Rabu, 24/04/2024 15:41 WIB

Kemitraan IA-CEPA Bisa Jadi Solusi Permasalahan Daging Sapi Nasional

Pembukaan impor biji-bijian untuk pakan ternak melalui IA-CEPA merefleksikan, komoditas sapi potong juga memainkan peran penting dalam perdagangan bilateral.

Daging sapi segar (Foto: Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dan Candidate Australian National University (ANU) Andree Surianta mengatakan, pemerintah dapat mengoptimalkan peranan Indonesia Australia-Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) untuk mengatasi permasalahan daging sapi di dalam negeri.

IA‑CEPA memberikan akses preferensial ke lebih dari 99% produk pertanian Australia yang diimpor Indonesia, sehingga usaha yang menggunakan pakan biji-bijian dan daging sapi sebagai bahan produksi sekarang bisa mendapatkan kedua-duanya dengan harga yang lebih rendah (DFAT, 2019).

Untuk pakan, tarif akan dihilangkan untuk sejumlah 500 ribu ton di tahun pertama perjanjian dagang diterapkan dan jumlah ini akan ditingkatkan secara progresif ke lebih dari 775 ribu ton di tahun kesepuluh.

Andree menjelaskan, pembukaan impor biji-bijian untuk pakan ternak melalui IA-CEPA merefleksikan, komoditas sapi potong juga memainkan peran penting dalam perdagangan bilateral.

Menuru dia, daging sapi adalah jenis protein ketiga terbanyak yang dikonsumsi di Indonesia, setelah ayam dan ikan. Pada 2018, dengan tingkat konsumsi 1.98 kg per orang, Indonesia mengkonsumsi sekitar 514 ribu ton daging sapi. Sementara itu produksi nasional kurang dari 500 ribu ton.

Menurut data Australian Trade and Investment Commission (Austrade), untuk mencukupi kekurangan ini Indonesia mengimpor 510.937 ekor sapi potong.

"Kemitraan IA-CEPA memberikan kemudahan berupa pembebasan tarif dari yang tadinya 5% untuk 575 ribu ternak di tahun pertama. Volume bebas tarif ini dinaikkan 4% setiap tahun sampai mencapai 700 ribu pada tahun keenam," terang Andree.

Untuk daging sapi beku, lanjut dia, tarif diturunkan dari 5% menjadi 2,5% yang kemudian dihapuskan setelah tahun kelima. Peningkatan volume dan penurunan tarif tentu bisa berkontribusi pada turunnya harga daging sapi di Indonesia.

"Selain itu, kerja sama ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk mewujudkan konsep poros kekuatan’yang menggabungkan kekuatan kedua mitra, yaitu sektor pertanian Australia dan industri makanan olahan Indonesia, untuk kemudian merambah pasaran negara lainnya," tambahnya.

IA-CEPA sendiri akan didukung berbagai program pelatihan dan kemitraan melalui kegiatan AgriFood Partnership yang bertujuan memperkuat kerjasama rantai pasok pertanian-makanan, salah satunya untuk produk olahan daging.

Adanya perjanjian dagang yang mengurangi dan bahkan mengeliminasi tarif impor daging merah dalam lima tahun merupakan modal awal yang baik untuk memastikan kesuksesan program poros kekuatan di sektor makanan olahan berbasis daging.

Menurut Menteri Perdagangan M. Lutfi, harga daging sapi Australia saat ini sedang mengalami kenaikan. Harganya saat ini mencapai US$ 3,8 per kilogram, meningkat dari sebelumnya yang sebesar US$ 2,5 hingga 2,8 per kilogram.

Terkait hal ini, Andree menyarankan Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan koordinasi dengan Economic Cooperation Program (ECP) untuk mendesain program untuk memperlancar jalur pasokan sapi potong dan daging sapi dari Australia ke Indonesia.

"Misalnya dengan mengadakan pertemuan berkala antara peternak Australia dengan importir Indonesia, mempelajari hambatan logistik dari Australia ke Indonesia, atau bahkan mengevaluasi cara meningkatkan efektifitas rantai distribusi daging sapi di Indonesia," jelasnya.

ECP adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan potensi kesuksesan pelaksanaan IA-CEPA dengan mendukung reformasi regulasi melalui bantuan teknis, memfasilitasi hubungan antar industri, dan mengembangkan standar umum dan kerangka kerja antar kedua negara.

KEYWORD :

IA‑CEPA Permasalahan Daging Sapi Harga Daging Sapi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :