Rabu, 24/04/2024 07:00 WIB

Kisah OYPMK Subang, Kala Cinta Tak Pupus oleh Kusta

Rasa cinta menjadi alasan Eri tak pernah lelah berkonsultasi ke Puskesmas Sukarahayu, untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait pengobatan suaminya yang mengalami kusta.

OYPMK asal Subang, Isud Sudana bersama istrinya, Eri, masih tetap melakukan terapi meluruskan jari di puskesmas (Foto: Dok. NLR Indonesia)

Jakarta, Jurnas.com - Vonis kusta pada 2017 lalu sempat membuat Isud Sudana kaget. Begitu pula istrinya, Eri, yang selama ini tidak menyangka penyakit kulit menular tersebut akan `mampir` di keluarganya.

Isud ini tidak tahu-menahu entah dari mana dia tertular kusta. Namun, yang pasti, gejala kusta sudah dia rasakan sejak 2004 silam, ketika Isud merasakan pegal di tangan kirinya. Tangan kanannya juga mengalami hal serupa tiga tahun kemudian, tanpa dia sadari bahwa juga ada bercak putih kusta di balik punggungnya.

Alih-alih langsung berobat, pria kelahiran 14 April 1958 ini memilih abai. Isud yang bekerja sebagai seorang mandor pada sebuah perusahaan konstruksi, masih rutin dengan aktivitasnya meski merasakan gejala tersebut.

Dan yang paling mengejutkan, butuh waktu 13 tahun bagi Isud hingga akhirnya berobat ke puskesmas. Pegal yang dia rasakan di awal gejala kusta, membuat jemarinya kaku hingga sulit diluruskan. Petugas puskesmas pula yang menemukan ada bercak di punggung Isud, hingga akhirnya dia dinyatakan positif kusta.

"Saya kira itu (pegal) karena rematik. Memang saya akui terlambat berobat karena kerja terus ngurusin anak buah," kata Isud saat ditemui Jurnas.com di Desa Sumurgintung, Pagaden Barat, Subang, Jawa Barat pada Selasa (7/2) lalu.

Kabar ini tak pelak membuat Eri terkejut. Sebagai seorang istri, Eri sempat terbesit di benaknya penyakit sang suami akan menular kepada dirinya dan anak-anaknya. Apalagi, saat itu dia meyakini kusta akan membuat kulit borok.

Setelah mendapatkan konsultasi dari puskesmas bahwa kusta pasti sembuh dan tidak menular jika telah berobat, Eri merasa lega. Tidak ada lagi secercah keraguan dalam hatinya untuk mendampingi Isud menjalani pengobatan rutin selama setahun. Keyakinan Eri juga diperkuat dengan dukungan dari teman-temannya yang menyebut bahwa kusta tidak menular jika telah diobati.

Selain itu, rasa cinta pula yang menjadi alasan Eri tak pernah lelah berkonsultasi ke Puskesmas Sukarahayu, untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait pengobatan suaminya yang mengalami kusta.

"Saya selalu konsultasi ke puskesmas soal keadaan bapak (suami). Kata Bu Haji (Kepala Puskesmas Sukarahayu) sabar karena masih proses penyembuhan. Saya tenang lah pokoknya setelah konsultasi ke puskesmas," tutur Eri.

Saat ini, Isud sebagai Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK), bersama istrinya aktif dalam sebuah komunitas Kelompok Perawatan Diri (KPD) di wilayahnya. Melalui komunitas tersebut, dia mendapatkan banyak pengetahuan mengenai kusta dan penanganannya. Di antaranya, terapi mandiri untuk jemari tangannya yang kini sudah mulai pulih.

"Alhamdulillah (KPD) ada manfaatnya. Jadi perawatan-perawatan itu bisa saya terapkan, seperti harus apa setiap pagi, misalnya kaki direndam. Atau, setiap malam jari diikat supaya bisa lurus," tutup Isud.

Untuk diketahui, penemuan kasus kusta di Indonesia tak lepas dari peran Yayasan NLR Indonesia, sebagai organisasi nirlaba yang bekerja di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya melalui layanan kesehatan puskesmas.

Di Jawa Barat, Yayasan NLR Indonesia bekerja sama dengan sejumlah kabupaten, antara lain Cirebon, Subang, Indramayu, Karawang, Kuningan, dan Bekasi untuk penemuan kasus kusta. NLR Indonesia juga bermitra dengan pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk eliminasi kusta.

KEYWORD :

Kusta OYPMK Isud Sudana Subang Cinta




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :