Kamis, 18/04/2024 16:50 WIB

HNW: Sikap Berbangsa dan Beragama Para Bapak Bangsa, Harus Jadi Inspirasi Bagi Masyarakat Indonesia

Keberagamaan mereka hadirkan sikap hidup yang mencintai Bangsa dan Negara, menghadirkan keterbukaan dan toleransi dengan sesama pejuang bangsa.

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW). (Foto: MPR)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mengatakan, Bangsa Indonesia yang ber-KeTuhanan YME perlu meneladani sikap beragama dan berbangsa dari Para Pahlawan.

Terutama sikap dalam menghadirkan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan sikap kenegarawanannya, para pandiri bangsa, itu menghimpun dirinya antara lain, dalam Panitia 9 yang menghadirkan Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 45), serta PPKI (menyepakati Pancasila dalam bentuk finalnya, serta UUD 45), adalah tokoh-tokoh beragama sekaligus negarawan.

“Keberagamaan mereka hadirkan sikap hidup yang mencintai Bangsa dan Negara, menghadirkan keterbukaan dan toleransi dengan sesama pejuang bangsa. Di sana tidak ada tokoh-tokoh atheis/PKI seperti Musso, Alimin maupun Aidit,” ujarnya dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bekerja sama dengan DPC PKS Kemayoran di Jakarta, Sabtu (26/12/2020).

Para pendiri bangsa, itu kata HNW panggilan akrab Hidayat, telah memberi contoh  bagaimana cara  beragama yang bisa menjadi inspirasi sekaligus aspirasi, sehingga mampu menghadirkan aksi dan kontribusi solutif.

Bahkan demi toleransi untuk menjaga keutuhan proklamasi kemerdekaan Indonesia, 4 Tokoh Umat Islam (KH Hasyim Asyari, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Kasman Singodimejo dan Mr Teuku Muhammad Hasan) rela menyepakati penggantian 7 kata Sila 1 Pancasila yang disepakati oleh Panitia 9 dalam Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan YME.

Itu dilakukan karena mereka mau menerima aspirasi dari sebagian pihak yang mengatasnamakan dirinya dari Indonesia Timur.

Selanjutnya, jelas HNW, KH Hasyim Asy’ari (NU) pada 22/10/1945 memfatwakan wajibnya Jihad bela Indonesia, dan Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah) menyerukan “amanat Jihad” membela kemerdekaan Indonesja (28/5/1946), dan M Natsir (Ketua Fraksi Partai Masyumi) dengan Mosi Integralnya (3/4/1950) berhasil kembalikan Indonesia jadi NKRI, setelah sebelumnya dijadikan RIS oleh Belanda.

“Itu merupakan fakta bersejarah bagaimana beragama para Ulama dan Bapak Bangsa menjadi inspirasi sekaligus aspirasi yang mampu menghadirkan aksi dan kontribusi solutif  bahkan dalam lapangan politik sekalipun. Dan hasilnya nyata, kita menikmati warisan perjuangan mereka berupa Indonesia Merdeka, dengan Ideologi Pancasila, UUD 45, NKRI, praktek nyata soal Bhinneka Tunggal Ika. Serta NKRI yang disebut oleh Ulama NU sebagai Darussalam (Negara Perdamaian),” jelasnya.

Lebih lanjut, HNW menjelaskan bagaimana sikap para pendiri bangsa mendudukan agama sebagai inspirasi dalam perjuangan dapat dilihat tidak hanya dari sila pertama Pancasila. Melainkan juga di dalam Pembukaan UUD NRI 1945.

“Dalam Piagam Jakarta, yang juga disebut sebagai Pembukaan UUD 45, yang merupakan kesepakatan Panitia 9, yang dipimpin oleh Bung Karno, disebutkan secara jelas pada alinea ke 3 bahwa: kemerdekaan Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” tuturnya.

Oleh karena itu, HNW berharap sikap beragama dan bernegara para Ulama dan Bapak-Bapak Bangsa yang menempatkan agama sebagai inspirasi sekaligus sebagai aspirasi bahkan aksi solutif, hendaknya terus dikembangluaskan, dijaga dan dipraktekkan dalam mengisi kehidupan berbangsa dan menjalankan amanah pemerintahan.

Apalagi lanjutnya, apabila merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah aspirasi memiliki makna yang lebih luas dibanding inspirasi. Dalam KBBI, inspirasi  bermakna “ilham”, sedangkan aspirasi bermakna – antara lain – “harapan dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang akan datang” atau “ilham yang timbul dalam mencipta”.

“Bila kita memahami maknanya secara seksama, dan merujuk pada keteladanan para Ulama dan Bapak Bangsa yang hadirkan Indonesia Merdeka dan sepakati Pancasila sebagai Dasar/Ideologi Negara serta NKRI sebagai Bentuk Negara, maka sebenarnya tidak ada masalah dengan hadirnya aspirasi agama atau keagamaan,” ujarnya.

HNW berharap, keteladanan yang dihadirkan oleh para Ulama bersama para Bapak Bangsa menempatkan agama sebagai inspirasi sekaligus aspirasi dan aksi, ini tidak dipertentangkan dengan sikap bernegara.

Malah penting menjadi pegangan bagi seluruh pemangku kepentingan, terutama pejabat yang menjalankan roda pemerintahan dan rakyat yang bertugas mengawasi serta mengkoreksi apabila berjalan ke luar jalur dari yang disepakati oleh para Bapak Bangsa.

Apalagi, tantangan bangsa sekarang dan ke depan, semakin memerlukan panduan keteladanan sebagaimana telah diwariskan oleh para Ulama dan Bapak-Bapak Bangsa. Termasuk dalam memposisikan Agama dan beragama sebagai inspirasi, aspirasi, aksi dan solusi.

“Itu juga agar Umat dan Bangsa dijauhkan dari perilaku anti beragama atau beragama tapi intoleran, radikal, ekstrim dan tidak moderat. Tapi akan hadirkan Manusia-Manusia Indonesia yang jujur dalam melaksanakan Pancasila khususnya Sila Pertama, sehingga tidak menjadi atheis/komunis, dan beragamanya moderat, toleran dan mencintai NKRI,” pungkasnya.

KEYWORD :

Kinerja MPR Hidayat Nur Wahid Bangsa Ulama




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :