Sabtu, 20/04/2024 13:18 WIB

Kasus Suap Ekspor Benur, KPK Gandeng PPATK Telusuri Aliran Duit Edhy Prabowo

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, pihak-pihak tersebut antara lain, pihak Pebankan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Juru Bicara KPK, Ali Fikri

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggandeng pihak-pihak lain untuk menelusuri aliran duit suap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait kasus perizinan ekspor benih lobster atau benur.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, pihak-pihak tersebut antara lain, pihak Pebankan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Tentu KPK akan melibatkan pihak lain termasuk pihak perbankan maupun PPATK dalam penelusuran dugaan aliran dana dalam perkara tersebut," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (2/12).

Ali juga menegaskan, akan menelusuri dan mengembangkan penyidikan kasus ini serta pengumpulan alat bukti guna menemukan adanya aliran uang suap ke pihak lainnya.

"Terkait aliran dana dugaan suap, kami memastikan akan menelusuri dan mengembangkan lebih lanjut dalam proses penyidikan dan pengumpulan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang akan dipanggil KPK," katanya.

Sebelumnya, Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya pasti akan selalu berkoordinasi untuk menangani perkara korupsi, termasuk kasus Edhy Prabowo.

"Nanti KPK tentu akan menyampaikan permintaan kepada kita mengenai apa-apa saja yang perlu diketahui dari aliran dana tersangka," kata Dian, Jumat (27/11).

Ia menyatakan, PPATK secara otomatis sudah melakukan analisis dan pemeriksaan begitu terjadi kasus suap seperti yang menimpa Edhy Prabowo.

"Tapi PPATK sudah mulai melakukan analisis, dan pada waktunya akan melakukan pemeriksaan," ungkap dia.

Dalam perkara ini KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Dimana, enam orang sebagai penerima suap. Diantaranya,  yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT Aero Citra Kargo bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, AS.

Ia diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

KEYWORD :

KPK Ekspor Benih Lobster Edhy Prabowo PPATK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :