Sabtu, 20/04/2024 19:55 WIB

Kementan Dorong Petani Tingkatkan Nilai Tambah Produk Melalui Olahan Pascapanen

Kementan dorong petani tingkatkan nilai tambah produk melalui olahan Pascapanen.

Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) volume 22 bertemakan kostratani sebagai pusat agribisnis, di AOR Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Jumat (17/6).

JAKARTA, Jurnas.com - Penerapan teknologi pascapanen terpadu mampu mengurangi kehilangan hasil padi dari 10-13 persen hanya menjadi 5-7 persen. Pengurangan kehilangan dari hasil ini diharapkan akan sangat membantu pertanian di Indonesia untuk bisa tumbuh lebih produktif.

Hal ini dibahas pada agenda Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) volume 22 bertemakan kostratani sebagai pusat agribisnis, di AOR Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Jumat (17/6).

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengatakan, dengan teknologi pascapanen, konsumen semakin menerima berbagai produk olahan dari pangan lokal, seperti sagu, aneka umbi, aneka sereal non padi yang banyak tersebar di pulau-pulau yang ada di Indonesia.

"Penguatan ketahanan pangan lokal masih memerlukan berbagai dukungan inovasi teknologi pascapanen," ujar SYL, sapaan Mentan Syahrul.

Ia berharap teknologi pascapanen mengikuti perkembangan teknologi terkini, sehingga menghasilkan pertanian yang makin maju, mandiri dan modern. Sisi lain, diversifikasi pangan lokal diperlukan memperkuat ketahanan pangan dan gizi mulai dari tingkat individu hingga tingkat negara.

Kepala BPPSDMP, Dedi Nuryamsi, yang hadir secar virtual mengatakan, agar terhindar dari krisis pangan global, para petani dan pemerhati pertanian harus mengenjot tanam pangan lokal. Hal ini sejalan dengan dengan salah satu fungsi Kostratani sebagai pusat konsultasi agribisnis. 

"Ayo beralih ke pangan lokal, ganti gandum dengan singkong ganti jeruk mandarin dengan jeruk lokal, karena ini yang dapat menyelamatkan pangan lokal," jelas Dedi.

Dedi berharap insan pertanian dapat menggunakan pangan lokal dan produk turunannya untuk kehidupan sehari-hari karena dapat membantu para petani dan keluarganya sejahtera.

Dosen Universitas IPB, Netti Tinaprilla yang bertindak sebagai narasumber pada kegitan ini menyampaikan, untuk menghasilkan produk yang akan dijual, pengusaha terlebih dahulu harus melakukan proses produksi.

"Proses produksi terjadi melalui berbagai tahap yang menghasilkan nilai tambah (value added), karena setiap perlakuan berdampak biaya dan Produk telah berubah bentuk, sehingga harga jual menjadi naik," jelas Netti.

Adapun nilai tambah merupakan penambahan nilai karena perlakuan fungsi pemasaran (pengolahan, grading, packaging, slicing).

Narasumber lainnya Boyke Sukarya, merupakan petani dan pengusaha milenial tepung talas beserta turunannya menjelaskan bahwa tanaman Balitung (Xanthosoma sagittifolium) merupakan makanan pokok alternatif di berbagai belahan dunia/tropis dan daerah di Indonesia

Ia menambahkan, balitung termasuk salah satu komoditas sebagai sumber karbohidrat yang sampai sekarang masih belum mendapat perhatian baik dalam pembudidayaan dan industri. 

"Balitung merupakan tumbuhan herba dengan batang bagian bawah yang membentuk cabang di bawah tanah yaitu cormel atau sprout.  Daur hidup berlangsung dalam 11 bulan," jelas Boyke.

Balitung merupakan sumber karbohidrat  tepung dan pati diolah menjadi starchips untuk snacks, toti dan cake, perkedel, campuran bubur serta olahan Kuliner lainnya.

"Kedepannya saya ingin mendapatkan dukungan Pemerintah diantaranya Bappenas dan Kementan sebagai mitra strategis untuk keberhasilan rencana pengembangan Balitung seluas 5.000 hektar," tutup Boyke.

KEYWORD :

Olahan Pascapanen Nilai Tambah Petani Dedi Nursyamsi Syahrul Yasin Limpo BPPSDMP




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :