Jum'at, 26/04/2024 04:58 WIB

100 Hari Pemerintahan Jokowi, HAI Desak Menteri Agama Dievaluasi

Menteri Agama yang seharusnya menjadi menteri bagi semua agama di Indonesia, hanya sibuk mengurusi hal-hal tidak berfaedah mengenai tetek bengek suatu agama

Haidar Alwi

Jakarta, Jurnas.com - Selama 100 hari pemerintahanya Jokowi Widodo -KH Ma`ruf Amin dan Kabinet Indonesia Maju, banyak hal yang sudah dilakukan dan tidak sedikit pula yang mesti dievaluasi serta dibenahi.

Menurut aktivis anti radikalisme dan intoleransi dari Haidar Alwi yang mendirikan Haidar Alwi Institute (HAI), salah satu kementerian yang harus disoroti kinerjanya adalah Menteri Agama Fachrul Razi.

"Sejak dilantik pada Rabu (23/10/2019) yang lalu, sensasi dan kontroversi yang dilakukan Fachrul Razi lebih menonjol ketimbang kerja nyata yang dilakukannya," ujar Haidar Alwi, Senin (3/2/2020).

Menurut Haidar, sosok Fachrul Razi yang awalnya diharap dapat menumpas intoleransi, radikalisme, dan terorisme, justru mencerminkan hal sebaliknya. 

Tidak hanya penunjukannya yang sempat menjadi pro-kontra, tapi juga pernyataan, kebijakan maupun tindakannya selama menjabat sebagai Menteri Agama seringkali menuai polemik dan kegaduhan.

"Menteri Agama yang seharusnya menjadi menteri bagi semua agama di Indonesia, hanya sibuk mengurusi hal-hal tidak berfaedah mengenai tetek bengek suatu agama," jelas Haidar. 

"Bayangkan! Pejabat negara setingkat menteri mengurusi cara berpakaian kelompok tertentu yang dikaitkan dengan kadar paparan radikalisme? Sungguh tidak berdasar dan sebuah kebijakan konyol," ungkapnya.

Ia melanjutkan, menteri agama yang berlatar belakang militer ini merestui perpanjangan izin ormas radikal yang ditentang banyak pihak.

Beruntung, ujar Haidar, terkait hal ini bukan semata wewenang Menteri Agama, tapi juga Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

"Andaikan tidak di-rem oleh Mendagri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Mahfud MD, mungkin Fachrul Razi telah dikutuk oleh sebagian besar bangsa Indonesia yang anti terhadap intoleransi, radikalisme, dan terorisme," jelasnya.

Haidar merasa, barangkali juga arwah para pahlawan yang gugur demi NKRI dalam bingkai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, meneteskan air mata karena perjuangannya dinodai begitu saja.

Selepas itu, lanjutnya, ada pula kontroversi Fachrul Razi tentang do`a berbahasa Inggris, khotbah tanpa salawat dan yang terakhir soal pemulangan WNI eks-kombatan ISIS dari Timur Tengah.

"Memang bukan isu dan wacana baru, tapi kasus terakhir sangatlah serius dan tidak boleh sembarangan karena yang dipulangkan itu bukan barang melainkan manusia yang telah dicuci otaknya dengan paham-paham radikal bahkan telah menjadi teroris," tegasnya.

Haidar pun mempertanyakan, bukankah Fachrul Razi sendiri pernah mengatakan bahwa hanya butuh dua jam untuk membangun radikalisme. Sedangkan untuk mengembalikan orang-orang radikal yang otaknya telah diracuni, dua tahun pun tidak akan cukup.

"Seakan lupa entah tak paham apa yang telah diucapkannya, atau merasa dirinya memegang kendali atas semua kewenangan, hingga Fachrul Razi dengan gampangnya ceplas-ceplos masalah yang menjadi tanggungjawab beberapa kementerian dan instansi," ungkap Haidar Alwi.

Lebih tegas, ia mengatakan agar Fachrul Razi jangan karena seorang Jenderal (purnawirawan) lantas seenaknya saja berbicara melangkahi BNPT, POLRI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial dan lembaga atau instansi lainnya.

"Fachrul Razi yang notabene berlatarbelakang militer seyogyanya menyadari potensi ancaman di balik kebijakan pemulangan 600 WNI eks-kombatan ISIS ini," ungkap Haidar.

Dengan situasi sekarang sebagai menteri agama saat ini, Haidar bertanya, apa yang sudah dilakukan Menag untuk menghantam paham dan kelompok yang bertentangan dengan Pancasila? Apa yang telah anda perbuat untuk harmonisasi kehidupan antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara?

Labtas, jelas Haidar, konflik SARA yang dalam beberapa tahun terakhir menggerogoti kebhinnekaan, bahkan ada yg sdh hampir sepuluh tahun, kasus Syiah Sampang dan lainnya sudahkah mereda?

Haidar juga bertanya, tidak sedikit saudara-saudara kita minoritas tidak bisa beribadah laiknya warga negara yang merdeka, sudahkah ada solusinya? Apalagi masih hangat kasus pengrusakan mushalla di Minahasa. "Anda bisa apa?" tanya Haidar.

Alih-alih menyelesaikan masalah, Haidar menyebut yang ada malah ancaman terorisme di sejumlah titik tidak terhitung lagi. Bahkan, jelasnya, se-elit Wiranto pun telah merasakan perihnya tusukan kelompok radikal tersebut.

"Ideologi radikal bukan menyangkut keamanan satu atau sekelompok orang saja. Akan tetapi menyangkut segenap bangsa dan rakyat Indonesia," jelas Haidar Alwi.

"Kini, setelah pemulangan 600 WNI eks-kombatan ISIS viral dan terlanjur menuai kegaduhan, barulah anda mengklarifikasinya secara lengkap," tambahnya.

"Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada arti. Pikir itu pelita hati, Pak Menteri," cetus Haidar lagi.

Baginya, mustahil mewujudkan Visi Indonesia Maju yang menjadi cita-cita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma`ruf Amin, bila cara berpikirnya "se-level" Fachrul Razi.

"Jika saat ini Presiden Jokowi diharuskan mencopot menterinya karena ketidakbecusan, nama Fachrul Razi laik berada pada urutan paling depan," lanjutnya.

Terakhir, Haidar Alwi mengatakan tak ada kinerja yang membanggakan, hanya penuh dengan kekecewaan.

"Kalau pun ada, hanya sensasi dan kebanggaan seorang Facrul Razi atau loyalisnya sendiri, bukan kebanggaan rakyat dan kontroversi bangsa Indonesia," tuntas Haidar Alwi.

KEYWORD :

Menteri Agama 100 Hari Kabinet Indonesia Maju




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :