Kamis, 25/04/2024 22:30 WIB

Sendunya Puisi Menag Mengenang Mbah Moen

Puisi tersebut dibacakan oleh Menag Lukman, saat memperingati 40 hari wafat Kiai Maimoen atau yang akrab dipanggil Mbah Moen, di Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah pada Sabtu (14/9) malam.

Almarhum Mbah Moen. (Foto : Jurnas/Fb Anas Syahrul Alimi).

Jakarta, Jurnas.com – `Rasanya Baru Kemarin`, demikian judul puisi yang dibacakan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, untuk mengenang wafatnya KH Maimoen Zubair, yang tutup usia di Mekah, Arab Saudi, pada 6 Agustus 2019 lalu.

Puisi tersebut dibacakan oleh Menag Lukman, saat memperingati 40 hari wafat Kiai Maimoen atau yang akrab dipanggil Mbah Moen, di Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah pada Sabtu (14/9) malam.

Menteri Lukman merupakan salah satu orang yang ikut mengurus prosesi pengurusan dan pemakaman jenazah Mbah Moen di Mekah.

Dia diketahui membawa jenazah almarhum dari Rumah Sakit An Nor ke Mighsalah (tempat pemandian) Al Muhajirin di Khalidiyah, memandikannya, lalu menyemayamkan di Daker Makkah sebelum disalatjenazahkan di Masjiidl Haram dan dimakamkan di Jannatul Ma`la.

Pengalaman ini meninggalkan kesan dan kerinduan mendalam bagi Menag. Hingga kesan dan kerinduan tersebut lalu dia tuangkan dalam sebuah puisi bertajuk `Rasanya Baru Kemarin`.

RASANYA BARU KEMARIN..

oleh: Lukman Hakim Saifuddin

Rasanya baru kemarin,

Kabar duka itu datang bertubi

Memenuhi grup-grup WA dan japri

Bertebaran banyak sekali

Di media online dan media sosial pun tak terkecuali

 

Rasanya baru kemarin,

Setelah subuhan itu terasa begitu lemas

Membaca kabar duka yg datang deras

Kuterbenam dalam bayang-bayangnya yg melintas bebas

Namun seketika datang dorongan untuk segera bergegas

 

Rasanya baru kemarin,

Pengemudi setiaku memacu mobilnya secepat dia bisa

Mengarungi lajur dan jalur jalanan kota

Berpacu dengan mentari pagi yang tak kunjung tampakkan sinarnya

Menuju RS An-Nur di Mekkah di daerah Al-Hijra

 

Rasanya baru kemarin,

Tiba di sana langsung dikerubuti jemaah haji kita

Kusibak kerumunan jemaah tuk mengenali yang bisa kutanya

Lalu dibawanya aku ke pintu yang ketat dijaga

Memasuki suatu ruang yang tak setiap orang bisa berada di dalamnya

 

Rasanya baru kemarin,

Dalam ruangan itu kusaksikan deretan laci-laci besi kekar

Bertingkat berjenjang berbanjar berjajar

Dan dalam deretan laci bagian tengah pada tingkatan dasar

Terbujur di sana dengan tenang Kiai Bangsa ulama besar

 

Rasanya baru kemarin,

Kuberlutut menatap wajah teduhnya

dengan mata basah dan bibir bergetar

Kutatap wajahnya tersenyum berbinar

Wajah yang begitu teduh pancarkan sinar

Doa kupanjatkan disertai istighfar

 

Rasanya baru kemarin,

Berbagai kalangan menghubungiku memberi saran

Beberapa kiai meminta jenazah dibawa ke Tanah Air untuk dimakamkan

Keluarga dan kerabat berharap di Ma`la dikebumikan

Kami lalu berbenah melaksanakan

 

Rasanya baru kemarin,

Gemuruh tahlil iringi jenazah dimasukkan ke ambulan

Menuju Al-Khalidiyah jenazah akan dimandikan

Ambulan berjalan perlahan di bawah mendung kesedihan awan

Langit menangis meneteskan rintik hujan

 

Rasanya baru kemarin,

Seusai memandikan jasadnya dengan gejolak hati

Sepenuh takdzim membaringkan di atas berlembar kain putih bersih untuk dikafani

Lalu kukecup kening wajahnya nan berseri

Duka nestapa terbasuh semerbak wangi

 

Rasanya baru kemarin,

Simbah kami semayamkan di Kantor Urusan Haji Daker Mekkah

Lalu kami hantarkan ke Masjidil Haram bersama jemaah yang melimpah

Tak terhitung tangan-tangan yang menengadah

Memohon Simbah berpulang husnul khatimah

 

Rasanya baru kemarin,

Pemakaman Jannatul Ma`la disesaki kerumunan orang

Sekerumunan menghadang

Meminta mensalatkan sehingga iringan keranda terhalang

Tak mudah setelahnya mencapai liang

Penta`ziyah berlomba sentuh keranda di tengah tahlil yang terus berkumandang

 

Rasanya baru kemarin,

Simbah dimakamkan di tempat yang beliau citakan

Tak ada bunga-bunga yang ditaburkan

Tiada air wewangian yang disiramkan

Namun bersusul-susulan doa yang dipanjatkan

 

Rasanya baru kemarin,

Simbah pergi meninggalkan kita semua

Namun apakah Simbah benar-benar meninggalkan kita?

Bukankah ajaran, wejangan, dan arahannya

Kan tetap dan terus mengada bersama menjaga kita?

KEYWORD :

Mbah Moen Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :