Kamis, 25/04/2024 05:59 WIB

Kawal Penelitian Pengembangan Obat dan Makanan di Indonesia

YBPOM dan Kemristek Dikti bersinergi untuk melakukan pengawalan penelitian dan pengembangan obat dan makanan di Indonesia.

Kerjasama BPOM dengan Kemristek Dikti (Foto: BPOM)

Jakarta - Menurut Industry Facts and Figures 2017 yang dipublikasikan Kementerian Perindustrian, pada tahun 2016 industri makanan dan minuman mengalami pertumbuhan paling besar pada kelompok industri non migas yaitu 8,46 persen sedangkan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh 5,48 persen.

Namun di tengah pertumbuhan industri yang sangat baik ini, industri farmasi di Indonesia menghadapi tantangan mayoritas, dimana 90-95 persen bahan baku masih bergantung pada impor.

Hal ini mendorong pemerintah untuk segera melakukan percepatan pengembangan industri farmasi untuk mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan mengamanatkan kepada instansi pemerintah terkait untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing serta saling berkoordinasi dan berkolaborasi guna menciptakan industri farmasi dalam negeri yang mandiri dan berdaya saing tinggi.

Menyadari hal tersebut, BPOM RI dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) melakukan kerjasama strategis dalam mengawal pengembangan produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan dan pangan Indonesia.

Kepala BPOM RI dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI menandatangani Nota Kesepahaman antara BPOM RI dan Kemenristek Dikti tentang Penelitian dan Pengembangan Obat dan Makanan di Indonesia.

“Melalui nota kesepahaman ini, kami bersinergi untuk melakukan pengawalan penelitian dan pengembangan obat dan makanan di Indonesia, serta membangun sinergi kebijakan nasional dan regulasi dalam pengembangan obat dan makanan sehingga hasil penelitian dapat dihilirisasi/dikomersialisasi.” ungkap Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito, Senin (19/11).

Nota Kesepahaman ini memiliki nilai strategis mengingat Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang potensial untuk pengembangan produk farmasi seperti produk bioteknologi, obat tradisional termasuk fitofarmaka, dan produk natural lainnya.

Kepala BPOM RI menjelaskan lebih lanjut bahwa sinergi ini juga merupakan dasar bagi pengembangan kerja sama lebih lanjut antara akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah. Hasil penelitian dapat difasilitasi oleh pemerintah, untuk selanjutnya dikembangkan dan digunakan pelaku usaha agar memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

“Sebagai contoh, penelitian bahan baku obat yang kemudian dapat kita hilirisasi dan replikasi sangat dibutuhkan untuk membangun kemandirian pasokan bahan baku obat dalam negeri.” ujarnya.

Setelah acara penandatanganan, Kepala BPOM RI menginformasikan rencana pembentukan Konsorsium Nasional Percepatan Pengembangan dan Peningkatan Pemanfaatan Fitofarmaka.

“Konsorsium Nasional ini merupakan salah satu bentuk konkrit perwujudan sinergi akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah,” ujar Penny.

Konsorsium Nasional dibentuk dengan melibatkan beberapa Kementerian/Lembaga seperti Kemenristekdikti, Kementan, Kemkes, BPPT, LIPI, Kemendag, Kemenko PMK, dan juga asosiasi perguruan tinggi farmasi, ikatan apoteker, serta Gabungan Pengusaha Jamu dan Gabungan Pengusaha  Farmasi.

Konsorsium Nasional yang terdiri dari enam bidang yaitu Bahan Baku, Teknologi Farmasi dan Standarisasi, Uji Pra klinik/Uji Klinik, Pelayanan Kesehatan Tradisional, Promosi Fitofarmaka, serta Monitoring dan Evaluasi ini telah melakukan rapat pada bulan Oktober lalu untuk menyampaikan 32 kandidat tanaman terpilih dengan 13 prioritas penyakit yang akan diteliti dan dikembangkan menjadi Fitofarmaka.

“Mari kita bersinergi untuk memberikan kontribusi nyata sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kemajuan industri obat dan makanan yang merupakan salah satu elemen penting dari kejayaan bangsa Indonesia.” tutup Penny.

KEYWORD :

Penelitian Pengembangan Obat Tradisional




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :