Rabu, 24/04/2024 10:12 WIB

Agus Widjajanto Beberkan Dugaan Permainan Oknum BPN Hambalang ke DPR

Saya minta pimpinan yang terhormat, kami mendukung Komisi II untuk mari bersama-sama dengan rakyat, kita perangi mafia tanah dengan menghadirkan satgas atau apapun bentuknya. Di pundak kalian kami masyarakat menaruh harap.

Pengacara dari Agus Widjajanto & Partners, Hendrikus Hali Atagoran dalam RDPU dengan Panja Mafia Tanah Komis II DPR RI. (Foto: tangkapan YouTube @Komisi II DPR RI)

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Junimart Girsang mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam memberantas mafia tanah.

Dukungan diberikan langsung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan beberapa elemen masyarakat terkait masalah Pertanahan di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Senayan, Senin (5/9).

"Saya minta pimpinan yang terhormat, kami mendukung Komisi II untuk mari bersama-sama dengan rakyat, kita perangi mafia tanah dengan menghadirkan satgas atau apapun bentuknya. Di pundak kalian kami masyarakat menaruh harap," kata pengacara dari Agus Widjajanto & Partners, Hendrikus Hali Atagoran.

RDPU dihadiri Perhimpunan Petani Konawe Selatan, Paguyuban Masyarakat Citanam Bersatu, Masyarakat Veteran Pejuang Medan, Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Tanah Way Dadi Bandar Lampung, Masyarakat Korban Tanah PT KAI Kelurahan Pasir Gintung Bandar Lampung, Pattuhan Munthe Partibi Lama, Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI dan Agus Widjajanto & Partners.

Kepada Panja Mafia Tanah, Hendrikus mengungkapkan bahwa selama ini masyarakat telah mendapatkan banyak pengalaman yang `menarik` terkait permasalahan tanah. Dimana banyak menduga dengan kuat adanya oknum di internal Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Ia menyinggung permasalahan yang tengah ditanganinya.

"Ketika kita mengajukan gugatan terkait soal lahan di daerah Hambalang. Proses persidangan sedang berjalan, ATR/BPN kita tarik juga sebagai pihak didalam gugatan yang kita ajukan, tiba-tiba masuk agenda pembuktian, ada setifikat yang dikeluarkan oleh ATR/BPN," paparnya.

Padahal, ketika permasalahan tengah berproses di pengadilan dan belum mendapatkan kekuatan hukum tetap, maka segala proses sertifikasi di ATR/BPN dihentikan. Nyatanya, dalam ketika proses persidangan berjalan ATR/BPN setempat justru menerbitkan sertifikat dari salah satu pihak yang berperkara.

"Sampai hari ini begitu banyak masyarakat di republik ini yang belum mendapatkan keadilan, belum merasakan kehadiran Negara untuk melindungi rakyatnya. Hambalang ini kan begitu dekat dengan ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, disentul. Ini saja belum mendapatkan perhatian serius, bagaiman teman-teman di daerah lain," ungkap Hendrikus.

Disebutkan, sertifikat yang dikeluarkan ATR/BPN bisa menjadi senjata pamungkas. Masyarakat dari kelompok manapun ketika menyodorkan data selengkap apapun pasti akan ditolak. Termasuk ketika berperkara di kepolisian.

Sementara itu, Anggota Panja Mafia Tanah Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, menyebut kehadiran langsung beberapa elemen masyarakat mengadukan permasalahan tanah ke DPR sangat tepat. Dari aduan yang masuk, Komisi II akan segera menindaklanjuti agar masyarakat mendapatkan keadilan.

"Kehadiran bapak ibu sangat tepat mendatangi kami Komisi II yang membidangi apa yang bapak ibu sampaikan," ucap legislator dari Sumatera Barat tersebut.

Anggota Fraksi PAN itu menyatakan, pihaknya nyaris setiap hari mendapatkan aduan atau laporan dari masyarakat terkait mafia tanah. Komisi II juga terus berkoordinasi dengan ATR/BPN dan kementerian terkait mencari solusi untuk masyarakat.

"Kami sudah pernah ke Karo (Sumut) dipimpin Pak Junimart Girsang dan langsung mendatangi tempat-tempat yang bermasalah. Artinya adalah bahwa Komisi II sangat serius menyikapi yang bapak ibu sampaikan," jelas Guspardi.

"Insyaallah akan kami tindaklanjuti aspirasi bapak-bapak," sambungnya seraya menambahkan Komisi II akan bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya yang salah satunya adalah mengawasi kinerja eksekutif.

Sekedar diketahui, dugaan adanya pelanggaran hukum merujuk pada penerbitan Sertifikat HGB No 3037/Hambalang. Padahal, di saat bersamaan, obyek tanah tersebut masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dugaan pelanggaran itu juga itu telah dilaporkan ke Ombudsman RI.

Kuasa hukum PT Propindo Utama Karya, Agus Widjajanto SH, mengungkapkan, status tanah seluas 2.117.500 M2 yang terletak di Citeureup, Kabupaten Bogor, dinyatakan status quo terhadap PT Buana Estate dan PT Genta Prana.

Pasalnya, ada dua putusan pengadilan yang berbeda yaitu putusan PN Cibinong dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Hal itu juga disebutkan dalam surat Menteri ATR/BPN pada 22 April 2019 nomor PN.05.01/650-IV/2019.

PT Buana Estate dengan PT Genta Prana kemudian mengadakan Perdamaian atas Tanah Obyek Sengketa. Akan tetapi, tiba-tiba muncul sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 3037/Hambalang yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat atas nama PT Buana Estate terbit.

"Sertipikat HGU No 3037/Hambalang atas nama PT Buana Estate terbit pada saat proses gugatan sedang berlangsung, padahal Pihak Badan Pertanahan Nasional Pusat merupakan Pihak yang ditarik dalam gugatan tersebut," ucap Agus.

Penerbitan sertipikat HGU 3037/Hambalang ini disebutkan dia telah melanggar Pasal 26 Jo. 31 Peraturan Pemerintah no 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Semestinya, Kementerian ATR/BPN melalui BPN Kab Bogor menunda penerbitan Sertipikat HGU No. 3037/ Hambalang atas nama PT. Buana Estate karena masih dalam sengketa.

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi II mafia tanah Hambalang Agus Widjajanto Badan Pertanahan Nasional BPN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :