Kamis, 25/04/2024 13:14 WIB

Peremajaan Sawit Melalui Badan Pengelola Masih Terhambat

Hambatan ini berpotensi menjadi penghadang untuk mensukseskan program peremajaan kelapa sawit

Petani Kelapa Sawit

Jakarta  – Skema pendanaan bagi petani kelapa sawit atau masyarakat dengan mengharuskan aspek legalitas sebagai garansi serta pola manajemen satu atap, adalah dua hambatan terbesar untuk memajukan petani pekebun menjadi mandiri dan tanpa konflik.

Hambatan ini berpotensi menjadi penghadang untuk mensukseskan program peremajaan kelapa sawit dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan secara khusus dan petani sawit Indonesia secara umum.

Dua hal itulah kesimpulan dari media briefing Tim Advokasi Keadilan Perkebunan bertema “Keadilan Kelapa Sawit Bagi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Dan Petani Pekebun Mandiri Demi Mewujudkan Sawit Berkelanjutan” di Jakarta pada Kamis (12/10).

Acara dihadiri oleh Mansuetus Darto (Ketua Umum SPKS-Serikat Petani Kelapa Sawit), Gunawan (Penasihat Ahli IHCS-Indonesian Human Rights Committee for Social Justice) dan Imam Syafi’i (Praktisi Perkebunan).

Tim Advokasi Keadilan Perkebunan menghargai program peremajaan kelapa sawit oleh BPDP Kelapa Sawit setelah sejak berdiri tahun 2015. Lembaga itu untuk pertama kalinya menjalankan fungsi utama demi mendorong petani kelapa sawit meningkatkan produktivitasnya, di saat perkebunan rakyat dinilai masih belum optimal dalam menghasilkan kelapa sawit.

Acara puncak rencananya akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, pada Jumat (13/10) di Sumatera Selatan. Dalam acara peresmian hari ini, akan di sampaikan aturan sebagai pedoman pembiayaan replanting melalui Badan Pengelolaan Dana Pungutan Kelapa Sawit (BPDP-KS).

Petani yang akan mengikuti program replanting mendapatkan bantuan pembiayaan senilai Rp 25 juta per hektare. Syaratnya, petani tetap menyiapkan dana Rp 25 juta sebagai uang jaminan serta menyertakan sertifikasi sebagai bukti keabsahan kepemilikan lahan.

Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto mengatakan petani pekebun kelapa sawit memandang program ini berpotensi mengurangi jumlah petani swadaya dan sebaliknya memperbanyak perusahaan perkebunan besar yang tentu saja ini bertentangan dengan Nawacita Jokowi.

Misalnya Skema Bapak Angkat pola management satu atap memiliki potensi membuat seluruh kebun-kebun petani swadaya nantinya akan di kelola oleh perusahaan sawit dan pada akhirnya petani hanya akan menjadi buruh.

“Dengan kata lain Jika petani mau bekerja di atas lahan nya mereka akan diberikan upah oleh perusahaan,” ujar Darto.

Sementara Penasihat Ahli Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Gunawan menyebut harus ada perlindungan Hak Asasi petani dalam membuat kemitraan yang setara, adil, tanpa korupsi dalam kemitraan usaha  perkebunan.

Tanpa itu, menurutnya petani akan susah untuk sejahtera dan kemitraan sulit berkelanjutan.

“Kalau presiden Jokowi ingin perkebunan lebih lestari dan berkeadilan sosial, maka Perlu merujuk konstitusionalisme  perkebunan yang berisikan reforma agraria, kemitraan usaha perkebunan yang merupakan perwujudan usaha Bersama, sehingga harus ada pola kemitraan alternative di luar inti-plasma, dan ditujukan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.,” kata Gunawan.

KEYWORD :

Kelapa Sawit BPDPKS Pertanian




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :