Jum'at, 19/04/2024 16:52 WIB

Gapasdap: Penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan Tak Sesuai Harapan

Khoiri mengaku heran, di satu sisi Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, akan tetapi penetapan tarif bertolak belakang dengan keselamatan.

Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo. Foto: dok.jurnas.com

JAKARTA, Jurnas.com – Pengusaha angkutan penyeberangan yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menilai penyesuaian tarif angkutan penyeberangan tidak sesuai dengan harapan. Hal ini membuat aspek keselamatan menjadi taruhan.

Demikian disampaikan Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo melalui keterangan tertulis yang diterima jurnas.com di Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Pemerintah sendiri telah mengambil keputusan penyesuaian tarif penyeberangan lintas antar provinsi melalui KM 184 tahun 2022 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan RI pada tanggal 28 September dan berlaku 3 hari setelahnya.

Khoiri mengatakan, besaran kenaikan tarif penyeberangan tidak sesuai dengan pengusulan dari Gapasdap. Usulan Gapasdap untuk penyesuaian tarif angkutan penyeberangan akibat adanya kenaikan harga BBM tidak terlalu besar. MAsalahnya ada kekurangan pada saat penetapan tarif sebelumnya yang dihitung mulai tahun 2018, kekurangan tersebut mencapai 35,4%.

“Sebenarnya sesuai ketentuan, harus dilakukan evaluasi atau penyesuaian setiap 6 bulan, tetapi hal ini tidak dilakukan. Sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum,” kata Khoiri.

Khoiri mengaku heran, di satu sisi Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, akan tetapi penetapan tarif bertolak belakang dengan keselamatan.

“Dan ini seakan-akan kami ingin dijebak pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan ataupun standar pelayanan minimum yang kurang,” katanya.

Dengan tarif minim seperti sekarang, Gapasdap mengaku tidak bisa menerima tuntutan untuk keselamatan dari pemerintah. Sehingga keselamatan bukan menjadi tanggung jawab operator/pengusaha lagi tetapi merupakan tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan.

“Tarif angkutan penyeberangan yang melakukan perhitungan adalah pemerintah, sehingga ketika terjadi kekurangan dalam penetapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan. Bila terjadi kecelakaan, maka menteri yang harus bertanggung jawab,” tegas Khoiri.

Selain soal keselamatan, tarif minim juga dikhawatirkan akan memengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan yang selama ini sudah terganggu dalam pembayaran gajinya.

“Dengan gaji yang tidak cukup akan menyebabkan konsentrasi kerja karyawan berkurang dan akhirnya akan berpengaruh pada keselamatan pelayaran,” ujarnya.

Khoiri menjelaskan, Pemberlakuan KM 184 tahun 2022 diatas membatalkan KM 172 tahun 2022 mengenai penyesuaian tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi yang ditetapkan pada tanggal 15 September 2022 yang seharusnya berlaku 3 hari setelahnya. SK tersebut "layu sebelum berkembang" yaitu tidak pernah berlaku tanpa adanya kejelasan dan juga tidak ada pencabutan walaupun telah melewati batas waktu pemberlakuannya yaitu tanggal 19 September 2022.

Sebagai perbandingan, lanjut Khoiri, untuk kenaikan tarif yang terjadi pada moda transportasi yang merupakan pasar dari angkutan penyeberangan, yaitu Organda sudah mengalami kenaikan antara 35% - 45% dan Aptrindo 40%, sebelum terjadinya kenaikan tarif angkutan penyeberangan.

“Kenapa hal ini tidak ada kontrol dari pemerintah? Ini berarti telah terjadi diskriminasi dimana moda transportasi laut tidak diperhatikan oleh kemenhub padahal jargon Presiden Jokowi adalah maritime,” katanya.

KEYWORD :

Gapasdap tarif penyeberangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :