Sabtu, 19/07/2025 23:45 WIB

Dosa Perdagangan Anak, Bagaimana Islam Mengutuk Praktik Keji Ini

Perdagangan Bayi, Kejahatan Modern yang Dikutuk Langit dan Bumi?

Ilustrasi perdagangan anak - pelecehan seksual (Foto: Doknet)

Jakarta, Jurnas.com - Baru-baru ini publik dihebohkan oleh terbongkarnya praktik keji sindikat perdagangan bayi lintas negara yang diungkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat. Sedikitnya 25 bayi menjadi korban dalam kasus ini. Bahkan, bayi-bayi tersebut dipesan sejak dalam kandungan dan dijual secara ilegal ke luar negeri, menjadikan mereka sebagai komoditas, bukan manusia.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengecam keras praktik ini. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal kasus tersebut hingga mendampingi penuh proses hukum dan pemulihan para korban. 

Namun pertanyaan mendasar muncul: sejauh apa praktik ini dianggap kejahatan dalam perspektif kemanusiaan dan Islam? Dan mengapa perdagangan anak menjadi perhatian serius umat beragama dan umat manusia pada umumnya? Bagaimana historis pedagangan anak dalam pandangan Islam? Bagaimana strateginya dalam mengurai masalah tersebut? Berikut adalah ulasannya yang dikutip dari berbagai sumber.

Di era modern, perdagangan manusia—termasuk anak—tak ubahnya bentuk baru dari perbudakan. Dalam Protokol PBB 2000, perdagangan manusia didefinisikan sebagai eksploitasi melalui pemaksaan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, hingga penjualan manusia demi keuntungan. Di Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 menegaskan bahwa perdagangan anak adalah kejahatan serius atau extraordinary crime.

Dalam praktiknya, perdagangan anak tidak hanya terkait dengan pemaksaan kerja, tetapi juga eksploitasi seksual, perdagangan organ, dan bahkan pemanfaatan anak sebagai alat transaksi ekonomi. Praktik ini telah mengglobal, dan Indonesia menjadi salah satu negara terdampak.

Lebih jauh, Islam, sejak 14 abad lalu, telah menyuarakan perlawanan terhadap semua bentuk perbudakan dan perendahan martabat manusia. Anak, sebagaimana manusia merdeka lainnya, adalah ciptaan Allah yang tidak boleh diperjualbelikan.

Dalam literatur fiqih, seperti dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, jelas ditegaskan:

“Tidak diperbolehkan memperjualbelikan manusia merdeka... dan kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat ulama tentang masalah itu.”  [Ibnu Qudamah, al-Mughni, Jilid 5:12]

Lebih lanjut, Syekh Sayyid Abdurrahman dalam Bughyatul Mustarsyidin menulis bahwa haram hukumnya menjual anak, sekalipun dengan alasan ekonomi.

"Tidak diperbolehkan memperjualbelikan anak-anak karena kebutuhan akan nafkah mereka..."—  Bughyatul Mustarsyidin, hlm. 243

Nabi Muhammad SAW juga mengecam keras perbuatan ini. Dalam hadis sahih disebutkan:

"Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat... [salah satunya] adalah seseorang yang menjual orang merdeka dan memakan hasil penjualannya." (HR Bukhari)

Bagaimana catatan Al-Qur’an tentang Human Trafficking? Al-Qur’an, dalam Surah Yusuf ayat 19-20, mencatat praktik human trafficking yang menimpa seorang nabi: Nabi Yusuf AS. Ia disembunyikan dan dijual sebagai “barang dagangan” oleh kafilah musafir, dengan harga yang sangat murah—beberapa dirham saja.

“...Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan... mereka menjualnya dengan harga murah...”—QS. Yusuf [12]: 19–20

Penafsiran para ulama menegaskan bahwa kisah ini adalah bentuk nyata perbudakan atau perdagangan manusia di masa lalu. Namun lebih dari sekadar kisah, ayat ini mengandung pesan moral: tidak ada satu pun manusia—bahkan seorang nabi—yang pantas diperlakukan sebagai komoditas.

Islam menempatkan penghormatan atas martabat manusia sebagai pilar utama ajaran. Seorang Muslim sejati tidak hanya menolak praktik perbudakan, tetapi juga harus aktif memerangi sistem dan budaya yang melanggengkan eksploitasi manusia, termasuk perdagangan anak.

QS. Al-Balad [90]: 13 menyebutkan salah satu bentuk kebaikan yang tinggi nilainya adalah "Membebaskan budak (memerdekakan manusia).”

Dalam konteks modern, membebaskan manusia berarti menolak seluruh praktik eksploitasi, memperjuangkan keadilan sosial, dan melindungi yang lemah. Islam dan kemanusiaan menolak keras semua bentuk human trafficking. Penegakan hukum harus menjadi prioritas, tetapi lebih dari itu, kesadaran moral dan spiritual umat adalah benteng utama untuk memutus rantai kejahatan ini. (*)

Wallohu`alam

KEYWORD :

Perdagangan anak Islam sindikat perdagangan bayi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :