Jum'at, 19/04/2024 08:40 WIB

China Serukan Revolusi Hijau di depan Majelis Umum PBB

China akan mencapai puncak emisi karbon dioksida sebelum 2030 dan netralitas karbon sebelum 2060.

Presiden China, Xi Jinping, juga sekretaris jenderal Partai Komunis China Central Committee dan ketua Komisi Militer Pusat, menghadiri sebuah pertemuan besar dalam rangka memperingati 90 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di Aula Besar Rakyat Di Beijing, China, 1 Agustus 2017 ( Foto:Xinhua)

Washington, Jurnas.com - Presiden China, Xi Jinping mengumumkan rencana meningkatkan target kesepakatan iklim Paris negaranya dan menyerukan revolusi hijau di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Xi mengatakan, China akan mencapai puncak emisi karbon dioksida sebelum 2030 dan netralitas karbon sebelum 2060. Itu merupakan pertama kalinya penghasil karbon dioksida terbesar di dunia berjanji mengakhiri kontribusi bersihnya terhadap perubahan iklim.

"China akan meningkatkan Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (untuk perjanjian Paris) dengan mengadopsi kebijakan dan tindakan yang lebih kuat," kata Xi, mendesak semua negara untuk mengejar pemulihan hijau ekonomi dunia di era pasca-COVID.

Xi menyerukan tindakan multilateral terhadap perubahan iklim setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menyebut perjanjian iklim Paris sepihak dan mengkritik China karena menjadi sumber emisi karbon terbesar di dunia.

Todd Stern, utusan iklim AS di bawah pemerintahan Obama yang bekerja untuk menengahi perjanjian iklim bilateral dengan China pada 2014, mengatakan pengumuman itu merupakan langkah yang menggembirakan.

"Pengumuman hari ini Presiden Xi Jinping bahwa China bermaksud mencapai netralitas karbon sebelum 2060 adalah berita besar dan penting - semakin mendekati tahun 2050 semakin baik," katanya, tetapi mengatakan tujuan 2030 tidak akan cukup membuatnya sesuai jalur untuk target jangka panjang.

Trump menyebut perubahan iklim sebagai tipuan dan pada 2017 menarik AS keluar dari perjanjian Paris dengan pendekatan internasional untuk masalah tersebut. Mantan Wakil Presiden AS, Joe Biden memasukkan perubahan iklim dalam daftar krisis besar yang dihadapi Paman Sam.

Trump, yang membatalkan atau menghapus ratusan peraturan lingkungan, mengatakan Washington telah mengurangi emisi karbonnya lebih dari negara mana pun dalam perjanjian tersebut.

"Mereka yang menyerang catatan lingkungan luar biasa Amerika sambil mengabaikan polusi yang merajalela di China tidak tertarik pada lingkungan. Mereka hanya ingin menghukum Amerika. Dan saya tidak akan mendukungnya," kata Trump.

Pakar diplomasi iklim di Greenpeace, Li Shuo mengatakan janji iklim Xi, jelas merupakan langkah yang berani dan diperhitungkan dengan baik. "Ini menunjukkan minat Xi yang konsisten dalam memanfaatkan agenda iklim untuk tujuan geopolitik," katanya.

Pengumuman resmi tersebut juga disambut baik Uni Eropa, yang  bernegosiasi dengan China untuk menetapkan target netralitas karbon dan mengumumkan tanggal puncak. UE telah mendesak Beijing untuk memajukan tanggal tersebut menjadi 2025.

"Saya menyambut baik pengumuman Presiden Xi bahwa China menetapkan tanggal puncak emisi CO2 dan akan menjadi netral karbon sebelum tahun 2060," kata Wakil Presiden untuk European Green Deal, Frans Timmermans, menambahkan, setiap negara perlu meningkatkan target iklimnya.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro, seperti Trump, menggunakan pidatonya di PBB untuk mendorong kembali kritik internasional terhadap penanganan lingkungan negaranya, karena jumlah kebakaran di Amazon mencapai tertinggi 10 tahun, sementara kebakaran di lahan basah Pantanal adalah penyebab utama terburuk dalam catatan.

Pendukung lingkungan menyalahkan Bolsonaro karena memberanikan peternak ilegal dan spekulan tanah membakar lahan untuk penggunaan pertanian, tetapi dia mengatakan pertanian Brasil memberi makan 1 miliar orang di dunia dan memiliki perlindungan lingkungan yang kuat.

"Namun kami adalah korban dari salah satu kampanye informasi yang salah yang paling brutal tentang Amazon dan Pantanal," katanya, tanpa menjelaskan informasi apa yang salah. (Reuters)

KEYWORD :

China Xi Jinping Amerika Serikat Revolusi Hijau




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :