air galon guna ulang
JAKARTA, Jurnas.com - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengakui sama sekali belum pernah menerima pengaduan dari masyarakat mengenai adanya bahaya penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK).
Pengaduan soal pangan yang diterima BPKN dan YLKI selama ini adalah yang terkait dengan makanan kadaluarsa dan makanan yang rusak dalam kemasannya.
Mewakili Wakil Ketua BPKN, Rolas Budiman Sitinjak dalam sebuah webinar menyampaikan bahwa sampai dengan saat ini belum pernah menerima pengaduan dari masyarakat terkait bahaya AMDK galon.
Menurut Sekretariat BPKN, pengaduan yang masuk ke BPKN terkait kasus kesehatan itu hanya dalam hal keracunan makanan dan minuman serta beberapa kasus terkait dalam hal kemasan yang tidak sesuai dan juga dalam hal kadaluarsa.
"Terkait dengan AMDK galon, belum ada pengaduan dalam hal tersebut," tulis Sekretariat BPKN di ruang chat menjawab pertanyaan wartawan yang ikut dalam webinar.
Hal serupa disampaikan YLKI yang juga mengakui belum pernah menerima pengaduan dari konsumen terkait bahaya penggunaan kemasan pangan. Yang ada itu, konsumen mengadu karena adanya makanan yang rusak yang ada dalam kemasannya.
“Kalau untuk pengaduan khusus untuk wadahnya atau kemasannya, kami belum pernah menerima pengaduan dari konsumen hingga saat ini. Tapi kalau produknya, isinya, misalnya makanannya atau minumannya rusak, itu ada,” kata Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi.
Dia mengatakan masalah kemasan dan produk yang ada di dalam kemasan itu dua hal yang berbeda. Menurutnya, yang dilihat konsumen itu umumnya adalah lebih kepada makanan yang rusak dan bukan wadahnya.
"Kalau wadahnya itu nggak diliat oleh konsumen. Kalaupun dilihat, itu paling kalau wadahnya bocor atau misalnya terjadi rusaknya produk yang ada di dalam kemasan tersebut. Konsumen nggak melihat sampai ke wadahnya," tuturnya.
Jadi, kata Sularsi, hingga saat ini belum pernah konsumen itu memberikan aduan ke YLKI terkait keracunan zat-zat kimia yang disebabkan kemasan atau wadah pangannya. Hal itu menurutnya, karena konsumen itu yang dibeli adalah isinya dan bukan wadahnya.
"Kan konsumen itu tidak membeli wadah, tapi membeli isi," tukasnya.
Terkait kemasan pangan ini, menurut Sularsi, kemasan harus sudah memiliki SNI. Ia mengatakan, selama ini hal itu sudah diatur bahwa kemasan harus menggunakan bahan-bahan yang sudah dipastikan aman untuk makanan atau minuman yang akan dikemas dengan wadah tersebut.
Bahkan, kata Sularsi, untuk kemasan plastik seperti galon itu sudah ada SNI atau standar plastik kemasannya di Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan misalnya, juga diatur bahwa setiap orang yang melakukan produksi pangan dalam kemasan wajib menggunakan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan bahan kontak pangan yang bersentuhan langsung dengan pangan wajib menggunakan zat kontak pangan yang aman dan memenuhi persyaratan batas migrasi.
Tidak hanya itu, untuk dapat menjamin kemasan pangan yang beredar dan yang digunakan itu aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia juga diatur secara ketat. Termasuk yang terkait zat dan bahan kontak pangan yang aman, itu sangat jelas diatur oleh Badan POM melalui Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.
Dalam peraturan BPOM itu juga diatur, kemasan harus dapat melindungi pangan dari pengaruh lingkungan seperti cahaya, oksigen, kelembaban, mikroorganisme, serangga, debu, bau tidak sedap (odor), dan lainnya serta pengaruh fisik seperti tekanan, jatuhan, getaran dan lainnya.
Dalam hal pengendalian mutu, semua industri pangan, termasuk AMDK galon, Kemenperin mewajibkan mereka harus memiliki serttifikat CPPOB atau Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik. Ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin edar dari BPOM dan sertifikasi HACCP, ISO 22000 dan ISO 9001 serta sertifikat SNI.
AMDK BPKN Galon Guna Ulang YLKI BPOM