Selasa, 23/04/2024 16:25 WIB

Menanti Sengatan di Sarang PLN

Jumadis menyarankan, dalam kasus black out harusnya Serikat Pekerja PLN punya keberanian mengoreksi dan jangan malah ikut mendukung tata kelola yang salah.

Kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jakarta

Jakarta, Jurnas.com – Tak lama lagi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara alias Kemen-BUMN akan menunjuk sosok petinggi beberapa perusahaan plat merah. Salah satunya Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sekarang berstatus PLT dijabat Sripeni Inten Cahyani.

Perusahaan berlambang petir ini, pada awal bulan Agustus dirudung petaka. Ya, wilayah sekitar Jawa  termasuk Jakarta dan sekitar padam total atau Black Out. Penyebabnya kata Sripeni kepada Presiden Joko Widodo, terjadi gangguan transmisi Unggaran dan Pemalang 500 kV.

Usai kejadian itu, desas-desus di PLN mulai tak sedap. Tak hanya di internal, ocehan masyarakat soal PLN bergentayangan. Dari bobroknya direksi, kenyang makan subsidi rakyat, hingga tudingan korupsi.

Untuk yang korupsi, dua mantan Dirut PLN sudah berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertama, Eddie Widiono Suwondo. Tahun 2012 divonis 5 tahun terkait proyek Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Disjaya Tangerang.

Sekarang yang jalani pesakitan di KPK, Sofyan Basir yang diduga menerima hadiah atau janji untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Sosok Sripeni, oleh salah seorang mantan Direksi PLN dianggap kurang dapat diterima karena masih kurang berpengalaman berhubung baru 2 bulan menjadi direksi PLN sebagai Direktur Pengadaan.

“Dan salah satu penyebab kejadian padam total adalah terjadinya gangguan di PLTU Suralaya, PLTU tersebut berada di dalam pengelolaan Indonesia Power (IP).  Di mana Sripeni Inten menjadi Dirut IP beberapa bulan sebelum diangkat menjadi Direksi PLN,” ujar narasumber jurnas.com.

Tak hanya itu, Sripeni juga dianggap punya kedekatan baik dengan Eddie Widiono Suwondo. Sumber jurnas.com menyebutkan, Sripteni diawal kerjanya menjadi sekretaris Edy Widiono saat menjadi salah satu direksi di Indonesia Power (IP).

Edy Widiono kemudian menjadi Dirut PLN 2001-2008, namun terlibat kasus dan dipenjara oleh KPK.  Usai bebas, Eddie dianggap masih punya peran penting dalam penunjukan Direksi PLN.

“Melejitnya karier Sripeni tidak  terlepas dari dukungan pak Eddie Widiono. ujung-ujungnya juga adalah masalah kepentingan,” tuturnya.

Sejurus dengan Jumadis Abda. Mantan Ketua Serikat Pekerja PLN ini menyatakan “aneh” Sripeni bisa duduk di PLT Dirut PLN. Namun ia tidak tahu hubungannya dengan Eddie. “Nah ini yang saya bingung. Setahu saya, dia (Sripeni) sekolah kelanjutannya tidak ada hubungannya dengan kelistrikan,” ujarnya.

Perlu diketahui, Sripeni lahir di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, 7 Oktober 1968, dan menyelesaikan studi di Fakultas Teknik Kimia, Universitas Diponegoro dan S2 di bidang Manajemen di STM PPM Jakarta serta meraih gelar Profesi Ajun Ahli Asuransi Indonesia Kerugian (AAAIK). "Bagaimana PLN mau bagus, dikelola bukan ahlinya," ujarnya.

Jumadis menyarankan, dalam kasus black out harusnya Serikat Pekerja PLN punya keberanian mengoreksi dan jangan malah ikut mendukung tata kelola yang salah. “Itu sama saja sepakat menjerumuskan perusahaan negara itu,” ujarnya.

“Waktu saya pegang Serikat Pekerja PLN, harus berani kritis dan tidak takut alami tekanan apapun dari direksi. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena kritis, saya “dipecat”. Ya itu bagian konsekuensi.,” ujarnya.

Walau sudah tidak berada di PLN, Jumadis mengatakan, masih sangat peduli mengawasi kinerja PLN hingga saat ini. “Kita sangat prihatin bila kinerja yang buruk dari Direksi PLN justru malah mendapat dukungan. Black out adalah salah satu contoh saja. Sulit diterima akal sehat bila ini terjadi,” katanya.

Jumadis menyarankan, Presiden Joko Widodo harus mereformasi jajaran Direksi PLN saat ini. Pilih Direksi yang punya kapasitas, kompeten di bidang kelistrikan, integritas kuat serta profesional. “Jadi bukan Direksi yang tidak jelas track record dan kompetensinya.  Yang selama ini memegang jabatan karena kedekatan,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Jumadis, bersihkan PLN dari budaya korupsi dan dugaan rekayasa laporan keuangan. Saat ini terbukti dua Dirutnya yang terakhir justeru sedang tersangkut kasus extra ordinary crime ini, ditahan oleh pihak yang berwajib.

“Beberapa Direksi PLN sebelumnya juga pernah diproses dan di hukum karena perilaku korup ini. Pejabat yang di bawahnya yang juga terindikasi berperilaku korup sudah saatnya juga harus dibersihkan,” ujar Jumandis.

Untuk Presiden Joko Widodo lagi, Jumadis menyarankan, mulai memilih Direksi PLN yang punya integritas kuat, profesional, dan punya kompetensi di bidang kelistrikan.

“Bukan direksi yang karbitan yang tidak jelas jejak karirnya serta latar belakang ilmunya. Cukuplah Presiden marah sekali ini dan terakhirnya karena penjelasan PLT Dirut nya yang bertele-tele,” ujar Jumandis.

Sebelum tulisan ini ditayang, jurnas.com sudah melayangkan konfirmasi melalui pesan seluler WhatsApp ditujukan kepada PLT Dirut PLN, Sripeni Inten Cahyani melalui ponsel +62 811-887x-xxx. Pesan sudah tersampaikan dan dibaca, namun belum meresponnya.

Jurnas.com  tetap memberikan kesempatan kepada Sripeni untuk meresponnya  dengan sesi tersendiri terkait tulisan ini.  


KEYWORD :

Kasus Black Out Joko Widodo Serikat Pekerja PLN Sripeni Inten Cahyani




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :