Sabtu, 20/04/2024 03:44 WIB

Menteri Yohana Minta Percepat Sekolah Perempuan

Percepatan pembangunan gender untuk perempuan masih lebih lambat dari laki-laki.

Percepatan pembangunan gender untuk perempuan masih lebih lambat dari laki-laki (Foto: KPPPA)

Lombok - Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs), yang di dalamnya terdapat tujuan mewujudkan kesetaraan gender secara global. Kesetaraan gender menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 menunjukkan capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia pada 2016 sebesar 90,82 persen.

Angka ini menunjukan bahwa percepatan pembangunan gender untuk perempuan masih lebih lambat dari laki-laki.

Sedangkan data dari Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional pada 2016 menunjukkan sebanyak 18,3 persen perempuan menikah usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual, yang didominasi oleh Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan jumlah 12,3 persen.

Kesetaraan gender bertujuan untuk mengakhiri diskriminasi dan menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Namun pada kenyataannya dalam banyak aspek perempuan masih tertinggal sehingga potensi mereka sebagai pelaksana pembangunan tidak maksimal.

Oleh karena itu, perlu ada upaya peningkatan kemampuan perempuan, salah satunya dengan memberikan pendidikan melalui ‘Sekolah Perempuan’. Sekolah Perempuan merupakan upaya pemberdayaan perempuan di tingkat akar rumput yang dibuat oleh dan untuk masyarakat dengan bantuan dari mereka yang sudah terlebih dahulu mempunyai kemampuan.

Menteri PPPA, Yohana Yembise mengatakan dengan Sekolah Perempuan diharapkan perempuan dapat mengenali kemampuan mereka, potensi alam sekitarnya, mengatasi masalah yang mereka hadapi, dan mengetahui hak-hak mereka dalam program pembangunan.

"Keterwakilan perempuan dalam segala bidang harus terpenuhi agar perempuan dapat berperan sebagai pengambil keputusan dan kebijakan,” ungkap Yohana pada peluncuran gerakan bersama  “Kepemimpinan Perempuan untuk Mewujudkan SDGs yang Responsif Gender, Inklusif dan Transformatif” yang digelar LPSDM & Institusi KAPAL Perempuan, di Graha Bhakti Praja, Kantor Gubernur NTB, Lombok.

Hal senada disampaikan pengurus Sekolah Perempuan di NTB sekaligus pemimpin dari Institusi KAPAL (Lingkaran Pendidikan Alternatif) Perempuan, Misiyah.

Ia menyampaikan SDGs adalah sebuah gerakan yang memiliki prinsip one left behind, artinya tidak ada seorang pun yang boleh ditinggalkan dalam pembangunan termasuk perempuan.

Menteri Yohana berharap Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat terus mendukung percepatan pelaksanaan kesetaraan gender di NTB, khususnya melalui Sekolah Perempuan.

"Percepatan kesetaraan gender merupakan masalah kompleks yang melibatkan multisektor sehingga membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, salah satunya Pemerintah Provinsi," ucap Yohana.

KEYWORD :

Yohana Yembise Perempuan Sekolah Kesetaraan Gender




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :