Kamis, 25/04/2024 14:01 WIB

Ahmad Yani Didakwa Suap Dua Hakim PN Jakarta Pusat

Yani didakwa menyuap dengan total sebesar SGD 28 ribu bersama-sama bosnya, Raoul Adhitya Wiranatakusumah

Ilustrasi Penyuapan (Istimewa)

Jakarta - Staf Wiranatakusumah Legal & Consultant, Ahmad Yani didakwa menyuap dua orang hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya.

Yani didakwa menyuap dengan total sebesar SGD 28 ribu bersama-sama bosnya, Raoul Adhitya Wiranatakusumah.

Hal itu mengemuka saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2016).

Menurut Jaksa, pemberian suap itu dilakukan melalui Panitera Pengganti PN Jakpus, Muhammad Santoso.

Pemberian uang itu dimaksudkan untuk memengaruhi putusan perkara perdata nomor 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST. Perkara yang merupakan gugatan wanprestasi yang diajukan oleh PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP) ditangani Partahi.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Yani dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Terdakwa Ahmad Yani bersama-sama dengan Raoul Adhitya Wiranatakusumah telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan berupa memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang yang jumlah seluruhnya sebesar SGD 28.000 kepada hakim yaitu Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Muhammad Santoso," ucap JPU KPK, Pulung Rinandoro.

Lebih lanjut jaksa menerangkan, gugatan itu sendiri didaftarkan pada 29 Oktober 2015. Raoul kemudian Raoul menyampaikan keinginannya agar majelis hakim menolak gugatan dari PT MMS.

"Setelah beberapa kali dilakukan proses persidangan, pada 4 April 2016 Raoul Adhitya Wiranatakusumah selaku kuasa hukum pihak tergugat menghubungi Muhammad Santoso dan menyampaikan keinginannya untuk memenangkan perkara tersebut yaitu agar majelis hakim menolak gugatan dari PT MMS," terang jaksa Pulung.

Ahmad Yani, kata jaksa, diperkenalkan oleh Raoul ke Santoso pada awal Juni. Saat ini Raoul hendak ke luar negeri.

"Perkenalan itu dilakukan agar nantinya Ahmad Yani dapat memantau perkembangan perkara itu," kata jaksa.

Raoul kemudian menemui Santoso di PN Jakpus pada 17 Juni 2016. Saat itu dia menjanjikan SGD 25.000 agar majelis hakim menolak gugatan tersebut. Raoul sendiri menjanjikan uang SGD 3.000 untuk Santoso.

"Sebagai bagian dari perannya sebagai perantara," imbuh jaksa.

Ahmad Yani kemudian menemui Raoul untuk mengambil uang Rp 300 juta dari rekening Raoul. Kemudian, uang itu ditukarkan Ahmad Yani menjadi SGD 30.000 dalam pecahan SGD 1.000 dan sisanya Rp 3 juta.

Uang itu dipisah menjadi 2 yaitu SGD 25.000 dan SGD 3.000 atas perintah Raoul. Lalu, uang SGD 25.000 itu dimasukkan ke dalam amplop putih bertuliskan `HK` yaitu untuk Partahi dan Casmaya. Sementara uang SGD 3.000 untuk Santoso bertuliskan `SAN`.

Gugatan perdata PT MMS itu kemudian dinyatakan oleh majelis hakim tidak dapat diterima pada 30 Juni 2016. Santoso pasca pembacaan putusan itu kemudian menghubungi Ahmad Yani untuk menanyakan janji pemberian uang tersebut.

"Dalam rangka menyerahkan uang tersebut, terdakwa menghubungj Muhammad Santoso untuk bertemu dan kemudian disepakati Muhammad Santoso akan mengambil uang tersebut di tempat kerja terdakwa," ujar jaksa.

Kemudian Santoso menyambangi kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant di bilangan Menteng, Jakarta Pusat pada sore hari. Uang itu lalu diberikan kepada Santoso.

Nahasnya, Santoso diciduk KPK saat menumpang ojek di daerah Matraman, Jakarta Pusat usai transaksi tersebut. [Rangga Tranggana]

KEYWORD :

KPK Korupsi Suap Hakim PN Jakpus Ahmad Yani




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :