kemenko Perekonomian bersama beberapa Kementerian terkait juga dihadiri Dirut Bulog. Kemudian Rakortas selanjutnya digelar dalam Rangka PPKM pada 19 Februari 2021 menyepakati penugasan impor beras kepada Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton untuk CBP dan 500 ribu ton sesuai kebutuhan Perum Bulog.
 
Kendati begitu pada Rakortas juga ada ketentuan berupa Timing realisasi impor dan Volume besaran impor dan batas masuknya barang impor.
 
"Pemerintah tentu sudah mengkaji secara matang upaya menjaga ketahanan pangan lewat impor beras ini. Kita terkadang mendengar kata impor beras, semacam momok yang menakutkan. Padahal bila dilihat bahwa sasarannya ketahanan pangan tdk boleh ambil risiko, mutlak stock CBP ini hrs terjamin, baik melalui pengadaan dalam negeri maupun impor, ada pertimbangan penting ketika mengambil langkah impor beras,” katanya.
 
Selain itu, kata dia, agar tidak menganggu / panen petani, Pemerintah juga mesti menjamin pemasukan beras impor tidak akan dilakukan pada masa panen raya dan hanya ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan stok beras/iron stock.
 
Ia menyarankan sebaiknya stok beras impor hanya akan disalurkan melalui program Pemerintah (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga/Operasi Pasar) dan bantuan sosial Covid-19 sehingga tidak akan mendistorsi pasar.
 
"Jadi jika Rakortas memutuskan impor bulan Maret maka diperkirakan barang akan masuk paling cepat pertengahan tahun 2021. Kebijakan ini sangat tepat mengingat bulan Mei-Juni adalah masa dimana masa panen telah berakhir dan harga gabah dan beras mulai merangkak naik,” jelasnya.
 
Ia optimis impor beras tetap akan memperhatikan masa panen dalam negeri sehingga tidak mengurangi serapan hasil panen petani. Selain itu, Panggah mengharapkan agar Bulog juga meningkatkan kemampuan dalam mengamankan stokk dengan membangun fasilitas pengeringan (dryer) dan penyimpanan gabah (silo).
 
“Saat ini pengeringan 95 persen masih mengandalkan pengering alami dengan sinar matahari. Juga peningkatan kemampuan penyaluran di sisi hilirnya,” demikian Panggah.
KEYWORD :

Komisi IV DPR Impor Beras Bulog Ketersediaan Pangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :