Kamis, 25/04/2024 15:49 WIB

Ex-Officio Bakal Gerus Investasi di Batam

Ahmad Heri Firdaus menegaskan wacana pengalihan kepemimpinan BP Batam ke Walikota Batam, atau menjadi ex-officio merupakan langkah mundur.

Ilustrasi

Jakarta -  Peneliti Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus menegaskan wacana pengalihan kepemimpinan BP Batam ke Walikota Batam, atau menjadi ex-officio merupakan langkah mundur.

Pasalnya, menurut Heri, hal tersebut bakal menjadi biang kerok penurunan kinerja industri dan investasi di Batam.

“Batam itu harusnya menjadi Free Trade Zone (FTZ), bukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), apalagi ex-officio. Jika pemerintah kekeh menjadikan Batam sebagai ex-officio dipastikan investasi di Batam tidak lagi menarik. Ini bahaya karena bisa menggerus investasi di Batam,” tegasnya di Jakarta, Senin, (14/01/2019).

Heri menyampaikan, jika peleburan BP Batam Ke Walikota Batam digulirkan, maka kekuatan BP Batam menjadi lemah, karena hanya dikomandoi oleh Walikota. Kebijakan itu juga rentan mengikis kepercayaan investor, karena hanya di-back up oleh pemerintah daerah (pemda).

“Kita realistis saja, power daerah seberapa besar, ada tekanan dari pusat pasti ciut,” sambungnya.

Sementara, lanjut Heri, investor butuh kepastian regulasi, peraturan, Iahan, infrastruktur hingga insentif.  Dan pemda dalam hal ini diragukan dapat mengkoordinasi kebutuhan tersebut.

“Investor itu hanya butuh uang aman, dan menguntungkan kalau dirasa tidak aman, apa lagi tidak menguntungkan pasti kabur,” tambahnya.

“Lihat saja Singapura, atau bahkan Malaysia, mereka lebih mapan dari segala bidang, baik regulasi, infrastruktur maupun penunjang lainnya. Indonesia masih carut marut kaya sekarang investor pasti lebih memilih negara lain yang sudah jelas,” paparnya.

Padahal pada dasarnya, Batam diprioritaskan menjadi FTZ sebagai kawasan enclave yang strategis sebagai industri dan perdagangan yang berdaya saing, mengingat Batam memiliki posisi dan peran sebagai Kawasan Strategis Nasional.

Ada kurang lebih 60.000 kapal per tahun melintasi selat Philips yang berada di antara Pulau Batam dan Pulau Singapura. Volume trafiknya tiga kali volume trafik Terusan Panama, dan lebih dari dua kali volume trafik Terusan Suez.

Dan diketahui, dari sekitar 200 kapal dan 150 tanker per hari yang berlalu lalang, ada sekitar 72 persen tanker melalui jalur Selat Philips. Sisanya sebesar 28 persen melalui Selat Makasar dan Selat Lombok.

Sementara itu, putaran uang di Selat Malaka dan Selat Philips berkisar antara US$84 miliar sd US$250 miliar per tahun. “Dengan potensi yang ada, sangat disayangkan jika BP Batam hanya dikelola oleh Pemda,” tuturnya.

Untuk itu, Heri menekankan pentingnya Indonesia mempertahankan Batam menjadi FTZ, melihat segudang potensi yang ada. BP Batam hanya tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan zaman, sehingga mampu menarik investor-investor raksasa.

“Batam sekarang tinggal dipoles dikit saja, bisa memberikan multiplier ekonomi Indonesia yang sangat signifikan,” ujar Heri.

KEYWORD :

BP Batam Peneliti INDEF




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :