Selasa, 16/04/2024 21:39 WIB

Ramai-ramai "Gugat" UU KPK 2019

Tak hanya Laode yang ajukan uji materi secara pribadi. Begitu juga pimpinan lainnya, yakni Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jakarta, Jurnas.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif mengemukakan, Undang-undang KPK revisi bernomor 19 tahun 2019,  dianggap banyak cacat dari segi formal proses pengesahannya. Pasalnya, tidak melibatkan konsultasi publik.

Atas sebagian dasar itulah, dia akan akan mengajukan uji materi formal dan material  ke Mahkamah Konstitusi.  "Salah satunya proses pembahasan itu dilakukan secara terburu-buru. Kedua, tidak melibatkan konsultasi publik," ujarnya, Rabu (20/11).

Dikatakan Laode lagi, KPK tidak mendapatkan daftar inventaris masalah (DIM) dari proses pengesahan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Padahal, seharusnya berhak mengetahui.

KPK sebagai stakeholder utama dari UU KPK tidak diperlihatkan DIM. Tidak hanya itu saja, tidak ada naskah akademis dari UU itu. Juga tidak masuk juga di dalam Prolegnas," ujar Laode.

Dia  menyoroti sisi formal dari pengesahan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dari uji materi di MK. Sebab, dari situ yang memunculkan persoalan di sisi material. "Karena proses formalnya tidak sesuai aturan, maka akhirnya banyak kesalahan di material," ucap dia.

Sedangkan dari sisi materialnya, dapat pasal yang saling berbenturan di UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. "Pada  pasal 69d, menyatakan bahwa sebelum terbentuknya Dewan Pengawas, berlaku UU lama. Namun, di Pasal 70c mengatakan, setelah UU berlaku, maka berlaku UU sekarang," jelas dia.

Yang disoroti juga, tentang tugas Dewan Pengawas KPK yang muncul setelah disahkannya UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Menurut Laode, tugas Dewan Pengawas sudah seperti tugas para pimpinan KPK.

Tak hanya Laode yang ajukan uji materi secara pribadi. Begitu juga pimpinan lainnya, yakni Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. Di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Rabu (20/11), pimpinan KPK itu mengajukan permohonan bersama sepuluh tokoh pegiat antikorupsi.

Seperti Erry Riyana Hardjapamekas, Mochamad Jasin, Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini Hadad.  "Kami didukung 39 lawyer, kemudian pengajunya juga cukup banyak, antara lain kami bertiga secara pribadi. Kemudian Pak Jasin," ujar Agus.

KEYWORD :

Demo Mahasiswa Undang-undang KPK Komisi Pemberantasan Korupsi Mahkamah Konstitusi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :