Jum'at, 19/04/2024 08:23 WIB

Pegiat Bagikan Potret Pendidikan di Timur Indonesia

Pegiat Bagikan Potret Pendidikan di Timur Indonesia

Konferensi Pendidikan di Timur Indonesia (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Potret pendidikan di timur Indonesia dibagikan oleh para pembicara dalam kegiatan `Konferensi Pendidikan di Timur Indonesia`, yang digelar oleh gerakan Indonesia Mengajar pada Sabtu (24/9) kemarin.

Keberadaan para penggiat pendidikan tersebut, bertujuan menginspirasi para peserta yang hadir, serta memberikan sisi lain pendidikan di tanah timur Indonesia.

Founder Yayasan Papuahe Indonesia, Ratna Catur Hastuti, menceritakan misinya untuk mentranformasi generasi Papua. Dia merintis program pendampingan bagi anak-anak Papua, sebelum dan setelah mereka melakukan pendidikan ke perguruan tinggi.

"Mereka bisa kami karantina sebelum pergi ke Jawa atau sekolah tinggi ke luar Papua yang lain sesuai passion mereka. Kami akan carikan orang tua asuh dan pendampingan di bawah Yayasan Papuahe Indonesia," terang Ratna di sela-sela konferensi.

"Harapannya, mereka mencapai target keoptimalannya untuk dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga menjadi berkat bagi tanah papua. Sehingga, mereka akan kembali ke papua, membangun papua, dan pada akhirnya papua bisa jadi wilayah yang tidak dipandang sebelah mata," imbuh dia.

Saat ini, lanjut Ratna, pihaknya rutin pergi dari satu kampung ke kampung untuk menemukan potensi anak-anak Papua. Setelah naik ke kelas 3 SMA, mereka yang ingin melanjutkan pendidikan ke luar Papua, akan dikarantina selama setahun di Serui.

"Misalnya yang ingin masuk fakultas kedoktera, dari Yayasan Papuahe akan mendampingi untuk masuk tes. Setelah itu kita carikan donator, diasramakan lagi di Jawa," kata Ratna.

Pendampingan ini, menurut Ratna, sangat penting untuk mengawal pendidikan tinggi anak-anak Papua, agar tidak bernasib sama dengan mereka yang mendapatkan beasiswa dari dana otsus dan pemda.

"Dana otsus dan pemda yang diperuntukkan untuk beasiswa anak-anak papua, maaf, dalam tanda kutip justru mengirim badai. Karena tidak ada pendampingan. Di sana mereka dengan budaya mabuk, hedon, tidak peduli itu uang pemerintah atau uang rakyat menyekolahkan mereka. Mereka bukan pulang untuk jadi berkah malah menimbulkan masalah baru," ujar Ratna.

Pendidikan Bahasa Inggris untuk Anak-anak Tambang

Perjuangan lainnya juga dilakukan oleh Maria Regina Jaga, pegiat pendidikan di Nusa Tenggara Timur. Kata Ratna, peluang mendapatkan pendidikan di sejumlah wilayah terluar NTT terhitung sulit. Karena itu, anak-anak lebih suka bekerja di tambah daripada bersekolah.

Hal ini yang menggerakkan hatinya untuk memberikan pembelajaran bahasa Inggris bagi anak-anak NTT. Menurut dia, bahasa Inggris merupakan bahasa internasional, dan pintu masuk untuk memiliki wawasan global.

Upaya ini tidak berjalan mudah. Banyak orang tua menentang anak-anak mereka belajar bahasa Inggris, karena sudah memiliki pendapatan melalui bekerja di tambang.

"Kesulitan pertama tama ialah mematahkan stigma ortu buat apa sekolah kalau ujung-ujungnya keluar dan cari uang. Mereka sudah bisa kerja dan cari uang. Jadi, saya harus diskusi beberapa bulan agar ortu mengizinkan anaknya sekolah," tutur Regina.

Kegigihan Regina membuahkan hasil. Anak-anak mulai tertarik belajar bahasa Inggris, berkat metode yang dia gunakan, yakni dengan menggunakan permainan tradisional atau benda-benda di sekitar.

Hal berikutnya ialah dia menyerahkan seluruh topik pembelajaran kepada anak-anak, sehingga mereka hanya akan belajar topik yang ingin mereka kuasai.

"Jika sudah berhasil, saya tanya lagi mau belajar apa. Saya bertugas menyiapkan peraganya, kata-kata bahasa inggris, dan gambarnya. Setelah berjalan lebih dari enam bulan, saya minta mereka gambar sendiri," kata dia.

Regina menambahkan, penanaman budaya lokal menjadi penekanan dalam pembelajaran bahasa Inggrisnya kepada anak-anak NTT. Diharapkan, mereka tidak melupakan warisan budaya yang telah ada secara turun-temurun.

KEYWORD :

Konferensi Pendidikan Indonesia Mengajar Pegiat Wilayah Timur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :