Jum'at, 19/04/2024 06:14 WIB

Maqdir Ismail: KPK Cederai Komitmen Pemerintah

KPK dinilai telah mengingkari perjanjian yang dibuat pemerintah dengan warga negaranya. Hal itu terkait penetapan bos Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi BLBI.

Maqdir Ismail

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai telah mengingkari perjanjian yang dibuat pemerintah dengan warga negaranya. Hal itu terkait penetapan bos Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi BLBI.

"KPK telah mencederai komitmen pemerintah yang sah dan berkekuatan hukum dalam pemberian pembebasan dan pelepasan (Release and Discharge – R&D) kepada para obligor BLBI yang telah menandatangani Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan telah memenuhi seluruh kewajibannya," kata Kuasa Hukum Sjamsul, Maqdir Ismail, dalam rilisnya, Rabu (12/6).

Maqdir mengungkapkan, Sjamsul sendiri menandatangani MSAA untuk mengikuti permintaan pemerintah yang sedang berusaha keras mengatasi kesulitan dalam memulihkan ekonomi akibat krisis.

Dimana, Sjamsul menandatangani MSAA pada 21 September 1998 kemudian memperoleh surat R&D pada 25 Mei 1999, dan pemerintah berjanji untuk melepaskannya dari segala tuntutan hukum atau segala hak hukum apapun yang mungkin dimiliki pemerintah.

Maqdir menegaskan, berdasarkan prinsip hukum yang tertuang dalam Pasal 1338 KUHPerdata, suatu perjanjian bersifat mengikat kedua belah pihak yang membuatnya, selayaknya undang-undang. KPK tidak bisa mengabaikan perjanjian yang dibuat Pemerintah, karena institusi tersebut adalah bagian dari Pemerintah, sebagaimana ditegaskan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-XV/2017 tanggal 3 Februari 2018.

"KPK harus menghormati seluruh perjanjian yang sudah dibuat oleh Pemerintah secara sah dan dilindungi undang-undang maupun Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)," jelas Maqdir.

Lebih lanjut Maqdir juga menilai penetapan Sjamsul dan Ijith sebagai tersangka karena dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun muncul dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2017, yang prosesnya sangat aneh dan tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan negara.

Audit investigasi itu dilakukan atas permintaan KPK, atas dasar data-data yang disodorkan KPK dan tidak ada partisipasi auditee dan tidak ada konfirmasi ataupun klarifikasi kepada pihak-pihak terkait dalam MSAA.

Penetapan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka sehubungan dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL), sangat tidak bisa diterima. Sebab Pemberian SKL oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) merupakan surat penegasan saja karena obligor telah menandatangani dan melaksanakan isi MSAA serta memperoleh R&D.

"Kerugian keuangan negara juga muncul akibat penjualan aset yang dilakukan oleh Pemerintah, dimana SN dan IN sama sekali tidak pernah mencampuri dan mengetahuinya," tegas Maqdir.

Dia menambahkan, proses audit BPK 2017 itu sangat tidak lazim dan sama sekali tidak merujuk dan bahkan justru bertentangan dengan dua hasil audit sebelumnya oleh BPK yang saat ini sedang digugat oleh pihak Sjamsul di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Kini proses pemeriksaan perkara dan persidangannya masih berlangsung.

KEYWORD :

Kasus BLBI Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :