Kamis, 25/04/2024 18:48 WIB

Industri Besar Masuk Bisnis Keripik, PKB: Investasi Seharusnya Tak Ganggu UMKM

Selama ini diproduksi secara rumahan dalam skala kecil atau UMKM.

Nasim Khan, Kapoksi F-PKB

Jakarta, Jurnas.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan aturan yang membolehkan pengusaha berkantong besar untuk masuk ke bisnis kerupuk, kripik dan sejenisnya yang selama ini menjadi lahan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Diatur bahwa pengusaha besar bisa masuk ke bidang usaha kerupuk, keripik, peyek, emping, kecimpring, karak, gendar, opak, keripik paru dan sejenisnya.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan menilai sejatinya investasi harus berpihak terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan manfaat masyarakat.

Diketahui, selama ini bisnis kerupuk, keripik, peyek dan sejenisnya banyak diproduksi secara rumahan dalam skala kecil atau UMKM.

“Investasi seharusnya mempertimbangkan manfaat yang bisa diambil seperti penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya ekonomi sektoral, daerah maupun pertumbuhan ekonomi nasional, pusat-pusat pertumbuhan baru. Investasi tak boleh mengganggu daya saing UMKM dan lainnya, manfaat yang selama ini dinikmati UMKM seharusnya bisa diteruskan,” kata Nasim Khan di Nusantara I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/03/2020).

Aturan pelonggaran dan atau pemberian izin investasi, tegas Nasim, semestinya dipikirkan dengan cermat dan matang.

“Selain memberikan manfaat kepada pertumbuhan ekonomi, investasi juga jangan sampai mengganggu bisnis perdagangan UMKM lokal atau tradisional yang sudah ada. Investasi industri keripik ini paling akan menciptakan berapa lapangan pekerjaan? para pekerja akan menerima gaji berapa?, coba bandingkan kalau investasinya disektor bisnis mobil listrik? bahan baku baja, karet kita miliki, listrik juga berlimpah, tenaga kerja yang tercipta pasti banyak. apalagi jika ada kebijakan mobil listrik dengan target hingga 2050 harus listrik, pasti mobil akan diproduksi massal, belum lagi eksport? Pasti akan memberikan dampak yang sangat nyata,” katanya.

Nasim menegaskan, Dibukanya keran industri besar untuk bermain pada industri kerupuk, keripik, rempeyek dan sejenisnya tentu akan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan hanya mendatangkan keuntungan yang kecil. Untuk itu, dia meminta Pemerintah mereview ulang aturan tersebut dan mencabutnya. Pasalnya, investasi tersebut dikhawatirkan malah akan menggerus dan mematikan ekonomi Pelaku UMKM disektor usaha kerupuk, keripik, rempeyek dan sejenisnya yang sudah ada sebelumnya.

“Dampak negative yang ditimbulkan ini sangat berbahaya. Karena dapat mematikan industri UMKM, karena mereka tak mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar, Akhirnya, nanti banyak pengusaha UMKM yang bisa gulung tikar. Kalau usahanya bangkrut, tentu ini akan menimbulkan persoalan baru, angka pengangguran akan semakin meningkat. Padahal sektor UMKM ini sudah sangat banyak membantu menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran,” ujar Nasim.

“Sebaiknya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal harus dicabut, karena berpotensi mengganggu usaha rakyat. Bukan cuma makanan seperti rempeyek saja yang akan mati usahanya, kelak semua usaha kecil milik rakyat seperti batik, ukiran kayu juga akan semakin kesulitan,” tambah Nasim.

Politisi PKB ini menilai, apabila Negara ingin menumbuhkan produk UMKM, semestinya, Negara harus melindungi dan memakmurkan para pelaku UMKM.

“Bukan malah membuka peluang bagi industri besar. Jelas ini dapat semakin mempersulit usaha rakyat kecil bahkan mematikan mereka,” katanya.

*Kendala Pelaku UMKM*

Nasim membeberkan sejumlah kendala yang dihadapi para pelaku UMKM. Diantaranya seperti masih belum banyaknya UMKM yang naik kelas, kesulitan akses pemasaran, permodalan, efisiensi biaya pengiriman, sulitnya memperoleh bahan baku dan kalah saing dengan produsen besar.

“Kadang-kadang, untuk masuk ke ritel atau supermarket besar, UMKM itu sudah diperlakukan layaknya industri besar dengan biaya yang tinggi, selain itu, dari pengalaman teman-teman UMKM yang bekerjasama dengan mini market itu draft kontrak perjanjiannya juga sangat memberatkan, pembayarannya bisa 3 bulan setelah penjualan. Nah, mereka ini pelaku UMKM yang hanya memiliki modal kecil pastinya sangat dirugikan, sehingga kebanyakan menghentikan penitipan penjualan,”kata dia.

*Dorong Skema Kemitraan Antara Pengusaha Besar dengan Pelaku UMKM*

Wakil rakyat kelahiran Situbondo Jawa Timur meminta agar pemerintah segera mencabut aturan yang mengizinkan industri besar bisa masuk di sektor industri rempeyek, keripik dan sejenisnya. Namun, apabila pemerintah keukeuh membiarkan industri besar bermain di sektor keripik, kerupuk, rempeyek dan sejenisnya. Sebaiknya, pengusaha besar itu diberi syarat untuk melakukan kemitraan dengan para pelaku UMKM yang sudah terlebih dahulu bermain di usaha tersebut.

“Ini harus digarisbawahi dengan syarat-syarat tertentu, apabila Pemerintah mengizinkan perusahaan besar masuk ke bisnis kerupuk dan rempeyek atau sejenisnya. Syaratnya, misalnya dengan mengajak kerjasama industri industri kecil yang selama ini sudah berkecimpung didunia produksi kerupuk, keripik, rempeyek dan sejenisnya. Dengan masuknya perusahaan-perusahaan besar, maka diharapkan akan meningkatkan investasi dibidang tersebut,” katanya.

Selama ini, lanjut Nasim Khan, ia sering mendengar keluhan para pelaku UMKM kerupuk, keripik dan peyek dan sejenisnya yang mengalami kendala pemasaran ke retail-retail besar. Nah, dengan kerjasama antara industri besar dengan pelaku UMKM ini, diharapkan, para pengusaha besar bisa membantu mencari jalan keluar kesulitan para pelaku UMKM seperti memasarkan produknya ke supermarket- supermarket besar.

“Dalam hal ini, UMKM memiliki keuntungan untuk dapat masuk ke perusahaan-perusahaan besar guna mendapatkan akses pemasaran, seperti memasukan kerupuk dan rempeyek untuk dijual di supermarket. Moreover, ini salah satu upaya lanjutan yang dapat membesarkan UMKM ke tingkat selanjutnya. Sebab, kadang-kadang, untuk masuk ke ritel atau supermarket besar, UMKM itu sudah diperlakukan layaknya industri besar dengan biaya yang tinggi. Jadi kalau gak dengan cara seperti ini, UMKM tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar,” katanya.

“Walaupun kita tahu, selama ini UMKM sudah menguasai pasar untuk kerupuk, keripik dan rempeyek, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masuknya perusahaan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari produk tersebut dan produk tersebut dapat masuk ke swalayan dan retail-retail besar,” sambung Nasim Khan.
Untuk diketahui, Pada Pasal 6 Perpres itu diatur ketentuan bahwa dalam bidang usaha persyaratan tertentu, investasi dapat dilakukan oleh semua investor yang memenuhi persyaratan penanaman modal untuk PMDN tak hanya koperasi dan UMKM.

Kemudian, Dalam lampiran III Perpres tersebut, tertuang bahwa bidang usaha industri kerupuk, keripik, peyek dan sejenisnya masuk daftar bidang usaha persyaratan tertentu, dengan syarat penanaman modal dalam negeri (PMDN) 100 persen. (Nomor 43, kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Nomor 10794 dengan syarat modal dalam negeri 100 persen).

Sementara itu, Dalam aturan Perpres yang lama Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Industri kerupuk, keripik, peyek dan sejenisnya hanya dikhususkan untuk pelaku usaha UMKM. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam lampiran II Nomor 84 dengan kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Nomor 10794 dengan persyaratan “Dicadangkan Untuk UMKMK”.

KEYWORD :

UMKM Keripik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nasim Khan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :