Kamis, 25/04/2024 19:36 WIB

Permintaan KPK Agar Sjamsul Nursalim Datang Disebut Melawan Hukum

Permintan KPK terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim untuk mengikuti proses pemeriksaan kasus SKL BLBI pada BDNI telah mengganggu citra Sjamsul dan istri.

Ilustrasi Gedung KPK

Jakarta, Jurnas.com - Permintan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim untuk mengikuti proses pemeriksaan kasus SKL BLBI pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) telah mengganggu citra Sjamsul dan istri.

Kuasa hukum pengusaha SN, Maqdir Ismail menjelaskan pemanggilan tersebut seperti menunjukkan bahwa SN dan istri telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana dipersangkakan, tanpa proses hukum. Sedangkan faktanya SN dan IN belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka seperti yang diwajibkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Maqdir sikap pimpinan dan juru bicara KPK tersebut tidak proporsional dan menyesatkan. Pasalnya penyelesaian kewajiban BLBI BDNI oleh Sjamsul didasarkan pada perjanjian keperdataan (MSAA) yang dibuat antara pemerintah dengan Sjamsul sudah selesai. Selain itu pendekatan penyelesaian kasus SKL BLBI merupakan ranah keperdataan, bukan pidana.

“Ini bukti bahwa KPK tidak menghargai hukum dan proses hukum,” ujar Maqdir dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/6).

Maqdir juga meminta agar KPK terbuka dalam menunjukkan dan membuktikan Sjamsul dan istri melakukan kerugian negara dalam kasus BLBI BDNI demi kepentingan hukum.

"KPK harus membuktikan Sjamsul telah melakukan misrepresentasi atas hutang petambak berdasarkan putusan pengadilan perdata. Sebab, penyelesaian BLBI BDNI dilakukan dengan mekanisme keperdataan melalui pembuatan Perjanjian MSAA," katanya.

Kemudian, sambung Maqdir, KPK harus mengonfirmasi pemerintah untuk mengambil langkah hukum terhadap SN sehubungan dengan penyelesaian BLBI berdasarkan MSAA dan Instruksi Presiden No. 8/2002.

Selain Inpres Nomor 8 Tahun 2002, keterangan pemerintah di DPR tahun 2008, serta jaminan pemerintah dalam release and discharge sudah menyatakan kalau pemerintah tidak akan melakukan atau menuntut segala tindakan hukum atau melaksanakan segala hak hukum yang mungkin dimiliki pemerintah terhadap SN sehubungan dengan penyelesaian BLBI berdasarkan MSAA.

Menurutnya, KPK juga harus membuktikan bahwa timbulnya keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun akibat ditandatanganinya MSAA oleh pemerintah dan Sjamsul. Padahal, pemerintah tidak pernah menyatakan bahwa Sjamsul belum melaksanakan seluruh kewajibannya sesuai dengan MSAA.

"Apalagi aset-aset termasuk hutang petambak tersebut sudah sepenuhnya milik pemerintah sejak tahun 1999. Sjamsul pun disebut tidak terlibat saat penghapusbukuan ataupun dijual sudah sepenuhnya kewenangan pemerintah soal utang petambak," katanya.

Maqdir menilai situasi sekarang ini tidak adil jika Sjamsul kembali dikait-kaitkan dengan dihapuskannya ataupun bahkan diminta bertanggungjawab atas selisih penjualan hutang petambak Dipasena tersebut. Terlebih, seluruh jaminan dari sejumlah lebih dari 22 ribu tambak sudah seluruhnya diserahkan kepada pihak ketiga.

Tak hanya itu, Maqdir juga menyoalkan penjualan seluruh aset-aset yang diterima pemerintah sehubungan dengan penyelesaian BLBI pada masa krisis, hampir seluruhnya dilakukan dengan nilai yang jauh lebih rendah dibandingkan nilai penerimaannya.

Maqdir pun memasalahkan hasil audit investigatif BPK 2002 dan audit BPK 2006 yang sudah menyatakan Sjamsul telah menyelesaikan seluruh kewajibannya atas BLBI dan hal-hal terkait lainnya berdasarkan MSAA.

Menurut Maqdir, audit yang lebih dekatlah yang memiliki nilai pembuktian lebih tinggi dan yang seharusnya digunakan bila mengacu prinsip hukum pembuktian. Ia juga mempertanyakan hasil audit investigatif BPK tahun 2017 karena sudah ada hasil audit sebelumnya.

Sebab, hingga saat ini KPK belum menjelaskan kebenaran yang sesungguhnya tentang laporan audit investigatif BPK 2017 yang sebenarnya didasarkan pada instruksi dan arahan sepihak  KPK.

Terlebih dalam pelaksanaannya auditor BPK sama sekali tidak merujuk pada audit investigative BPK 2002 dan audit BPK 2006, dan justru menggunakan bukti dan informasi sepihak dari KPK tanpa terlebih dahulu menguji dan memverifikasinya.

"Hingga saat ini KPK dan BPK belum menjelaskan mengapa mereka mengabaikan audit BPK 2002 dan 2006, padahal keduanya adalah bukti-bukti yang sangat menentukan," jelas Maqdir.

KEYWORD :

Kasus BLBI Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :