Sabtu, 20/04/2024 15:19 WIB

DPR Minta Pemerintah Terbuka Soal Keuntungan Negara dari Ekspor Nikel Hasil Hilirisasi

Pemerintah mesti transparan dan dapat menjelaskan besarnya penerimaan negara dari hilirisasi komoditas nikel tersebut. Kita perlu tahu sebenarnya berapa besar penerimaan negaranya. Jangan-jangan malah pemerintah nombok.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Foto: Azka/Man)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mendesak Pemerintah untuk terbuka menyampaikan besarnya keuntungan atau penerimaan negara dari nilai ekspor komoditas nikel hasil hilirisasi yang diklaim sebesar Rp 360 Triliun.

Politikus PKS ini menegaskan, hal itu penting agar tak menimbulkan salah tafsir di masyarakat. Jangan sampai data tersebut terkesan hanya sebagai glorifikasi yang ternyata kosong.

"Pemerintah mesti transparan dan dapat menjelaskan besarnya penerimaan negara dari hilirisasi komoditas nikel tersebut. Kita perlu tahu sebenarnya berapa besar penerimaan negaranya. Jangan-jangan malah pemerintah nombok,” tambah Mulyanto.

Bukan tanpa alasan, menurut dia, selama ini industri smelter bebas dari pajak ekspor atau bea keluar. Penerapan pajak ekspor produk hilirisasi nikel setengah jadi seperti fero nikel dan nikel pig iron (NPI), baru akan berlaku pada tahun 2022. Itu pun masih sebatas rencana. Padahal Sekarang sudah menjelang akhir tahun, namun belum ada tanda-tanda implementasinya.

"Selain itu mereka juga mendapat insentif pembebasan pajak atau tax holiday (pph badan) selama 25 tahun. Tidak pula membayar pajak pertambahan nilai (ppn). Karena tidak menambang sendiri dan hanya membeli ore dari penambang, maka industri smelter praktis tidak membayar royalti tambang sepeserpun," kata Mulyanto.

"Pekerja yang didatangkan dari luar negeri ditengarai tidak menggunakan visa pekerja, melainkan berstatus turis.  Hal ini kembali menggerus penerimaan negara. Jangan-jangan dengan fasilitas insentif fiskal dan non-fiskal yang super mewah tersebut, kas keuangan negara malah rugi," imbuhnya.

Oleh karena itu, Mulyanto mendesak Pemerintah melakukan evaluasi komprehensif program hilirisasi nikel ini sebelum berlanjut pada hilirisasi tambang lainnya seperti timah dan bauksit.

"Harus clear dahulu road map tahapan industri dan produk hilirisasinya, sehingga diharapkan benar-benar tumbuh industri dengan nilai tambah tinggi dan dengan multiflier effect yang besar bagi masyarakat. Jangan sekedar hilirisasi yang menjadi subordinat proses industrialisasi di Cina, yang mengeskpor produk setengah jadi dengan nilai tambah rendah," tandas Mulyanto.

“Penambang nikel sudah berkorban tidak dapat menikmati harga nikel internasional yang tinggi, lalu negara pun rela digugat di WTO.  Padahal yang diuntungkan hanya segelintir investor asing. Ini kan tidak fair,” sambungnya.

Untuk diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyampaikan dalam Peresmian Pembukaan Investor Daily Summit 2022, Selasa (11/10/2022), bahwa hilirisasi industri mampu meningkatkan hasil ekspor Indonesia. Dia mencontohkan, nilai ekspor komoditas nikel bertambah dari Rp15 triliun menjadi Rp360 triliun setelah proses hilirisasi.

Menurutnya RI ketiban durian runtuh hingga mencapai Rp 360 triliun melalui hilirisasi nikel menjadi barang bernilai tambah.

Oleh karena itu, untuk mengulang kesuksesan pelarangan ekspor nikel. Kelak, Presiden Jokowi juga akan melarang kegiatan ekspor timah, bauksit hingga tembaga.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII Mulyanto PKS nikel Hilirisasi tambang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :