Selasa, 23/04/2024 19:41 WIB

Pustaka Akademika di Untirta Dukung Lahirnya UU Tentang MPR

Selain membedah skripsi, dalam acara Pustaka Akademika, itu juga dilaksanakan penandatanganan MoU antara Perpustakaan MPR dengan Untirta.

Kepala Biro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah, dalam acara Pustaka Akademika dan Penandatanganan MoU yang berlangsung di Auditorium Gedung B Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten pada Rabu (2/9). (Foto: MPR)

Banten, Jurnas.com - Dukungan terhadap  lahirnya Undang-Undang yang mengatur fungsi, tugas, kedudukan serta kewenangan MPR, terpisah dari DPR, DPD dan DPRD, seperti yang diatur dalam UU  Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 terus bertambah.

Dukungan itu, salah satunya muncul dalam acara Pustaka Akademika yang berlangsung di Auditorium Gedung B Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten pada Rabu (2/9).

Pustaka Akademika di Untirta, itu membahas skripsi berjudul “Konstitusionalitas Pembentukan Undang-Undang Kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Sebagai Bentuk Pengejawantahan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Ikut hadir pada acara tersebut, Kepala Biro Humas MPR Siti Fauziah, SE, MM, Wakil rektor  III Untirta, Dr. H. Suherna SP. MS, serta Dekan FH Untirta Dr. Agus Prihartono, PS, SH., MH, para dosen serta mahasiswa Untirta Serang Banten.

Selain membedah skripsi, dalam acara Pustaka Akademika, itu juga dilaksanakan penandatanganan MoU antara Perpustakaan MPR dengan Untirta. Penandatanganan MoU kedua pihak diwakili oleh Karo Humas MPR Siti Fauziah dan Dekan FH Untirta Agus Prihartono.

Sebelumnya pada sesi pembukaan acara tersebut, dalam sambutannya kepala Biro Humas MPR Siti Fauziah mengatakan, MPR terbuka melakukan kerjasama dengan semua pihak, termasuk perguruan tinggi baik swasta maupun negeri.

"Dalam kondisi seperti sekarang MPR memang membatasi kegiatannya, dengan tujuan ikut mencegah penyebaran Covid 19. Kalaupun tetap dilaksanakan seperti di Untirta, pelaksanaannya harus memperhatikan protokol kesehatan," kata Siti Fauziah menambahkan.

Dalam paparannya, Restu Gusti Monitasari, SH, selaku penulis skripsi mengatakan, fungsi dan tugas MPR terkesan menjadi rancu, karena diatur dalam satu UU yang sama dengan DPR DPD dan DPRD. Seolah olah, antara MPR dengan tiga lembaga lainnya, itu memiliki fungsi, tugas dan peran yang sama. Padahal, antara MPR dengan DPR, DPD serta DPRD sangat berbeda.

"Seperti halnya Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, BPK serta Komisi Yudisial, seharusnya MPR juga diatur secara terpisah dari DPR, DPD dan DPRD, dalam undang-undang tersendiri.  Ini sesuai dengan perintah pasal 2 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945," kata Restu Gusti menambahkan.

Pengaturan MPR bersama lembaga lain, khususnya DPRD menurut Restu merupakan kerancuan yang sangat nyata. Pasalnya, DPR bukanlah lembaga legislatif, seperti halnya DPR, yang memiliki kewenangan pembuatan UU.

Sebaliknya DPRD merupakan bagian dari pemerintah daerah, yang salah satu tugasnya adalah menyusun peraturan daerah. Karena itu, sebaiknya DPRD tidak diatur dalam UU tentang MD3. Karena itu sudah tepat jika DPRD diatur dalam UU Kewenangan Pemerintah Daerah.

Pembentukan UU tentang MPR adalah konstitusionalitas untuk memisahkan dengan lembaga negara yang lain. Karena MPR memang memiliki tugas dan wewenang yang berbeda dengan lembaga negara lainnya," kata Restu menambahkan.

Berdasarkan berbagai alasan tersebut, menurut Lia pengaturan MPR menggunakan UU tersendiri terpisah dari lembaga negara lain, merupakan amanat konstitusi. Sebagaimana perintah UUD NRI Tahun 1945.

Bahkan, perpustakaan MPR juga terbuka membedah hasil skripsi para mahasiswa, selama berkaitan dengan tugas fungsi dan kewenangan MPR. Apalagi, jika acara tersebut bisa bermanfaat bagi perkuliahan para mahasiswa.

 

KEYWORD :

Kinerja MPR Siti Fauziah Pustaka Akademika Untirta




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :