Sabtu, 20/04/2024 16:20 WIB

Hak Asasi Perempuan Harus jadi Agenda Politik Utama

Penindasan dan kekerasan terhadap perempuan di berbagai ranah terus terjadi dan meningkat dari tahun ke tahun. 

Aksi bersama kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (Foto: Solidaritas Perempuan)

Jakarta - Komnas Perempuan mencatat setidaknya sepanjang tahun 2017 telah terjadi 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan di berbagai konteks.

Perempuan petani, perempuan nelayan/pesisir, perempuan adat, perempuan miskin kota, perempuan buruh migran, dan perempuan marjinal lainnya semakin kehilangan akses dan kontrol atas diri dan sumber hidupnya sehingga terus mengalami penindasan berlapis.

Penggusuran, perampasan sumber kehidupan dan sumber pangan, pembatasan ruang gerak, kekerasan seksual, konflik telah menguatkan penghancuran dan perampasan kedaulatan perempuan atas hidup dan sumber kehidupan.

Fakta penghancuran kedaulatan perempuan atas tubuh dan sumber kehidupannya di berbagai konteks terus terjadi.

Misalnya, kasus-kasus konflik agraria di banyak wilayah, data KPA menyebutkan sepanjang tahun 2017 terjadi 659 konflik agraria, termasuk konflik yang terjadi akibat perampasan oleh PTPN VII Cintamanis Ogan Ilir - Sumatera Selatan sejak tahun 1980 hingga saat ini.

Penindasan juga terjadi akibat Reklamasi oleh Proyek Makassar New Port (MNP) yang menyebabkan 135 perempuan pesisir di Cambaya, Buloa dan Tallo kehilangan akses dan kontrol atas sumber pangan di Makassar termasuk ancaman penggusuran tempat tinggal.

Kekerasan dan pelanggaran hak juga terjadi pada perempuan buruh migran, di mana Solidaritas Perempuan mencatat setidaknya ada 43 kasus pelanggaran hak perempuan buruh migran yang ditangani selama 2018.

Sementara kriminalisasi dan penindasan perempuan juga terjadi melalui kebijakan diskriminatif seperti yang terjadi di Aceh melalui Qanun Jinayat. Solidaritas Perempuan mencatat setidaknya terjadi 36 kasus dengan 32 kasus mengkriminalisasi perempuan sebagai terpidana.

Persoalan perempuan juga terjadi dalam situasi bencana, seperti yang terjadi di Sulawesi Tengah dan NTB. Solidaritas Perempuan mencatat setidaknya sebanyak 1.432 perempuan dewasa, 69 perempuan hamil, 10 perempuan menyusui, 142 perempuan lansia, dan 5 orang perempuan difabel masih belum dipenuhi hak-haknya.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Puspa Dewy
mengatakan situasi itu hanya sebagian dari banyaknya kasus perampasan sumber kehidupan perempuan yang berdampak pada penindasan dan kekerasan berlapis pada perempuan dikarenakan perempuan masih berada di bawah kontrol dan sistem sosial dan negara yang patriarki.

Kondisi tersebut diperparah dengan aksi-aksi anti keberagaman yang dilakukan oleh berbagai aktor dengan menggunaan politik identitas. Kriminalisasi, represi, dan persekusi atas nama agama dan moralitas yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu, nyatanya digunakan untuk kepentingan tertentu dan mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia yang berdampak kekerasan berlapis pada perempuan.

Fakta diatas menunjukkan bahwa selama 34 tahun ratifikasi CEDAW melalui UU No. 7 tahun 1984 belum dijalankan maksimal oleh Negara dalam upaya perlindungan dan penghormatan hak-hak perempuan.

Hal ini terlihat dari terus munculnya kebijakan yang mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan perempuan. Sebanyak 421 kebijakan diskriminatif telah mengontrol kehidupan perempuan seperti Qanun Aceh No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Pada momentum Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) tahun ini yang juga bertepatan dengan momentum politik 2019, Solidaritas Perempuan kembali menegaskan kewajiban dan tanggung jawab negara atas penindasan dan kekerasan yang dialami perempuan harus menjadi agenda politik prioritas negara.

“Sudah saatnya setiap calon dan pihak-pihak yang akan berkompetisi pada Pemilu 2019 harus meletakkan dan menjadikan agenda pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi perempuan sebagai agenda politik utama pada tahun 2019” ungkap Puspa.

Solidaritas Perempuan juga menyerukan pada seluruh masyarakat untuk terus bersuara dengan aksi-aksi nyata melakukan perlawanan atas penindasan dan kekerasan terhadap perempuan. 

KEYWORD :

Kekerasan Perempuan Agenda Politik Hak Asasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :