Jum'at, 19/04/2024 15:46 WIB

Penelitian PJJ di Masa Pandemi Jadi Acuan Kebijakan Kemdikbud

Plt Kepala Puslitjak Kemdibud Irsyad Zamjani mengatakan, agenda tahun ini berbeda dari sebelumnya karena para peneliti diminta merespon krisis kesehatan yang juga melanda dunia pendidikan dan kebudayaan. 

Kemdikbud menggelar seminar hasil penelitian digelar secara daring (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Hasil penelitian pembelajaran di masa pandemi yang digelar Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbangbuk) Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), akan dijadikan acuan untuk kebijakan pembelajaran selanjutnya.
⁣
Plt Kepala Puslitjak Kemdibud Irsyad Zamjani mengatakan, agenda tahun ini berbeda dari sebelumnya karena para peneliti diminta merespon krisis kesehatan yang juga melanda dunia pendidikan dan kebudayaan.
⁣
"Kita dihadapkan pada potensi learning loss dan risiko naiknya angka putus sekolah. Kita perlu sekali masukan-masukan dari para peneliti untuk memperkuat perumusan kebijakan dan menavigasi pendidikan dan kebudayaan dalam pandemi ini," kata Irsyad pada Kamis (3/12) lalu dalam kegiatan `Seminar hasil pendidikan:Kebijakan Berbasis Bukti untuk Memperkuat Kemerdekaan Belajar dan Ketahanan Budaya di Masa Pandemi`.
⁣
Dia mengatakan, tidak semua pengalaman yang didapat pada masa pandemi ini buruk. Irsyad mengamati adanya praktik-praktik baik adaptasi dalam masa pandemi yang berhasil dilakukan oleh berbagai satuan pendidikan dan warga pendidikan pada umumnya.

"Contohnya, seminar yang kita lakukan secara daring dan luring ini bentuk adaptasi kita dengan teknologi," imbuh Irsyad.
⁣
Peneliti Mochamad Aviandy, menemukan bahwa kesenjangan pembelajaran daring antara daerah urban dan pedesaan dapat diperkecil dengan mempertimbangkan konten dan platform. Konten Cultural Literacy for Digital Society (CLDS) perlu dikembangkan supaya masyarakat makin kenal dan mau memanfaatkan teknologi.

"Ini dampaknya juga akan positif bagi Kemdikbud," terang Aviandy.
⁣
Peneliti Rudi Irawanto, mengemukakan temuannya pada penelitian yang berjudul `Pengembangan Model PECS Berbasis Aplikasi Digital sebagai Upaya Penguatan Kecerdasan Visual Spasial Bagi Anak Autistik`.

PECS merupakan singkatan dari Picture Exchange Communication System, yaitu suatu sistem komunikasi alternatif yang memang sengaja dikembangkan untuk membantu anak dengan autisme berkomunikasi.
⁣
Rudi Irawanto menegaskan, pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak bisa disamakan dengan pendidikan reguler.

"Kita tidak bisa berpikir ala lazim. Contoh, kami menggunakan garis-garis lengkung karena ini yang disukai dan dipahami anak autis. Makanya, kami menghindari bentuk tegas dan lurus. Mereka juga tidak memahami warna-warna tersier, makanya tidak kami gunakan. Contoh lain, font Sans Serif, ternyata ini ditangkap anak disleksia. Mungkin kalau kita orang awam, melihatnya kok tidak indah. Tapi karena itulah yang mereka mengerti dan butuhkan," jelas Rudi pada kesempatan yang sama.
⁣
Pendidikan bagi anak autisme, lanjut Rudi, justru jangan sampai membebani mereka lagi untuk memahami sesuatu yang dianggap orang awam sebagai keindahan, tetapi untuk anak dengan autisme suatu beban tambahan.
⁣
Hak belajar adalah hak semua anak, terlepas dari status sosio-ekonomi dan kondisi fisik mereka. Maka, lanjut Rudi, pengembangan digital learning harus fokus pada kebutuhan peserta didik agar efektif. Selain itu, para siswa perlu pendampingan agar platform bisa efektif digunakan.
⁣
Sementara itu, peneliti Etty Sisdiana, mengungkapkan hasil temuan awalnya, bahwa ternyata pembelajaran vokasi fungsional amat dibutuhkan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
⁣
"Potensi Papua dan Papua Barat secara kultural sangat besar untuk melaksanakan di PKBM. Contohnya, Jayapura yang punya potensi sebagai kota transit dengan pantai yang indah dan lahan pertanian. Maka, kami merumuskan beberapa keterampilan vokasi yang dapat dicoba. Kami harap pendidikan vokasi bisa meningkatkan kualitas hidup warga," harap Etty.
⁣
Etty menengarai persepsi pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Ia mengamati bahwa faktor daya juang dianggap masih kurang terlihat pada para peserta belajar Kejar Paket B dan C.

Selain itu, sarana belajar dan perangkat pendukung teknologi tidak tersedia lengkap walaupun instruktur dianggap cukup memadai. ⁣
⁣
"Peran masyarakat secara budaya sangat kuat dan ini modal yang besar. Kemudian, karena warga belajar umumnya buruh dewasa atau orang dewasa menganggur maka kita butuh pendekatan andragogik," ujar Etty.
⁣
Di bagian lain, peneliti Sabar Budi Rahardjo menerangkan risetnya mengenai kinerja guru mengimplementasikan Merdeka Belajar pada masa pandemi Covid-19 dan pembiasaan baru.

Sabar menjelaskan bahwa kinerja guru dalam pembelajaran dari rumah masa pandemi sudah berjalan dengan baik. ⁣
⁣
"Guru telah mempraktikkan empat kompetensi profesional, pedagogi, sosial dan kepribadian walaupun belum maksimal. Ini ditunjukkan dengan kegiatan guru dalam menyiapkan proses pembelajaran dengan baik, guru juga telah melaksanakan proses pembelajaran melalui sistem daring dan luring," jelas Sabar.⁣

KEYWORD :

Penelitian PJJ Pembelajaran Jarak Jauh Kemdikbud Irsyad Zamjani




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :