Kamis, 25/04/2024 12:16 WIB

Lestari Moerdijat: Perempuan Berperan Penting dalam Menjaga Kebhinnekaan dan Keberagaman

Perempuan memainkan peran penting dalam merawat kebhinnekaan dan keberagaman. Sebab, perempuan memiliki karakteristik yang secara lahiriah bisa mengakomodir perbedaan, mengutamakan cara-cara damai, dan memiliki kemampuan resolusi konflik.

Rerie dalam dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Peran Wanita dalam Merawat Keberagaman Bangsa” di Media Center MPR/DPR, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Jumat (4/12/2020).

jurnas.com - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan bahwa perempuan memainkan peran penting dalam merawat kebhinnekaan dan keberagaman. Sebab, perempuan memiliki karakteristik yang secara lahiriah bisa mengakomodir perbedaan, mengutamakan cara-cara damai, dan memiliki kemampuan resolusi konflik.

“Jika kemampuan perempuan seperti itu diberdayakan untuk yang lebih besar lagi, maka dia memiliki kemampuan untuk menjaga keberagaman,” kata Rerie dalam dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Peran Wanita dalam Merawat Keberagaman Bangsa” di Media Center MPR/DPR, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Jumat (4/12/2020). Turut berbicara dalam diskusi ini Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga, dan Direktur Wahid Institute Zannuba Arifah Chafsoh Abdurrahman Wahid.

Menurut Rerie, ada karakteristik yang memang secara lahiriah dimiliki perempuan Indonesia, yaitu kemampuan mengakomodir dan mengayomi keluarga, termasuk mengakomodir perbedaan yang yang terjadi dalam keluarga. Secara nature, perempuan memiliki kemampuan untuk melakukan resolusi konflik dalam keluarga.

Rerie mencontohkan secara sederhana seorang ibu bisa dengan tenang menyelesaikan masalah ketika terjadi konflik antara kakak dengan adik. Penyelesaian konflik itu larinya ke ibu, bukan ke bapak. “Ibu menjadi pengayom dan pemersatu serta memainkan peran menyelesaikan konflik,” ujarnya.

“Jadi by nature, perempuan Indonesia sudah memiliki kemampuan itu. Ketika kemampuan ini diberdayakan dan digunakan untuk yang lebih besar lagi, maka dia memiliki kemampuan untuk menjaga keberagaman,” imbuh Rerie.

Mengutip Musdah Mulia, Rerie juga menyebutkan perempuan Indonesia memiliki insting keibuan yang memungkinkan dirinya lebih mudah menjalani tugas-tugas merawat kebhinnekaan, menjaga keberlangsungan hidup, dan meredakan konflik, serta memelihara perdamaian. “Jadi by nature, perempuan sudah seperti itu,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Rerie, dari catatan sejarah perempuan-perempuan Indonesia mampu menghadirkan model kepemimpinan yang sejuk, mengutamakan cara-cara damai, empati, dan bisa memberikan penghargaan kepada mereka yang berbeda dan termajinalkan.

“Ini ada bukti dan catatan sejarahnya. Selain keberagaman, perempuan-perempuan juga bisa menjadi penggerak khususnya membangkitkan kepedulian kepada orang-orang yang tersingkirkan,” katanya.

Rerie juga menyebutkan Yenny Wahid yang telah memaikan peran sebagai pemersatu keberagaman. “Yenny Wahid adalah contoh bagaimana perempuan memainkan peran khususnya dalam masalah yang berhubungan dengan keberagaman dan perbedaan. Kalau kita bisa lebih banyak memberikan ruang atau bisa mengajak perempuan-perempuan yang memiliki kemauan dan kemampuan seperti itu, saya yakin perempuan bisa mengambil peran dalam menjaga kebhinnekaan dan keberagaman,” tandasnya.

Sementara itu Zannuba Arifah Chafsoh Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Yenny Wahid setuju perempuan harus diberdayakan dan dikuatkan. “Perempuan juga harus difasilitasi dan dibantu untuk bisa maju,” ujarnya.

Yenny Wahid menjelaskan agama telah memberikan ruang untuk kesamaan gender. Dalam agama Islam sangat jelas bahwa laki-laki dan perempuan sama. Ada ayat dalam Al-Qur’an yang intinya berisi kesetaraan gender.

“Dalam ayat itu Allah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama. Artinya peran laki-laki dan perempuan sama di mata agama. Terjadinya perbedaan laki-laki dan perempuan di masyarakat saat ini adalah karena adanya konstruksi sosial yang dibuat manusia,” jelasnya.

Sementara Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga juga menyebutkan bahwa konstruksi sosial telah menempatkan perempuan dalam posisi lebih rendah dari laki-laki.

“Saat ini perempuan masih dikategorikan sebagai kelompok rentan. Kerentanan ini karena konstruksi sosial yang menempatkan perempuan dalam posisi yang rendah dari laki-laki. Kondisi bias gender ini membawa perempuan dalam berbagai permasalahan seperti stigmatisasi, stereotype, bahkan marginalisasi,” katanya.

Padahal, menurut Bintang Puspayoga, perempuan harus diberikan kesempatan untuk berperan aktif pada semua sektor pembangunan. “Peran aktif perempuan menjadi penting karena perempuan adalah penopang hidup bangsa, dimulai dari keluarga perempuan berperan sebagai manajer keluarga, di sektor ekonomi perempuan adalah setengah dari potensi sumber daya manusia, pada sektor sosial perempuan memiliki sensitivitas dan potensi yang luar biasa dalam menanggulangi berbagai masalah sosial, seperti konflik atau bencana, begitu juga pada sektor politik, keterwakilan perempuan berarti mengedepankan pengambilan keputusan yang inklusif dan setara,” paparnya.

KEYWORD :

Kinerja MPR Rerie Empat Pilar Perempuan Indonesia Keberagaman




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :