Kamis, 25/04/2024 01:51 WIB

Belajar dari Kanjuruhan, Akademisi Soroti Pentingnya Peran Asuransi di Sepak Bola Indonesia

Peran asuransi sendiri di sini diatur di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022, khususnya di Pasal 1 angka 30 di mana bahwa jaminan sosial nasional itu harus diberikan kepada semua orang termasuk di sini adalah pemain, penonton dan semuanya. Jadi tidak hanya khusus tetapi ini diwajibkan untuk seluruh insan olahraga atau pelaku olahraga.

Akademisi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr. Sandey Tantra Paramitha, S.Si., M.Pd berbicara dalam acara seminar yang diadakan oleh Forum Akademisi Penggemar Sepak Bola Indonesia (FAPSI), di Bandung, Selasa (31/1). (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Persepakbolaan Indonesia mengalami masa sulit dalam sejarah Indonesia. Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban 135 nyawa memberikan pelajaran penting, bahwa perlu ada manajemen risiko dalam mengantisipasi risiko terburuk dalam pertandingan sepak bola Indonesia.

Akademisi yang juga dosen olahraga dan asuransi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr. Sandey Tantra Paramitha, S.Si., M.Pd mengatakan, belajar dari Kasus Kanjuruhan, ia menyoroti pentingnya asuransi sebagai upaya mitigasi risiko yang dihadapi dalam setiap pertandingan sepak bola di Indonesia.

Menurutnya, manajeman risiko diperlukan sebagai langkah antisipasi keburukan yang akan terjadi. Risiko kritikal yang memberikan dampak besar dan signifikan dapat diminimalisasi dengan mengalihkan risiko. Hal itu bisa melalui kerjasama dengan lembaga jaminan sosial, sesuai dengan Undang-Undang Keolahragaan No 11 Tahun 2022

“Peran asuransi sendiri di sini diatur di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022, khususnya di Pasal 1 angka 30 di mana bahwa jaminan sosial nasional itu harus diberikan kepada semua orang termasuk di sini adalah pemain, penonton dan semuanya. Jadi tidak hanya khusus tetapi ini diwajibkan untuk seluruh insan olahraga atau pelaku olahraga,” ujar Sandey dalam acara seminar yang diadakan oleh Forum Akademisi Penggemar Sepak Bola Indonesia (FAPSI), di Bandung, Selasa (31/1).

Dia menjelaskan, secara spesifik pada Pasal 100 disebutkan bahwa pelaku olahraga juga harus mendapatkan jaminan sosial secara spesifik, selain penghargaan juga harus ada jaminan sosial.

Ia menilai selama ini faktor keselamatan dan kepatuhan tidak dicermati secara serius, baik oleh klub maupun PSSI. Padahal, dalam mengelola pertandingan olahraga yang mengumpulkan banyak massa. Apalagi mempunyai suporter ultras dengan rivalitas yang tinggi, sangat diperlukan manajemen risiko.

“Artinya bahwa jangan sampai kita berpikir pada saat kita kondisi fit saja, tetapi kita juga dalam keadaan di luar itu. Karena memang sepak bola itu hari ini seperti apa besok seperti apa tidak tahu karena memang olahraga yang ekstra keras dan memang harus diperhitungkan mengenai asuransi kesehatan maupun kesejahteraannya juga,” jelas Sandey.

Menurutnya, masih mengacu pada peraturan yang sama disebutkan bahwa untuk pengelolaan sebuah penyelenggaraan turnamen olahraga tiket yang dibeli oleh penonton sudah terdapat asuransi di dalamnya.

“Artinya bahwa mulai dari pemain di situ disebutkan mengenai asuransi kesehatan dan juga pada saat pembelian tiket ini juga harus disampaikan betul bahwa tiket itu adalah untuk include di dalamnya ada asuransi kesehatan dan keselamatan,” katanya

“Di sini tentu akan berdampak pada bagaimana tata kelola untuk pembelian tiket maupun penjualan tiket jangan sampai nanti tidak resmi artinya di sini akan memberikan kemudahan bagi penonton yang dalam hal ini banyak sekali kejadian kerusuhan ataupun bahkan ada yang meninggal itu bisa di asuransikan,” imbuhnya.

Selain itu, Sandey mengatakan untuk mencegah kembali jatuhnya korban, salahsatunya yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah penonton yang datang tidak boleh melebihi kapasitas tempat duduk yang tersedia.

“Mitigasi yang pertama itu di situ mengenai kapasitas dari stadion sendiri, kan sudah ada batasan tetapi melihat dari fenomena-fenomena penonton yang hadir dari seluruh penjuru Indonesia itu memang terkadang ada yang melebihi kapasitas,” ucapnya.

Lanjut Sandey, program asuransi tidak sebatas pada program yang memberikan pembayaran atas cidera, kesehatan, dan meninggalnya seseorang, tetapi bisa mengarah pada risiko finansial yang lebih besar. Seperti adanya kejadian pada kerusakan stadion yang diakibatkan huru-hara dan aksi kekerasan dan lain-lain.

Sandey berharap agar sepak bola Indonesia bisa memberikan jaminan rasa aman dan nyaman baik bagi para pemain maupun penonton. Sebab, industri sepak bola akan tumbuh jika banyak minat penonton terhadap pertandingan sepak bola.

“Jadi jangan sampai nanti harapannya kita ingin menikmati sepak bola dengan nyaman aman tetapi malah terjadi hal yang tidak diinginkan,” tuntasnya.

 

KEYWORD :

PSSI Kanjuruhan asuransi sepak bola FAPSI Sandey Tantra Paramitha




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :