Sabtu, 20/04/2024 10:34 WIB

Janji Yanti Saat Divonis Kanker Payudara

Survivor kanker payudara asal Bandung ini pernah merasakan kematian sudah sangat dekat saat anak-anaknya masih kecil.

Yanti bersama anak perempuannya yang turut memberikan dukungan (Foto: Doc. Pribadi)

Jakarta - Mengidap kanker bukan satu-satunya mimpi buruk bagi Yanti Setiawadi, namun ia juga harus menghadapi penderitaan lain akibat kemoterapi. Survivor kanker payudara asal Bandung ini pernah merasakan kematian sudah sangat dekat saat anak-anaknya masih kecil. Itu terjadi pada 2007 ketika dokter memvonisnya mengidap kanker payudara.

Yanti sempat mengabaikan benjolan di payudaranya, meski ia tak merasakan sakit saat mengetahui benjolan di payudaranya sudah berbentuk segiempat pada 2006. Namun ia mengabaikan rasa itu akibat pengaruh teman-temanya yang menganggap benjolan di payudaranya bukan hal yang membahayakan.

“Saat itu saya marah ke Tuhan, kenapa harus saya. Saya sampai meninggalkan kebiasaan saya membaca renungan dan alkitab," kata Yanti yang akhirnya memutuskan operasi di 2007.

Yanti mengatakan setelah operasi pada 2007 itu ia harus menjalani 6 kali kemoterapi. Salah satu prosedur pengobatan yang menggunakan bahan kimia sangat kuat untuk menghentikan sekaligus menghambat pertumbuhan sel kanker ini bukanlah perjuangan yang mudah bagi Yanti.

“Rasanya nano-nano. Di saat kemo ketiga saya mulai merasa gak kuat. Tapi saya harus yakin sama Tuhan. Di situ saya berjanji pada Tuhan untuk memberi saya kekuatan. Kalau saya kuat menjalani kemo ini, saya berjanji akan mendirikan grup kanker,” cerita Yanti penuh emosi yang mengulang janji itu di kemonya yang kelima dan keenam.

Dia tidak mengucap janji sama di kemonya yang keempat, karena saat itu ibunya mengalami stroke. Pukulan emosional baru bagi Yanti yang harus menahan rasa sakit akibat kemo. Seusai kemo Yanti sempat merasakan kembali beraktivitas seperti semula, meski kepalanya masih botak. Tapi itu hanya sesaat ia rasakan, karena usus buntu menyerangnya.

“Teguran lagi dari Tuhan. Tapi saya gak mau operasi. Eh, malah rahim saya kata dokter turun dan akhirnya saya operasi pengangkatan rahim pada Desember 2007,” kata Yanti lagi menceritakan semua yang ia anggap teguran Tuhan padanya.

"Tuhan kenapa di tahun yg sama saya harus kehilangan dua organ yang menjadi ciri khas seorang wanita, kenapa di awal tahun saya kehilangan payudara dan diakhir tahun saya kehilangan rahim,” protes Yanti kala itu.

Yanti pun tersadar akan tiga kali janjinya untuk mendirikan grup peduli kanker di Bandung. Akhirnya seminggu sebelum operasi pengangkatan rahim, Yanti mendirikannya dibantu dua temanya. Perkumpulan itu ia namai Bandung Cancer Society (BCS).

“Tuhan punya cara sendiri menguji umatnya. Apapun yg terjadi, itu pasti yang terbaik dari Tuhan. Kanker bukan akhir segalanya, move on and be a winner,” ujarnya lagi penuh syukur saat ditumui Jurnas.com pada acara yang digelar YKPI beberapa waktu lalu.

Sekilas Bandung Cancer Society (BCS)

BCS didirikan pada 2 desember 2007 dengan tujuan meningkatkan kepedulian terhadap pasien kanker, khususnya di Bandung dan sekitarnya dengan cara memberi bantuan secara moril.

Dibantu oleh dokter penasihat berpengalaman di Bandung, program kerja BCS meliputi kunjungan ke pasien kanker yang sedasng atau akan menjalani pengobatan, mengadakan seminar-seminat dengan mengundang pembicara ahli serta mengelola rumah singgah kanker ‘KASIH” untuk menbantu pasien kanker dari luar kota dengan menggunakan BPJS kelas 3.

KEYWORD :

Kanker Payudara Penyintas Efek Kemoterapi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :