Minggu, 02/11/2025 19:43 WIB

Kenapa Banyak Orang Normalisasi Red Flag demi Cinta?





Bukan rahasia umum bahwa kala terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau red flag, tapi tetap dipertahankan.

Ilustrasi percintaan red flag (Foto: Halodoc)

Jakarta, Jurnas.com - Bukan rahasia umum bahwa kala terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, tapi tetap dipertahankan. Alasannya sederhana, cinta. Tapi sering kali, atas nama cinta, kita justru menormalisasi red flag yang seharusnya jadi alarm.

Salah satu penyebabnya ialah rasa takut kehilangan. Kamu bisa jadi sedang khawatir jika ditinggalkan, tak akan menemukan orang sebaik dia lagi. Padahal, `baik` yang dimaksud sering kali hanya kebiasaan, bukan kenyamanan.

Kamu juga cenderung memaafkan hal-hal kecil yang sebetulnya tidak kecil, seperti dibohongi, dikontrol, atau diabaikan. Semua dianggap maklum, karena anggapan masih sayang.

Padahal, cinta bukan alasan untuk menoleransi perlakuan buruk. Mencintai seseorang tidak berarti kamu harus mengorbankan kesehatan mentalmu.

Red flag yang diabaikan biasanya tumbuh menjadi luka yang lebih dalam. Sekali kamu membiarkan, kamu mengajarkan dia bahwa perilaku itu bisa diterima.

Normalisasi red flag sering datang dari trauma masa lalu. Kita terbiasa dengan pola cinta yang tidak sehat, lalu menganggap itu hal biasa.

Menyadari bahwa sesuatu tidak normal adalah langkah awal menuju hubungan yang lebih sehat. Jangan takut dianggap egois saat memilih pergi. Menjaga diri bukan keegoisan, tapi bentuk cinta tertinggi pada diri sendiri.

Cinta yang sehat tidak menuntutmu menutup mata terhadap yang salah. Hal ini justru membuka mata agar kamu bisa mencintai dengan sadar.

KEYWORD :

Pasangan Red Flag Hubungan Percintaan Cinta Tidak Sehat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :