Selasa, 23/04/2024 23:49 WIB

KontraS Sumut Ungkap 5 Cacat Hukum Penangkapan MHB Aktivis Tolak UU Cipta Kerja

Aksi unjuk rasa Tolak UU Cipta Kerja (8/10/20) yang dilakukan di berbagai titik di Kota Medan berujung pada kericuhan hingga terjadinya pengrusakan mobil milik Dinas PU Provinsi Sumatera di depan Kampus

Massa aksi demonstrasi di depan polrestabes medan, minta temannya yang ditangkap Polisi dibebaskan, Medan, Sumatera Utara, Rabu (21/10/2020).

Medan, Jurnas.com - Aksi unjuk rasa Tolak UU Cipta Kerja (8/10/20) yang dilakukan di berbagai titik di Kota Medan berujung pada kericuhan hingga terjadinya pengrusakan mobil milik Dinas PU Provinsi Sumatera di depan Kampus ITM Jl. Gedung Arca Medan.

Belum jelas bagaimana awalnya kericuhan itu bisa terjadi sehingga massa menjadi terprovokasi dan nekat merusak mobil milik Dinas PU Provsu Utara tersebut.

Akibat kejadian itu Polrestabes Medan menetapkan 3 orang tersangka yakni MHB
(21), FH (25) dan JO (23). MHB sendiri sudah ditangkap oleh Polrestabes Medan
sementara dua orang lainnya masih dalam pengejaran kepolisian.

KontraS Sumut merilis ada beberapa fakta terkait dengan penangkapan MHB yang
dinilai cacat hukum hingga menjadi pemicu kericuhan pada aksi massa AKBAR SUMUT pada rabu (21/10/2020) di Bundaran SIB

Pertama, MHB ditangkap atas laporan Nomor LP/2510/X/2020/SPKT Restabes
Medan tanggal 8 Oktober 2020, karena diduga terlibat melakukan pengerusakan
Mobil milik Dinas PU Provsu pada aksi 8 Oktober di depan kampus ITM Medan.

"Dia tiba-tiba diciduk pada saat aksi damai massa AKBAR SUMUT berlangsung di
Bundaran SIB pada tanggal 21 Oktober 2020 dan di sangkakan Pasal 170 dan Pasal
406 KUHP," kata Staf Advokasi KontraS Sumut, Ali Isnandar kepada Jurnas.com, Sabtu (24/10/2020).

Kedua, terang Ali, pada saat melakukan penangkapan polisi tidak menunjukkan Surat Tugas dan Surat Perintah Penangkapan. Padahal MHB tidak dalam tertangkap tangan.

"Ketiga, polisi berdalih menangkap MHB karena khawatir tersangka mengulangi
perbuatannya dan memprovokasi aksi damai menjadi ricuh," ungkapnya.

Faktanya MHB duduk tertib di barisan massa, justeru akibat dari penangkapan sewenang-wenang itu massa
yang awalnya berunjuk rasa secara damai menjadi terprovokasi karena melihat MHB
ditangkap tanpa alasan yang jelas.

Keempat, kata lanjut Ali, Surat Perintah Penangkapan MHB diberikan kepada keluarganya pada tanggal 22 Oktober yaitu Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP/888/X/RES.1.10/2020/Reskrim tertanggal 21 Oktober 2020.

Terakhir kontaS menjelaskan kalau MHB membantah ikut melakukan pengrusakan, justeru kehadiran MHB melarang kawan-kawannya agar tidak melakukan pengrusakan.

"Dari fakta-fakta di atas, kami menilai penangkapan yang dilakukan terhadap MHB
sesungguhnya cacat hukum mengingat Surat Penangkapan seharusnya diberikan
pada MHB pada saat penangkapan dilakukan," ucap Ali

Kata Ali penangkapan tanpa surat penangkapan boleh saja dilakukan kepolisian berdasarkan Pasal 18 ayat (2) KUHAP hanya apabila tersangka tertangkap tangan. Semantara dalam kasus MHB dia tidak dalam tertangkap tangan.

“Jika dihitung, penangkapan dilakukan 14 hari sesudah kejadian. Dengan waktu yang
begitu panjang harusnya polisi sudah mengantongi Surat Tugas dan Surat
Penangkapan yang dapat ditunjukkan. Oleh karena penangkapan MHB tersebut cacat
hukum, sebaiknya kepolsian segera membaskannya," tegas Ali.

Ali Isnandar menambahkan, akibat dari penangkapan MHB tersebut, aksi damai
yang dilakukan AKBAR Sumut menjadi tercederai dan dinilai anarkis serta dicap
buruk oleh masyarakat umum. Padahal kericuhan itu akibat kepolisian yang tidak
profesional pada saat menjalankan tugasnya.

“Kami menduga kepolisian sengaja menangkap MHB di tengah aksi damai
berlangsung untuk merusak citra gerakan rakyat yang sedang memperjuangkan
haknya,” tutup Ali.

KEYWORD :

Aksi Demosntrasi UU Cipta Kerja MHB Sumut




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :