Sabtu, 20/04/2024 20:47 WIB

Anggota MPR : Pilkada Serentak 2020 Memberikan Sentimen Positif

Jadi, sudah ada kedewasaan dalam berdemokrasi, kedewasaan dalam melihat perbedaan pendapat dan perbedaan pilihan di tengah masyarakat

Ketua Fraksi PPP MPR RI Arwani Thomafi dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema Membaca Proses Demokrasi Pilkada di Tengah Pandemi di Media Center MPR/DPR, Lobi Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2020). (Foto: MPR)

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Fraksi PPP MPR RI Arwani Thomafi melihat Pilkada Serentak 2020 cukup memberikan sentimen positif kepada masyarakat dan bisa menjadi momen masyarakat untuk benar-benar bersatu.

Sebab, tidak ada konflik atau perbedaan yang tajam di masyarakat sampai pada pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 pada Rabu, 9 Desember 2020.

“Jadi, sudah ada kedewasaan dalam berdemokrasi, kedewasaan dalam melihat perbedaan pendapat dan perbedaan pilihan di tengah masyarakat,” kata Arwani Thomafi dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Membaca Proses Demokrasi Pilkada di Tengah Pandemi” di Media Center MPR/DPR, Lobi Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2020). Diskusi kerjasama MPR dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen juga menghadirkan narasumber Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar.

Dalam diskusi itu Arwani Thomafi mengatakan secara keseluruhan hingga pemungutan suara pada Rabu, 9 Desember 2020, hajatan Pilkada Serentak secara teknis bisa berjalan dengan baik. “Apa yang kita khawatirkan tidak terjadi. Masyarakat datang beramai-ramai ke TPS. Alhamdulillah, masyarakat cukup antusias,” ujarnya.

Meski demikian, dari antusiasme masyarakat datang ke TPS belum bisa disimpulkan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada kali ini. “Kita belum mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat di Pilkada ini. Apakah tingkat partisipasi bisa melampaui angka 77% seperti target dari KPU, kita belum bisa ketahui sekarang,” katanya.

Arwani Thomafi memberi catatan-catatan pelaksanaan Pilkada Serentak hingga pemungutan suara. Misalnya, penerapan protokol kesehatan di TPS. Menurut Arwani, masih ada beberapa TPS yang belum menerapkan protokol kesehatan. “Mungkin jumlahnya tidak terlalu signifikan dari 300 ribu TPS. Ini akan menjadi kajian Komisi II DPR,” tuturnya.

Catatan lainnya adalah nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan Pilkada Serentak. Demokrasi bukan hanya pada terbatas pada proses dan teknis pelaksanaan Pilkada seperti siapa pemenang, berapa suaranya, berapa tingkat partisipasinya, tetapi juga nilai-nilai dalam proses demokrasi.

“Nilai-nilai demokrasi menjadi perhatian kita semua. Salah satu bentuk nilai demokrasi adalah bagaimana kita menegakkan kedaulatan rakyat yang menjadi esensi pemilihan umum,” jelasnya.

Berdasarkan pemantauan, Arwani melihat masih banyak masalah dalam implementasi kedaulatan rakyat. Salah satunya adalah merebaknya money politics dalam Pilkada Serentak. “Dalam Pilkada ini bau-bau money politics dan bau-bau kedaulatan modal sangat luar biasa. Memang susah dibuktikan dan susah ditangkap,” papar politisi PPP ini.

Arwani berharap persoalan itu menjadi kajian ke depan. “Ini bagian penting dari kajian untuk meningkatkan standard demokrasi. Pemilih bukan memilih karena uang. Seseorang maju menjadi calon kepala daerah bukan karena keinginan pemodal, tetapi maju karena mempunyai visi misi memperbaiki dan memajukan daerah,” katanya.

Nilai demokrasi lainnya adalah faktor integrasi bangsa. “Dalam semua proses Pilkada, outputnya adalah menyatukan bangsa dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Saya melihat Pilkada Serentak 2020 ini memberikan sentimen positif dan momen masyarakat untuk bersatu.” sebut anggota Komisi V DPR ini.

Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar juga melihat adanya antusiasme masyarakat dalam Pilkada Serentak 2020.

“Saya memberikan apresiasi kepada seluruh pihak, kepada penyelenggara, TNI, Polri, Satpol PP, Dinas Kesehatan. Saya apresiasi juga masyarakat yang hadir di TPS. Bisa dilihat antusiasme masyarakat dan penerapan protokol kesehatan pada saat di TPS, seperti menggunakan masker, mengikuti protokol kesehatan di TPS,” katanya.

Menurut Fritz, Pilkada Serentak 2020 adalah ujian demokrasi. “Pemilihan di AS, Korea Selatan, Singapura, memiliki persoalan yang berbeda dengan Indonesia. Kita bisa melaksanakan agenda demokrasi ini dengan tingkat partisipasi yang ada dan dengan berbagai persoalannya,” ujarnya.

Fritz juga mengungkapkan catatan Bawaslu selama pemungutan suara di TPS dan pelanggaran yang terjadi. Dengan Siswalu, Bawaslu mendapatkan data dari 225.000 TPS dari 298.000 TPS.

“Hasil pengawasan kami dari Siswalu yang mencakup 74% dari seluruh TPS menemukan, sebelum hari H atau sebelum pemungutan, dari 100 ribu TPS yang sudah masuk datanya, terjadi 18 ribu pelanggaran dengan berbagai jenis,” ungkapnya.

Selain itu, Fritz juga menyebut masih ada persoalan klasik dalam Pilkada ini. Misalnya, orang yang memenuhi syarat untuk memilih, tapi tidak bisa memilih.

Ada orang yang tidak memiliki hak pilih tapi bisa mencoblos, ada orang yang bisa mencoblos tapi mencontreng, surat suara tertukar, masih adanya persoalan di TPS seperti DPT tidak ditempel, KPPS yang memberi tanda di kertas suara, tidak menandatangani kertas suara. “Itu hal klasik yang hampir selalu terjadi di setiap pemilihan. Itu temuan Bawaslu dalam Pilkada Serentak 2020,” ujarnya.

KEYWORD :

Kinerja MPR Arwani Thomafi Pilkada Hak Pilih Demokrasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :