Jum'at, 19/04/2024 11:15 WIB

Aksi KPK Mengejar "Buronan" yang Berakhir Kandas

Ada delapan lokasi di Labuhanbatu yang disasar tim penyidik.

Umar Ritonga (foto: facebook/dokpri)

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan mobil yang dibawa tersangka Umar Ritonga. Mobil ditemukan di dekat kebun sawit dan hutan di Labuhanbatu, Sumut. Hingga saat ini, Umar Ritonga masih belum menyerahkan diri.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, kondisi mobil yang ditemukan Jumat (20/7/2018) sudah tak laik jalan. Sebab, kondisi ban saat ditemukan sudah dalam keadaan kempes.

"Kemarin, Penyidik KPK telah menemukan mobil yang diduga dibawa oleh tsk UMR yang melarikan diri membawa uang di Labuhanbatu saat tangkap tangan dilakukan. Mobil ditemukan di dekat kebun sawit dan hutan di Labuhanbatu. Ketika mobil ditemukan, ban sudah dalam keadaan kempes dan tidak laik jalan," ujar Febri melalui pesan singkat, Sabtu (21/7/2018).

KPK menduga mobil tersebut merupakan kendaraan dinas yang plat nomornya yang kemudian diubah menjadi plat hitam. Mobil itu diketahui digunakan Umar yang merupakan orang dekat Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap, ‎saat mengambil uang di Bank Sumut bebebrapa waktu lalu.‎

"Kami duga mobil tersebut awalnya mobil plat merah yang diganti menjadi plat hitam ketika digunakan UMR mengambil uang di bank BPD Sumut," ungkap Febri.

Kemarin, sambung Febri, tim juga melakukan serangkaian penggeledahan di sejumlah tempat. Ada delapan lokasi di Labuhanbatu yang disasar tim penyidik. Adapun kedelapan lokasi itu yakni, Kantor Bupati Labuhanbatu; Rumah dinas Bupati Labuhanbatu; Rumah pribadi Bupati Labuhanbatu‎‎; Kantor PT Binivan Konstruksi Abadi; Kantor Dinas PU; Kantor BPKAD; Rumah tersangka Umar; dan Rumah tersangka Effendy Syahputra, pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).‎

Saat melakukan pencarian tersangka Umar, kata Febri, tim mendapatkan informasi jika tersangka Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap mempunyai rumah di Medan. Tim kemudian bergerak rumah yang beralamt di ‎Jl. Pelajar Timur No.168 Lingkungan VI Kel. Binjai Kec. Medan Denai Kota Medan tersebut.‎

‎"Dari lokasi penggeledahan disita tim mengamankan‎ dokumen terkait proyek, anggaran dan pencairan proyek, Rekaman CCTV, dan peralatan komunikasi,"‎ kata dia.

Di salah satu rumah tersangka, ungkap Febri, tim menemukan ruangan dalam bawah tanah. Namun, ruangan tersebut dalam keadaan kosong.

"Di salah1 rumah tersangka ditemukan bungker bawah tanah, namun telah dalam keadaan kosong," tutur Febri.

Lebih lanjut diungkapkan Febri bahwa pihaknya juga menerima informasi adanya upaya menghilangkan barang bukti yang diduga dilakukan istri Umar.‎ ‎"Kami juga mendapatkan informasi ada upaya pihak keluarga tersangka (isteri) untuk membuang barang bukti ke sungai terdekat dari atas sebuah jembatan di Kec. Rantau Utara, Labuhanbatu," tandas Febri.

KPK tak bosan-bosan mengingatkan kepada Umar untuk menyerahkan diri. KPK juga berharap pihak keluarga dan kolega tersangka Umar Ritonga aktif mengajak Umar untuk datang ke KPK atau menyerahkan diri ke Polres Labuhanbatu atau kantor kepolisian setempat. ‎KPK tak segan-segan meminta pihak kepolisian untuk menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO), jika Umar tak juga menyerahkan diri.‎

Umar diketahui berhasil kabur bersama barang bukti uang dugaan suap senilai Rp 500 juta, saat tim penindakan KPK mencoba menangkapnya saat oprasi tangkap tangan beberapa waktu lalu. Meski tak berhasil diamankan, KPK telah resmi menetapkan Umar sebagai tersangka dengan sangkaan penerima suap. KPK menduga Umar berperan sebagai perantara suap untuk Pangonal dari bos PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA)  ‎Effendy Sahputera.‎‎‎

KPK sebelumnya telah resmi menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap,Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) ‎sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. KPK menduga ‎Bupati Pangonal dan Umar Ritonga menerima suap dari Effendy melalui beberapa perantara sebesar Rp 576 juta.

Diduga uang Rp 576 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.

Namun uang tersebut masih belum disita oleh tim penindakan KPK. Tim penindakan hanya menyita bukti transfer.
Diduga bukti transaksi sebesar Rp 576 juta yang diamankan dalam OTT merupakan bagian dari permintaan Bupati Panganol sekitar Rp 3 miliar.

Sekitar bulan Juli 2018, diduga telah terjadi penyerahan Cek sebesar Rp 1.5 miliar, Akan tetapi cek tersevut tak berhasil dicairkan.

Atas dugaan itu, Effendy Syahputra yang diduga sebagai pihak pemberi dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara‎ Bupati Pangonal dan Umar Ritonga yang diduga sebagai pihak penerima suap dijerat dengan melanggar Pasal12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

KEYWORD :

Labuhanbaru KPK Umar Ritonga




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :