Jum'at, 26/04/2024 06:20 WIB

Debat Erick Thohir Vs Adian Dinilai Tak level

Tulisan yang dilontarkan Adian Napitupulu tentang silang sengkarut pengelolaan BUMN yang sedang dilakukan oleh Menteri Negara BUMN Erick Thohir menjadi berkepanjangan.

Menteri BUMN, Ercik Thohir dan Adian Napitupulu

Jakarta, Jurnas.com - Tulisan yang dilontarkan Adian Napitupulu tentang silang sengkarut pengelolaan BUMN yang sedang dilakukan oleh Menteri Negara BUMN Erick Thohir menjadi berkepanjangan. Di dunia maya bahkan banyak beredar ide untuk menggelar debat antara Erick Thohir dan Adian.

Banyak yang mendukung bahkan memanas-manasi agar debat itu dilakukan secara terbuka di media massa, namun banyak pula yang memandangnya tidak perlu. Salah satu yang memandangnya tidak perlu adalah mantan Wakil Direktur Saksi TKN Jokowi-Ma’ruf Amin, Anas Nasikhin.

"Ngga perlu itu, ngga level," ujar Anas, kepada wartawan di Jakarta, Senin (6/7).

Dari sisi posisi, Erick Thohir merupakan mantan Ketua TKN, sedang Adian Napitupulu merupakan salah satu jubir TKN. Ibarat antara pimpinan dan anak buah, tidak apple to apple.

Terlepas dari itu, secara konten apa yang dipaparkan oleh Adian adalah soal-soal lama yang sudah tuntas dibahas di internal TKN, dan bahkan sudah menjadi bahan kampanye terbuka Jokowi-Amin yang terbukti mampu mematahkan logika Prabowo-Sandi. Salah satunya soal hutang luar negeri.

"Ini isu lama pada saat Pilpres dimunculkan oleh lawan Jokowi, dan dengan lugas dijawab oleh jubir-jubirnya Pak Jokowi pada saat itu," ujarnya

Saat ini hutang Indonesia merupakan terkecil No 2 di Asean, tetapi mampu membangun infrastruktur di seluruh Indonesia. Ketika Jokowi-JK menjabat di tahun 2014, telah dibebankan hutang dari pemerintahan sebelumnya sebesar Rp 2.608,8 triliun. Jika per Juli 2018 utang pemerintah tercatat Rp 4.253,02 triliun, maka sebenarnya utang pemerintah era Jokowi-JK hanya Rp1.644,22 triliun.

Disamping itu, selama kurun waktu 2014-2018, pemerintah telah membayar hutang jatuh tempo sebesar 1.628 triliun. Maka bisa dibilang hutang era Jokowi-JK itu hanya Rp 16 Triliun dalam 4 tahun kepemimpinannya.

"Hutang segitu tapi mampu membangun dimana-mana. Sudah begitu, rasio hutang terhadap PDB Indonesia adalah terkecil di dunia, apa nggak hebat Pak Jokowi?" tegasnya.

“Bang Adian tahu itu. Jadi kalo sekarang tiba-tiba dia gunakan isu ini buat nyerang Pak Erick kan gol bunuh diri itu namanya," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, ia menyarankan, agar Adian bantu berfikir bagaimana mengejawantahkan gagasan menyelesaikan persoalan hutang yang sudah dirumuskan saat kampanye yang lalu. Menurutnya, hal itu akan lebih produktif.

Ketika dimintai pendapat tentang munculnya kembali isu dwi fungsi ABRI saat ada sejumlah personel TNI/Polri masuk ke jajaran direksi maupun komisaris BUMN, aktivis NU ini menyebut terlalu jauh dan terkesan dipaksakan.

Ia menjelaskan, pengertian dwi fungsi ABRI secara resmi termaktub dalam Pasal 6 UU no. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI yang menegaskan: “Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia mengemban Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yaitu sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara dan kekuatan social politik.”

Dalam pelaksanaannya saat itu, militer benar-benar menguasai jabatan politik, baik di eksekutif maupun legislatif. Di eksekutif militer mewarnai dari kementerian, gubernur, hingga bupati dan walikota; bahkan eselon satu di semua tingkat pemerintahan.

Dilegislatif ABRI memiliki jatah kursi di DPR hingga DPRD tanpa melalui proses pemilu. Di partai politik ia mewarnai partai Golkar dari pusat sampai daerah. Demikian pula di bidang bisnis, militer memenuhi instansi usaha dari hulu ke hilir.

Pasca reformasi kekuatan social politik ABRI telah dipangkas sedemikian rupa melalui paket undang-undang politik. Secara konseptual TNI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dipisahkan dari Polri yang bertugas menjaga ketertiban masyarakat, tak ada lagi jatah kursi di DPRD maupun DPR RI, dihilangkannya hak politik memilih bagi TNI/Polri, dan kewajiban mundur dari jabatan militer apabila mencalonkan diri menjadi anggota legislatif maupun eksekutif.

Ia menerangkan, penugasan TNI dan Polri di pemerintahan juga dibatasi hanya dibidang yang terkait dengan pertahanan dan keamanan. Apalagi di dunia bisnis, kekuatan militer yang dulu dikendalikan secara tertutup oleh induk koperasi-induk koperasi militer kini telah habis.

“Peran sosial politik militer dalam dwi fungsi telah benar-benar diamputasi di masa reformasi ini. Jadi suasananya jauh berubah dari situasi di masa Orde Baru dulu," jelas pria yang sering dipanggil Anas ini.

Saat ini TNI benar-benar tinggal memerankan bidang pertahanan dan keamanan. Hanya saja yang perlu dimengerti, di dalam militer itu dikenal adanya fungsi combatan dan non-combatan. Dalam situasi perang asimetris seperti sekarang ini, perang tidak hanya berwujud serangan fisik saja, tetapi berbagai ancaman terselubung justru lebih berbahaya.

Masuknya kekuatan-kekuatan asing ke wilayah “frontier” melalui kekuatan ekonomi, pendidikan dan budaya justru merupakan gerakan non-combatan yang penting untuk diwaspadai.

“Karenanya penting untuk memasukkan unsur TNI/ Polri di BUMN karena teman-teman itu yang lebih paham tentang konsepsi pencegahan ancaman pertahanan negara melalui berbagai modus non-combatan tadi," ujar lulusan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Lemhannas RI ini.

Apakah tidak bertentangan dengan peraturan? Sejauh memahami UU No 34 tahun 2004 dan Kepres No 63 tahun 2004 dengan kaca pandang yang holistik pasti akan dapat memahami bahwa dasar kebijakan pengangkatan personel TNI/ Polri di sejumlah BUMN tersebut tidak melanggar aturan.

Terakhir, mengenai pengangkatan beberapa kader milenial menjadi komisaris BUMN yang sempat dipersoalkan oleh Adian Napitupulu, Anas meminta untuk berdebat dengan para kader milenial tersebut.

“kalo Bang Adian menyangsikan kemampuannya, silahkan saja dia berdebat sama kader-kader milenial itu," tegasnya.

Mantan koordinator bidang pelatihan saksi TKN ini mengingatkan agar semua pihak tetap tenang, utamanya dari kalangan partai pro pemerintah maupun relawan.

“Kami sudah banyak diskusi dengan para relawan sejati yang mendukung pak Jokowi dengan hati dan visi. Pada umumnya mereka memahami langkah Pak Erick selama ini. Hanya beberapa relawan saja yang teriak karena ekspektasinya sendiri yang terlalu tinggi atau kehilangan kursi. Masih banyak di luar sana kawan-kawan relawan yang tetap sehati karena berfikir bagaimana menyelamatkan visi besar pak Jokowi hingga akhir periode nanti," pungkasnya.

KEYWORD :

Warta DPR Adian Napitupulu Menteri BUMN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :