Sabtu, 20/04/2024 14:33 WIB

Aktivis yang Ditahan di Bahrain Tak Diizinkan Berobat

Pejabat Bahrain tidak memberikan perawatan medis yang memadai terhadap para aktivis politik yang ditahan.

Foto menunjukkan pemandangan narapidana di Penjara Jau yang terkenal kejam, di selatan Manama, Bahrain. (Foto melalui Twitter)

Manamah, Jurnas.com - Human Rights Watch (HRW) dan Institut Bahrain untuk Hak dan Demokrasi (BIRD) yang berpusat di Inggris mengecam para pejabat Bahrain tidak memberikan perawatan medis yang memadai terhadap para aktivis politik yang ditahan.

Dua pembela hak asasi manusia yang ditahan serta serta anggota keluarga dari empat aktivis oposisi yang dipenjara, mengatakan kepada HRW dan BIRD, otoritas penjara sewenang-wenang menolak perawatan medis darurat bagi para tahanan, menolak untuk merujuk mereka ke spesialis, tidak mengungkapkan hasil pemeriksaan medis, dan pemotongan obat sebagai bentuk hukuman.

Keluarga Abduljalil al-Singace yang berusia 57 tahun, akademisi yang merupakan juru bicara Gerakan Haq untuk Kebebasan dan Demokrasi yang dibubarkan, mengatakan kesehatannya memburuk secara signifikan selama mendekam di balik jeruji.

Putri Singace mengatakan, mengunjungi dokter penjara pada 28 Agustus, untuk pertama kalinya sejak 2017. Permintaan sebelumnya untuk perawatan medis karena sakit leher dan punggung yang dikatakan keluarganya sebagai akibat dari penyiksaan ditolak.

Selain itu, petugas penjara tidak mengijinkan pemeriksaan sel darah putih yang dia butuhkan sebagai akibat dari komplikasi yang dideritanya karena mogok makan yang berkepanjangan pada tahun 2015.

Pada 28 Agustus, dokter penjara merekomendasikan agar Singace mengunjungi spesialis jantung di Rumah Sakit Pasukan Pertahanan Bahrain (BDF). Pihak berwenang penjara menolak membawanya karena asalan korban enggan mengenakan seragam penjara atau memakai belenggu.

Sementara itu, putra Hassan Mushaima, kepala al-Haq, yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 22 Juni 2011 karena kegiatan politiknya mengatakan, skrining terakhir untuk ayahnya yang pulih dari limfoma terjadi pada Agustus 2018, setelah mogok makan 46 hari di London.

"Aktivis Bahrain yang dipenjara tidak menerima hasilnya sampai April 2019. Pihak berwenang penjara berjanji untuk melakukan penyaringan lagi pada Agustus, tetapi belum melakukannya, kata keluarga Mushaima.

Mushaima, 71, membutuhkan tes skrining setiap enam bulan.

Putranya mengatakan, pihak berwenang secara rutin membantah ayahnya melakukan perawatan medis khusus untuk penyakit kronisnya, yaitu diabetes, tekanan darah tinggi dan asam urat.

Ribuan pengunjuk rasa anti-rezim menggelar demonstrasi di Bahrain hampir setiap hari sejak pemberontakan rakyat dimulai di negara itu pada pertengahan Februari 2011.

Mereka menuntut agar rezim Al Khalifah melepaskan kekuasaan dan memungkinkan sistem adil yang mewakili semua warga Bahrain berdiri tegak.

Manama  berusaha keras untuk menekan tanda-tanda perbedaan pendapat. Pada 14 Maret 2011, pasukan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dikerahkan untuk membantu Bahrain dalam penumpasannya.

Pada  5 Maret 2017, parlemen Bahrain menyetujui persidangan warga sipil di pengadilan militer dalam suatu tindakan yang dikecam para pegiat HAM sebagai sama saja dengan pengenaan undang-undang darurat militer yang tidak diumumkan di seluruh negeri.

Raja Bahrain Raja Hamad bin Isa Al Khalifah meratifikasi amandemen konstitusi pada 3 April 2017.

KEYWORD :

Human Rights Watch Tahanan Bahrain Aktivis Bahrain Timur Tengah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :