Kamis, 18/04/2024 13:23 WIB

Dirut Pertamina kembali Diperiksa KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan ulang pemeriksaan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Nicke Widyawati.

Dirut PT Pertamina, Nicke Widyawati

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan ulang pemeriksaan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Nicke Widyawati.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, Nicke akan diperiksa sebagai saksi kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-I yang menjerat Dirut PLN Sofyan Basir sebagai tersangka.

"Hari ini dijadwal ulang pemeriksaan Nicke Widyawati sebagai saksi untuk tersangka SB (Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir)," kata Febri, ketika dikonfirmasi, Jakarta, Senin (10/6).

Sebelumnya, bos Pertamina itu sedianya diperiksa sebagai saksi untuk Sofyan pada Senin, 27 Mei 2019. Namun, Nicke mangkir dengan alasan sedang berada di luar negeri.

"Sebelumnya dalam jdwal pemeriksaan 27 Mei, saksi mengirimkan surat tidak dapat hadir karena sedang berada di luar negeri," kata Febri.

Nama Nicke sendiri mencuat dalam persidangan tiga terpidana sebelumnya yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Menteri Sosial Idrus Marham dan bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam persidangan tersebut, Nicke yang saat itu menjabat sebagai Direktur Perencanaan PT PLN disebut pernah menghadiri pertemuan pertama membahas proyek PLTU Riau-I di Hotel Fairmont Jakarta.

Pertemuan itu turut dihadiri oleh Eni, Sofyan, Kotjo dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso. Nicke bersama Supangkat Iwan juga pernah dipanggil ke ruangan Sofyan dan diperkenalkan dengan perwakilan China Huadian Engineering Company (CHEC) yang menjadi investor dalam proyek senilai USD900 juta tersebut.

Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.

Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.

Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.

Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.

Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.

Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KEYWORD :

Suap PLTU Riau Dirut Pertamina Nicke Widyawati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :