Kamis, 18/04/2024 10:16 WIB

Denny Kailimang Sebut Peraturan Mendag Berubah-ubah, Kliennya Jadi Korban

Sidang kasus dugaan korupsi minyak goreng berlanjut, kuasa hukum sebut peraturan Mendag yang berubah-ubah korbankan kliennya.

Suasana sidang kasus CPO Minyak Goreng. (Foto: Jurnas/Ira).

Jakarta, Jurnas.com- Sidang lanjutan korupsi minyak goreng (migor) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (29/9/2022). Sidang kali ini mengagendakan mendengarkan keterangan saksi yakni mantan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan.

Dalam kesaksiannya, Oke Nurwan menjelaskan, pada tahap D1 atau distribusi dan pengiriman, para distributor membutuhkan biaya lebih untuk memasarkan minyak goreng yang di drop produsen sampai ke pelosok daerah. Di sela sidang, Denny Kailimang selaku Kuasa Hukum General Manager Musim Mas Group, Togar Sitanggang yang menjadi terdakwa di kasus ini mengklaim kliennya menjadi korban dari peraturan Kemendag yang berubah-ubah. Peraturan yang berubah-ubah dari Kemendag itu membuat Togar menjadi pesakitan di terkait perkara dugaan korupsi migor ini.

"Kami korban dari peraturan," ujar Denny Kailimang.

Denny memaparkan, Peraturan Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal Harga Eceran Tertinggi (HET) diklaim sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Menurutnya, penetapan HET minyak goreng Rp 14.000/liter, tidak mengikuti harga minyak sawit mentah internasional (Crude Palm Oil/CPO) yang sudah naik.

"Dengan patokan harga itu produsen tidak mau menjual produknya," jelasnya.

Denny melanjutkan, hal itu membuat pasokan minyak goreng di pasaran menurun hingga menimbulkan kelangkaan. Sementara barang yang sudah diproduksi produsen, tidak berani dijual di atas harga pasar.

"Mereka takut jual. Takut ditangkap polisi, karena HET-nya sudah ada," ujarnya.

Berawal dari sini, Kemendag mulai membuat serangkaian kebijakan. Hingga akhirnya produsen minyak goreng diwajibkan mengalokasikan 20 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri, lewat kebijakan domestic market obligation (DMO). Namun Denny menegaskan, dalam peraturannya, tidak dituliskan mengenai kewajiban produsen untuk memastikan barangnya sampai ke pelosok daerah dengan harga yang sudah ditentukan sebelumnya.

"Dengan adanya 20 persen dengan HET yang ditentutkan itu, tidak disebutkan sampai ke pengecer. Hanya sampai D1," katanya.

"Makanya harganya naik kan. Inilah masalahnya. Maka di Maret (2022) keluar peraturan harga bebas ikutin harga pasar. Cuma minyak curah aja yang Rp 14 ribu," imbuhnya.

Dengan adanya peraturan itu, Denny menjelaskan bahwa peredaran minyak goreng di dalam negeri kembali terpenuhi. Sehingga dia menyalahkan kebijakan-kebijakan Kemendag yang cepat berubah.

Sementara itu, Refman Basri, kuasa hukum koorporasi Musim Mas mempertanyakan puluhan perusahaan ekspor minyak goreng yang belum juga diajukan ke persidangan. Saat ini hanya tiga perusahaan yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi minyak goreng.

"Perusahaan lain kok didiemin saja. Kenapa cuma tiga perusahaan yang jadi tersangka. Kemana perusahaan lainnya. Ini ada apa?" tanyanya.

Seperti diketahui, dalam perkara ini, JPU mendakwa lima orang terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan keuangan negara Rp6,04 triliun dan merugikan perekonomian negara Rp12,3 triliun.

Kelima terdakwa itu adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Togar Sitanggang.

Kemudian, penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Serta, bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana.

KEYWORD :

Minyak Goreng Togar Sitanggang Denny Kailimang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :