Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (depan) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno (belakang) berjalan untuk memasuki ruangan saat tiba di Balai Kota. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Oleh : Hersubeno Arief*
Penggunaan kosa kata pribumi pada pidato Gubernur DKI Anies Baswedan, bagi para veteran pendukung Ahok adalah durian runtuh. Seperti bunyi pepatah “pucuk dicita, ulam tiba.” Anies seolah memberi amunisi bagi para penentangnya. Baru dilantik, Anies langsung membuat blunder. Benarkah begitu?Tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, sejumlah orang yang mengaku mewakili Banteng Muda Indonesia (BMI) mendatangi Polda Metro Jaya. Salah satu diantaranya adalah Ronny Talapessy yang disebut sejumlah media sebagai mantan tim kuasa hukum Ahok dalam kasus penistaan agama c/q Al Maidah 51.Jalur hukum/pidana adalah skenario keempat dalam sebuah strategi besar menjatuhkan Anies-Sandi di tengah jalan. Dua skenario besar lainnya sudah berjalan.Baca juga :
PDIP Bahas Strategi Jaga Kepercayaan Rakyat
Inti dari skenario keempat adalah strategi membuat Anies-Sandi sibuk dengan berbagai kasus, dan kemudian mem-blow up-nya melalui media dan media sosial. Soal benar tidaknya kasus tersebut, tidak terlalu penting.Yang penting Anies-Sandi tidak bisa fokus menjalankan tugasnya, karena harus bolak-balik menjalani pemeriksaan. Syukur-syukur bila mereka mendapatkan kasus besar yang cukup serius dan bisa dibawa ke pengadilan. Maka tinggal mendorong Anies atau Sandi untuk sementara non aktif, atau mengundurkan diri dengan dalih harus fokus menghadapi kasus hukumnya.
PDIP Bahas Strategi Jaga Kepercayaan Rakyat
representasi umat Islam, maka Anies telah menggeser basis dukungannya menjadi lebih luas. Pribumi tidak hanya mengacu kepada mereka yang beragama Islam—termasuk keturunan Arab dan Cina-- tetapi juga etnis lokal di seluruh Indonesia.
Dengan begitu Anies mulai merangkul kelompok-kelompok di luar Islam, dan menjadi solidarity maker.Bagi Jokowi posisi ini sungguh tidak menguntungkan. Bagaimanapun publik melihat Luhut adalah representasi Jokowi. Pemihakan Luhut kepada kelompok taipan pengembang, bisa menjadi isu politik yang sangat merugikan. Jokowi harus berani memilih. Mempertahankan dukungan investor politik, atau basis konstituen? Dalam kontestasi pilpres langsung, peran para taipan yang bertindak sebagai penyandang dana, sangat penting dalam menggerakkan mesin kampanye. Sebaliknya basis konstituen juga sangat penting , bahkan lebih penting karena merekalah pemegang hak suara. Apalagi selama ini partai pendukung Jokowi selalu mengklaim sebagai partai wong cilik.Posisi ini barangkali yang menjelaskan mengapa dalam beberapa hari terakhir sikap Luhut tampak mulai mengendur soal Reklamasi. Sejumlah media mengutip Luhut mempersilahkan jika Anies ingin menghentikan Reklamasi, asal sesuai aturan. Sikap ini sangat jauh berbeda dengan berbagai pernyataan Luhut yang seolah tidak ada kompromi dan memastikan Reklamasi jalan terus. Di tengah keterbatasan pilihan figur yang hanya berputar pada dua nama : Jokowi dan Prabowo, publik tengah mencari-cari figur altenatif. Pidato Anies -- yang spektrumnya sesungguhnya lebih luas dari hanya sekedar soal pribumi -- dapat diartikan sebagai isyarat bahwa dia sanggup dan mampu mengemban tugas yang lebih besar. Pidato Anies, bagi yang memahami, mencerna, dan menelaah secara dalam, adalah pidato pelantikan gubernur rasa capres. Mengambil analogi dalam permainan sepakbola, sebagai play maker, Anies berhasil mengubah permainan. Ketika lawan keasyikan menekan, dia melakukan serangan balik dengan sangat cepat. Apakah serangan balik Anies akan berbuah menjadi gol? Mari kita nikmati jalannya pertandingan. Ini baru menit-menit awal, namun pertandingan sudah berlangsung dalam tempo tinggi. Pasti akan sangat menarik. End KEYWORD :
Opini Hersubeno Arief