Kamis, 25/04/2024 11:14 WIB

KLHK Minta Kebijakan BPOM Perhatikan Dampak Lingkungan

KLHK minta kebijakan BPOM perhatikan dampak lingkungan.

Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik pada webinar yang digelar secara daring, Kamis (2/6).

JAKARTA, Jurnas.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat mengeluarkan produk pangan dengan kemasan tertentu, agar tidak hanya memperhatikan dampak kesehatannya semata, tapi juga dampak lingkungannya.

"Dampak kesehatan itu pasti nomor satu karena itu terkait tugas BPOM. Tapi kami juga ingin dampak sampahnya juga harus diperhatikan," ujar Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik pada webinar yang digelar secara daring, Kamis (2/6).

Ia mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu harus saling melengkapi. Dalam hal kebijakan BPOM, harus juga ada sinergis antara KLHK dengan BPOM.

Uso, sapaan akrab Ujang Solihin, mengungkapkan bahwa selama ini KLHK belum pernah melakukan komunikasi dengan BPOM terkait kebijakan yang dikeluarkan.

"Sebelum izin edar terhadap suatu produk kemasan disetujui, BPOM belum pernah mengkomunikasikannya kepada KLHK. Makanya belum ada aturan bahwa KLHK dapat memberikan rekomendasi kepada BPOM soal dampak lingkungan yang disebabkan produk tersebut," tuturnya.

Namun, Uso mengatakan, KLHK akan coba mulai melakukan komunikasi dengan BPOM terkait dampak lingkungan kemasan produk pangan sebelum diizinkan beredar. 

"Jadi, ini sedang kami komunikasikan secara intensif bagaimana caranya kebijakan-kebijakan program pemerintah ini saling melengkapi. Di mana, dampak kesehatan manusia terjaga, dampak lingkungan juga terjaga. Jadi, dua-duanya harus berjalan dengan baik. Kami ingin pemerintah bisa sinergis," tukasnya.
 
Berbicara soal pengelolaan sampah, Uso lagi-lagi mengatakan, kemasan yang bisa diguna ulang itu menempati posisi yang paling tinggi dalam hierarki dibanding kemasan yang hanya di desain sekali pakai. 

Alasannya, lanjut Uso, kemasan guna ulang itu didesain untuk dapat dipakai ulang dan otomatis potensi nyampahnya juga akan jauh berkurang, karena sudah pasti akan ditarik lagi untuk diisi kembali.

"Sementara, yang didesain untuk sekali pakai, potensi untuk jadi sampahnya sangat tinggi. Kalau produsennya tidak bertanggung jawab untuk mengumpulkan kembali untuk kemudian mendaur ulang, ini akan menjadi sampah karena kemasan sekali pakai ini tidak bisa dipakai ulang untuk air minum," katanya.
 
Ia mengutarakan tingkat kemasan daur ulang untuk plastik itu angkanya rata-rata hanya 7 persen. "Bayangkan kalau dari plastik  yang dihasilkan untuk kemasan itu hanya 7 persen masuk daur ulang. Itu pun didaur ulang hanya sekali dan kebanyakan didaur ulang untuk jadi produk lain, tidak didaur ulang menjadi kemasan lagi atau jadi botol lagi atau jadi galon lagi," ucapnya.

Ia menyampaikan, selama ini jenis-jenis plastik PET atau sekali pakai termasuk yang paling tinggi tingkat daur ulangnya, yaitu sekitar 23-24 persen. Hal itu karena memang industri Indonesia saat ini, daur ulangnya baru fokus hanya pada PET dan belum jenis plastik yang lain.

Padahal, kata Uso, jenis plastik yang lain sangat banyak bahkan yang paling banyak jenis plastik yang disebut problematic unnecessary packaging atau plastik yang multilayer.

"Yang multilayer yang fleksibel yang kecil-kecil itu yang menjadi persoalan kita. Jadi, ketika bicara kemasan sampah AMDK, perlu kami tegaskan apapun jenis plastiknya baik PC, PET atau jenis lain,  kami ingin memastikan produsennya tanggung jawab untuk menarik lagi untuk didaur ulang jika dirancang untuk sekali pakai. Itu yang ingin kami tegaskan," katanya.
 

KEYWORD :

KLHK BPOM Dampak Lingkungan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :