Sabtu, 20/04/2024 18:25 WIB

143 Anak Meninggal, Komisi X DPR Minta Penny Lukito Mundur

143 Anak Meninggal, Komisi X DPR Minta Penny Lukito Mundur.

Illustrasi-obat sirup. (Foto istimewa)

 

JAKARTA, Jurnas.com - Anggota Komisi X DPR, Robert J. Kardinal menuntut agar Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito ikut bertanggungjawab atas bencana gagal ginjal akut yang menyebabkan 143 anak meninggal dunia. BPOM dinilai gagal melakukan pengawasan dalam peredaran obat-obatan di masyarakat, sehingga ratusan anak-anak tidak berdosa ikut menjadi korban.

"BPOM dan aparatnya yang ikut bertanggungjawab sebaiknya meletakkan jabatannya atas kelalaian mereka, sehingga ratusan anak-anak ikut menjadi korban. Tidak perlu menunggu untuk dipecat," tegas Kardinal di Jakarta, Kamis (3/11).

Politisi senior Fraksi Golkar ini menegaskan, kematian 143 anak akibat gagal ginjal akut ini merupakan bencana kemanusiaan yang luar biasa. Musibah kemanusiaan ini harus menjadi pelajaran berharga bagi dunia kesehatan tanah air.

Peristiwa ini juga, lanjutnya,  harus menjadi bahan evaluasi dan instropeksi mendalam bagi BPOM dalam menjalankan fungsinya dalam pengawasan dan peredaran obat di dalam negeri.

"Sebab musibah ini terjadi lantaran BPOM tidak bekerja. Jadi sudah sepantasnya dipecat, juga dituntut pidana bersama para pemilik perusahaan farmasi yang terlibat," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Kardinal juga menyoroti temuan BPOM terhadap 7 obat sirup dengan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di luar ambang batas, yang diduga kuat menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak ini. Adanya temuan ini menunjukkan buruknya performa pengawasan BPOM terhadap produksi obat dan distribusinya. Penghentian dan penarikan obat baru dilakukan setelah banyak korban bertumbangan.

"Setelah ribut, banyak korban, (BPOM) baru sibuk. Seharusnya kita belajar dari BPOM Singapura yang betul-betul bekerja dan bertanggungjawab atas semua obat dan makanan yang beredar di masyarakat," jelas Kardinal yang mencontohkan Singapura yang belum lama ini langsung menarik berbagai produk makanan yang ditengarai mengandung sulfur yang dapat menyebabkan alergi pada yang mengkonsumsinya.

Sebelumnya, BPOM mengumumkan tujuh obat sirup dengan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di luar ambang batas. Obat tersebut diproduksi dari tiga produsen farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afifarma.

BPOM telah memberikan sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan kembali, dan pemusnahan produk. BPOM juga telah melaporkan temuannya tersebut kepada Bareskrim Polri.

Sementara itu, Kepala BPOM Penny Lukito mengaku kaget atas peristiwa gagal ginjal akut yang menewaskan ratusan anak akibat penggunaan obat yang mengandung cemaran EG dan DEG di luar ambang batas. Penny mengklaim kasus ini baru pertama kali terjadi di Indonesia.

"Ini sesuatu hal yang mengagetkan untuk kami sebagai institusi pengawas yang tentunya belum pernah terjadi di Indonesia selama saya menjadi kepala BPOM," ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (03/11/200).

Penny memastikan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai regulator dan pengawas, sudah menjadi tanggungjawab pihaknya mencari apakah ada produk yang mengandung bahan yang berbahaya. Termasuk memastikan akan ada pengenaan sanksi baik administrasi atau pidana untuk beri efek jera kepada pelaku farmasi yang membahayakan masyarakat.

BPOM juga mencari penyebab apakah dalam sistem pengawasan obat dan makanan yang ada itu tidak cukup ketat sehingga itu terjadi, mencari solusi dari penyebab-penyebab tersebut dan bertanggungjawab dalam memperbaiki sistem serta memastikan peristiwa ini tidak terulang kembali.

"Yaitu sistem jaminan keamanan dan mutu untuk obat yang aman yang di dalamnya terdiri dari banyak pihak seperti industri, BPOM dan kementerian lembaga lainnya dalam standar-standar yang ada dan fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan obat ini," ujarnya.

Penny mengatakan pihaknya telah mendengar kasus gagal ginjal akut ini pada awal tahun lalu. Namun BPOM tidak bisa bergerak kalau tidak ada laporan dari dokter atau pasien dalam ini.

"Itulah kami mengapa memiliki sistem monitoring pelaporan dari efek samping obat. Dari situ baru kami bisa bergerak setelah dapat informasi dari Kementerian Kesehatan atau dokter atau pasien bahwa ada kematian atau kesakitan yang disebabkan oleh obat, barulah kami menelusuri dikaitkan dengan kandungan dan mutu dari obat," jelasnya.

KEYWORD :

Komisi X DPR Robert J. Kardinal Kepala Pengawas BPOM Penny Lukito Gagal Ginjal Akut




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :