Selasa, 23/04/2024 15:19 WIB

RUU SDA Diharap Prioritaskan Hak Utama Air kepada Rakyat

Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) rampung dibahas sebelum Oktober 2019 dengan memprioritaskan pemenuhan hak utama air kepada rakyat.

Anggota Komisi V DPR RI Intan Fitriana Fauzi saat rapat konsinyering perumusan RUU SDA di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi V DPR RI Intan Fitriana Fauzi optimis Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) rampung dibahas sebelum Oktober 2019 dengan memprioritaskan pemenuhan hak utama air kepada rakyat.

“Insya Allah selesai sebelum Oktober, karena kita ingin UU SDA ini menjadi kepastian hukum bagi masyarakat. Baik untuk masyarakat umum, kita semuanya ini, yang jadi pengguna sehari-hari untuk kebutuhan pokok, maupun untuk kalangan industri,” kata Intan disela-sela rapat konsinyering perumusan RUU SDA di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Intan menjelaskan bahwa pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) masalah sudah selesai dan pekan ini Komisi V DPR dan pemerintah tengah merumuskan pasal per pasal RUU SDA.

“Tidak ada kendala karena di Panja pembahasan DIM sudah tuntas. Kami tinggal merumuskan dan mensinkronkan. Ada juga DIM yang kita kembalikan ke Panja. Namun pada dasarnya baik pemerintah maupun DPR semangatnya sama. Semangat UU SDA ini adalah Keputusan MK dan pasal 33 UUD 45 yang menyatakan bumi dan air dikuasai sepenuhnya oleh Negara untuk kemakmuran rakyat,” jelas Intan.

Anggota DPR dari Fraksi Amanat Nasional ini menyatakan hanya ada beberapa hal yang dikembalikan ke Panja. Salah satunya adalah tentang pertanian rakyat.

“Sebenarnya kalau definisi pertanian rakyat jelas untuk keperluan pertanian, perikanan. Namun karena Negara kita ini sangat luas, penggunaan air berbeda-beda, maka kita masih sama-sama merumuskan pertanian rakyat ini apakah merujuk pada volume air atau luas hamparan tanahnya, atau kita kembali lagi kepada definisi petani yang memang boleh memanfaatkan air dengan sebesar-besarnya” ujar Intan.

Ia mencontohkan petani di daerah transmigrasi yang memiliki tanah cukup besar mencapai 2 hektar. “Luas lahan sebesar itu kelihatannya besar. Tapi ya kategori mereka itu tetap petani, dimana kemampuannya tentu berbeda dengan dunia usaha. Sehingga jangan sampai kita nantinya menghambat petani,” tambahnya.

Sebagai Negara agraris, jelas Intan, Negara sangat mendorong petani dan ingin meningkatkan hasil tani. “Sehingga jangan sampai kita membatasi pemanfaatan air mereka. Karena kita tidak bisa menafikan bahwa petani rakyat itu ada yang tanahnya berhektar-hektar. Begitu pula ada masukan bagaimana bila di tanah petani tersebut diperlukan pengeboran, apakah diperlukan ijin atau tidak. Bila diperlukan ijin maka perlu biaya lagi. Jangan sampai kemudian kita jadi menghambat petani,” jelas Intan.

Persoalan lain menurut Intan adalah tentang kategori dunia usaha. “Kami masih sama-sama merumuskan kategori mana yang bisa menggunakan air baku. Misalnya kawasan pariwisata yang memang sedang kita dorong pertumbuhannya. Begitu juga dengan kawasan industri, dimana kita semua sepakat investasi di kawasan industri jelas meningkatkan pendapatan Negara. Mereka ini perlu air baku yang besar. Sehingga kawasan seperti itu harus dibedakan,” tambahnya.

Menurut Intan, baik pemerintah maupun DPR sama-sama sepakat bahwa RUU SDA ini akan memprioritaskan pemenuhan hak utama air kepada rakyat. “Air harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Namun kita juga tidak bisa mengenyampingkan dunia usaha, sepanjang penggunaan itu harus diatur. Misalnya dunia usaha tidak bisa memiliki kepemilikan mata air karena kembali lagi kepada pasal 33 UUD 45 bahwa air dikuasai oleh Negara. Sehingga hal inilah yang kami atur,” jelas Intan.

Namun, Intan menegaskan, persoalan tersebut bukanlah sebuah kendala yang akan menghambat penyelesaian perumusan RUU SDA.

“Karena semua DIM kan sudah disetujui di Panja, maka kita kembalikan ke Panja. Jadi lebih kepada perumusan dengan narasi bahasa yang bisa disepakati bersama oleh semua pihak. Karena memang UU mengatur seperti itu. Kalau memang ada pembahasan yang belum ada titik temu, dan sebelumnya DIM itu sudah disetujui di Panja maka kita kembali ke Panja. Misalnya tentang rumusan pertanian rakyat itu, kita masih mencari manfaat dan mudharatnya, kita bicara tentang petani saja dan tidak bicara tentang volume atau teknis yang lain. Karena bila bicara tentang Undang-undang jangan sampai ia menjadi celah hukum. Tapi yang pasti ini tidak akan menghambat penyelesaian RUU SDA yang sudah ditargetkan selesai sebelum Oktober tahun ini,” tegasnya.

 

 

 

KEYWORD :

RUU SDA Intan Fitriana Hak Rakyat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :