Sabtu, 20/04/2024 13:08 WIB

BKSAP DPR dan WFD Serukan Dukungan Kepada Lembaga Antikorupsi

Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon meyakini perjuangan memberantas korupsi bukan perjuangan seorang diri.

Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon dalam focus group discussion dengan tema “Berkaca pada Interaksi antara Parlemen dan Lembaga Anti Korupsi dalam Pemberantasan Korupsi”, di Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/3). (Foto: Parlementaria)

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon meyakini perjuangan memberantas korupsi bukan perjuangan seorang diri. 

Menurut dia, dalam konteks nasional, berbagai variabel, termasuk kebijakan rule of law dan mekanisme pengaturan hubungan antara badan anti korupsi, lembaga yang membentuknya dan parlemen berpengaruh bagi kesuksesan pemberantasan korupsi.

“Pada kesempatan ini, BKSAP ingin menekankan pola hubungan lembaga antikorupsi, lembaga pembentuk dan parlemen. Dalam beberapa contoh, badan antikorupsi yang dibentuk oleh pemerintah berpotensi tidak independen dan akuntabel. Di sisi lain, pembentukan dengan UU menyebabkan badan anti-korupsi menjadi subjek pemeriksaan parlemen, juga memiliki tantangan dalam hal cakupan pengawasannya,” kata Fadli dalam pertemuan yang berlangsung di Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/3).

Adapun pertemuan ini terselenggara atas kerjasama BKSAP DPR RI dengan dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD). Tema yang diangkat adalah “Berkaca pada Interaksi antara Parlemen dan Lembaga Anti Korupsi dalam Pemberantasan Korupsi”, yang juga melibatkan Chapter Nasional Indonesia-Global Parliamentarians Against Corruption (GOPAC).

Fadli melanjutkan, upaya menjaga independensi, kemandirian anggaran dan akuntabilitas badan anti-korupsi merupakan mandat Konvensi PBB Melawan Korupsi Tahun 2003 atau UN Convention Against Corruption (UNCAC) Pasal 6.2 dan Pasal 36, yang menyatakan bahwa badan independen dalam sistem pemerintahan nasional diperlukan untuk mendorong dan menegakkan kebijakan dan praktik-praktik antikorupsi. 

“Di Indonesia, badan anti-korupsi yang dimiliki adalah KPK. Lembaga tersebut tergolong salah satu yang sangat kuat di dunia. Namun, kekuasaan yang luar biasa tersebut memunculkan potensi penyalahgunaan. Oleh karenanya, revisi UU KPK disahkan oleh DPR, dengan membentuk badan pengawas baru di dalam KPK. Selain itu, perubahan status kepegawaian KPK juga menjadi hal baru dari UU KPK,” lanjut Politisi Gerindra itu.

Relasi akuntabilitas dan independensi pun dinilainya masih bisa berkembang. Terlebih yang mencakup hubungan antara Dewan Pengawas KPK, KPK, dan DPR. 

BKSAP dan GOPAC Indonesia menyambut baik intensi WFD untuk memaparkan hasil studi terkait relasi lembaga anti-korupsi dan parlemen. 

Fadli berharap ke depan, GOPAC, SEAPAC, GOPAC Indonesia dapat memperkuat kemitraan dengan WFD dalam membentuk rangkaian produk pengetahuan bagi Parlemen.

Sementara itu, Penasihat Senior Gubernur WFD Franklin De Vrieze menerangkan, dalam upaya pemberantasan korupsi, peran badan antikorupsi sangat penting. Setidaknya terdapat sekitar 150 lembaga antikorupsi di lebih dari 100 negara.

Sejumlah kendala dalam memastikan efektivitas lembaga antikorupsi dapat terkait sisi eksternal seperti political will, tidak cukupnya rule of law dan sistem peradilan. Sementara lainnya terkait desain kelembagaan dari badan antikorupsi itu sendiri.

WFD mengembangkan kerangka kerja asesmen untuk melihat hubungan antara lembaga antikorupsi dengan parlemen. Setidaknya lima kriteria pengkajian yakni peran parlemen dalam membentuk kerangka kerja, dalam seleksi dan penunjukkan pimpinan, terkait alokasi SDM, upaya menindaklanjuti laporan, serta kerja sama parlemen dengan lembaga anti-korupsi,” jelas De Vrieze melalui video conference-nya.

Terkait kerangka legislasi dalam konteks mandat dan aturan, hasil studi WFD melakukan komparasi terhadap tiga negara yakni Indonesia, Pakistan dan Maladewa. Laporan tersebut menemukan pengaturan yang berbeda. 

Maladewa memberi bobot pengaturan hingga ke konstitusi untuk lembaga antikorupsinya. Sementara undang-undang di Indonesia dan Pakistan, sifatnya hanya ordonansi. Pengaturan kerangka hukum yang lebih kuat akan sangat berpengaruh terhadap eksistensi lembaga antikorupsi sekaligus memperkuat tujuan kelembagaan tersebut.

Direktur Regional WFD untuk Asia dan Amerika, Duta Besar Matthew Hedges mengungkapkan, kolaborasi antara WFD dan GOPAC telah terjalin sejak 2017 dalam sejumlah kegiatan dan aktivitas regional dan internasional GOPAC. 

Bagi WFD, GOPAC merupakan mitra sangat strategis dalam inisiatif global WFD terkait antikorupsi. WFD berkomitmen untuk menjaga dan memperkuat kolaborasi dan bersedia menjelajahi inisiatif-inisiatif lanjutan sesuai prioritas GOPAC, sejalan dengan hasil Annual General Meeting GOPAC pada Februari 2021.

WFD meyakini kemitraan dengan anggota parlemen yang fokus dalam pemberantasan korupsi di bawah GOPAC penting untuk memastikan badan antikorupsi didukung dengan kerangka hukum yang kuat dan tercukupi anggaran dan sumber daya lainnya yang diperlukan untuk dapat bekerja secara efektif, tetap independen dan akuntabel,” ungkap Duta Besar Hedges yang hadir secara virtual.

Diskusi yang digelar dengan metode hybrid, atau menggabungkan tatap muka dan virtual itu, diikuti oleh 150 peserta yang terdiri dari maksimal 30 peserta secara fisik dan sekitar 100 peserta secara daring. 

Bertindak sebagai moderator dalam FGD tersebut yaitu Wakil Ketua BKSAP DPR Mardani Ali Sera. Turut hadir sebagai pembicara Anggota BKSAP dan Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi Sapto Wibowo, yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Juru Bicara dan Plt. Pimpinan KPK.

KEYWORD :

Warta DPR BKSAP DPR Lembaga Antikorupsi Korupsi WFD KPK Fadli Zon




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :