Kamis, 25/04/2024 07:47 WIB

Petani Sebut Pembatasan Impor Tembakau Upaya Mematikan Produksi Lokal

Luas tembakau dalam negeri hanya sekitar 200 ribu hektare dengan produksi 160-180 ribu ton.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno usai menghadiri Desiminasi Hasil Kajian Kemitraan dalam Pertanian Tembakau di Jakarta Selatan, Jumat 17 Januari 2020 (Foto: Supi)

Jakarta, Jurnas.com - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), menilai pembatasan impor tembakau yang diberlakukan pemerintah adalah upaya untuk mematikan seluruh produksi lokal.

Begitu kata ketua Umum APTI, Soeseno kepada jurnas.com di sela acara Desiminasi Hasil Kajian Kemitraan dalam Pertanian Tembakau di Ruang Serba Guna APINDO, Jakarta Selatan, Jumat (17/1).

Soeseno menegaskan, impor tembakau sangat dibutuhkan. Pasalnya, luas tembakau dalam negeri hanya sekitar 200 ribu hektare dengan produksi 160-180 ribu ton.

Tembakau yang paling dibutuhkan petani untuk komposisi rokok ada tiga jenis, yaitu virginia, burley, dan oriental. Tembakau itu hanya sedikit diproduksi lokal.

Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, pada 2015, 997 hektare tembakau burley ditanam di Lumajang, Jawa Timur.

Jenis virginia sekitar 28.949 ha di Lombok, Nusa Tenggara Timur. Oriental tidak ada sama sekali. Yang ada semi oriental di Madura, Jawa Timur Tembakau oriental diimpor dari Turki.

Pemerintah membatasi impor tembakau harus setengah dari produksi atau setara 2:1. Dengan perbandingan seperti itu, Soeseno menjelaskan, berarti produksi dalam negeri diserap semua dan sisanya diimpor.

"Saya dan teman-teman berasumsi, jangan-jangan pembatasan impor memang keinginan untuk membatasi seluruhnya produksi lokal," tegasnya Soeseno.

"Kalau 240 tersedia, 160 produksi terserap, 80 ton impor, ya habis. Pabrik rokok cuman biasa jualan 240 miliar batang. Padahal sekarang butuh 303 miliar batang. Hampir hilang 100 miliar. Ngeri itu," sambungnya.

KEYWORD :

Petani Tembakau Soeseno Tembakau Impor




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :