Marlen Sitompul | Rabu, 18/10/2017 11:28 WIB
Jakarta - Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri memiliki perbedaan. Bagaimana perbedaan OTT yang dilakukan KPK dengan Polri menurut Pansus Hak Angket KPK?
Anggota Panitia Khusus Angket di DPR, Muhammad Misbakhun mengatakan,
OTT yang dilakukan oleh
KPK melalui operasi dan proses penyadapan.
"Seperti itu seharusnya mempunyai kewenangan melakukan pencegahan, dicegah dulu orang, supaya tidak melakukan korupsi. Bukan langsung tangkap," kata Misbakhun, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/10).
Sementara
OTT yang dilakukan
Polri, kata Misbakhun, tidak direncanakan. Menurutnya,
OTT yang dilakukan
Polri di Satuas Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli) secara mendadak tanpa ada proses penyadapan.
"Di Saber Pungli itu tangkap tangan karena konteksnya pelayanan yang menyangkut masyarakat kecil, di sana ada uang yang ditaruh di dalam map, amplop berkaitan dengan pelayanan publik yang dirasakan," terangnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil juga menilai bahwa
OTT yang dilakukan oleh
KPK tidak menuntaskan persoalan korupsi di tanah air.
Menurutnya,
OTT yang dilakukan
KPK sebagai bentuk pencitraan. Sebab, hasil
OTT tersebut nilainya hanya puluhan juta. "Yang di
OTT KPK Rp 10 Juta. Apa kemudian ini cara
KPK untuk mendapatkan simpati publik," kata Nasir.
Bahkan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan,
OTT yang dilakukan oleh
KPK adalah ilegal. Hal itu mengingat penyadapan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana dalam UU ITE Pasal 31 ayat D.
"Saya menganggap semua
OTT KPK itu ilegal. Misalnya kemarin panitera (PN Jaksel) itu, kapan dia disadap, terkait apa dia disadap," tegas Fahri.
KEYWORD :
OTT KPK Polri Pansus Angket KPK