Jum'at, 19/04/2024 09:30 WIB

Protes UU Deforestasi, Para Petani Sawit Ontrog Kantor Dubes Uni Eropa di Jakarta

EUDR mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa (UE) untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan.

Unjuk rasa para petani sawit terhadap pemberlakuan UU Deforestasi Uni Eropa di kantor Kudataan Besar Uni Eropa Jakarta, Rabu (29/3/2023). Foto: dok. jurnas

JAKARTA, Jurnas.com – Para petani sawit yang tergabung dalam beberapa organisasi memprotes Undang-undang anti deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang diberlakukan pada 6 Desember 2022 lalu.

Para petani sawit yang tergabung dalam APKASIND0 (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), ASPEK-PIR (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat), SAMADE (Sawitku, Masa Depanku),  Santri Tani Nahdlatul Ulama, dan FORMASI (Forum Mahasiswa Sawit) Indonesia itu melakukan aksi keprihatinan di depan kantor perwakilan Uni Eropa di Jakarta, Rabu (29/3/2023).

EUDR mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa (UE) untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan.

Undang-undang tersebut berlaku untuk sejumlah komoditas, antara lain ternak, coklat, kopi, minyak kelapa sawit, kedelai, karet dan kayu. Ini juga termasuk beberapa produk turunan, seperti kulit, cokelat, dan furniture.

“Ketentuan itu tentu saja sangat mempengaruhi salah satu produk andalan Indonesia yaitu kelapa sawit,” ujar Ketua Umum DPP APKASINDO Gulat ME Manurung.

Menurutnya, Indonesia sendiri sudah mencangkan sawit berkelanjutan melalui sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) sejak tahun 2011 dan dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) tahun 2019. Kemudian semua pelaku usaha tani baik korporasi maupun petani sawit diwajibkan memiliki ISPO melalui Perpres Nomor 44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi ISPO.

“Mengingat sawit merupakan pemasukan negara tertinggi pada 5 tahun terakhir dan sawit merupakan simbol ekspor negara Indonesia. Wajar pemerintah sangat serius dengan upaya sawit berkelanjutan ini. Dengan demikian, Eropa tidak perlu menerbitkan EUDR, karena EUDR juga sudah terakomodir melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan bahkan sangat tegas dalam pola ruang peruntukan pemanfaatan lahan,” katanya.

Ketua Umum Aspekpir H. Setiyono mengatakan keberadaan kelapa sawit sangat baik dan berdampak positif terhadap sosial kemasyarakatan maupun lingkungan. "Kesejahteraan petani sawit meningkat," katanya.

Perihal EUDR tersebut, Gulat menjelaskan bahwa dalam usaha lobi-lobi tentang penerapan nya paling tidak sudah 5 kali diadakan pertemuan antara APKASINDO dengan delegasi UE, dan sekali diantaranya dilakukan di Riau. Namun sepertinya tidak membuahkan hasil yang menggugah hati delegasi UE tentang nasib petani petani kecil pasca EUDR tersebut.

Memang UE yang terdiri dari 27 Negara bukanlah pengimpor tertinggi minyak sawit dari Indonesia, tapi ranking ke empat kadang kelima (4-4,5 juta ton/tahun).

Menurut data Kemendag, Tiongkok dan India merupakan pangsa pasar terbesar ekspor minyak sawit nasional. Ekspor CPO ke kedua negara tersebut mencapai 29% dari total nilai ekspor sawit Indonesia. Anehnya meskipun UE sibuk mendiskreditkan minyak sawit, tapi impor 27 negara-negara yang tergabung dalam UE dari tahun ke tahun stabil dikisaran 4-4,5 juta ton per tahun.

“Mendiskreditkan sawit sebagai sumber penghidupan 17 juta petani sawit dan pekerja sawit dengan alasan deforestasi adalah tidak tempat dan sudah merupakan pelanggaran HAM,” kata Gulat.

Aksi keprihatinan petani sawit tersebut berlangsung damai. Setelah ke kantor Dubes EU dan Kemenlu, mereka melanjutkan aksinya ke Istana Presiden untuk mengantarkan surat petisi secara terbuka kepada Presiden Jokowi perihal EUDR ini.

KEYWORD :

EUDR Uni Eropa Sawit




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :